"Mana, Em?!" Jennifer berusaha mengambil koper yang sedang dibawa oleh Emilio. Dia merasa tidak nyaman bila laki-laki itu yang membawakan barang. Menurutnya, selama dia masih bisa membawa barangnya sendiri, maka dia akan membawanya sendiri.
Dia bukan perempuan yang ingin selalu dimanja, kemana-mana harus laki-laki yang membawakan barangnya. Itu prinsipnya.
"Aku akan membawakannya, Jennie. Kenapa kau begitu keras kepala?"
"Kau sangat menyebalkan, Emi!"
Beberapa saat kemudian, mereka sampai tepat di depan pintu kamar tamu.
Emilio membuka pintu dan meletakkan koper di samping meja yang ada di dalam kamar.
"Ada yang lain yang kau perlukan, Jennie?" Jennifer menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, aku pergi dulu. Kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan padaku. Kamarku tepat di sebelah kamarmu." Jennifer menganggukkan kepalanya.
Sesaat setelah laki-laki itu keluar, Jennifer langsung membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Tentu saja dia sangat lelah sekarang. Menempuh perjalanan yang cukup lama dalam pesawat, juga masih harus mengobrol bersama dengan keluarga Bradley. Untung saja dia masih diijinkan untuk menginap disini. Setidaknya dia tidak harus bertahan lebih lama lagi.
Jennifer memejamkan mata dan beberapa saat kemudian tertidur.
***
"Mom! Mom! Kumohon jangan tinggalkan aku! Jennie tak bisa hidup sendiri! Mom!!"
"Jennie, ayo keluar. Dokter pasti membantu sebisa mungkin." Bibinya menariknya untuk keluar.
Sebisa mungkin? Hanya sebatas itu? Mereka hanya berusaha untuk menolong. Tidak ada jaminan bahwa ibunya akan selamat.
"Tidak! Aku akan menemani Mom disini. Aku sudah kehilangan Dad, aku tidak bisa kehilangan Mom juga!" Jennifer tetap berkeras kepala berada disana, sampai-sampai dua perawat laki-laki harus membawanya keluar dari ruangan itu.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh bibi Jennifer. Dia tidak tau bagaimana lagi harus menguatkan keponakannya.
Jennifer duduk di kursi dan menundukkan badannya. Dia tidak tau apa yang harus dia lakukan jika yang terjadi adalah suatu hal yang buruk.
Menerima kenyataan bahwa ayahnya meninggal adalah hal yang sangat berat untuknya. Dia sudah cukup terpukul dengan kematian ayahnya, dan sekarang ibunya berada dalam kondisi kritis. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan ibunya?
Jennifer tidak bisa berpikiran positif sekarang. Dia hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Pintu terbuka dari dalam dan Jennifer langsung berdiri.
"Bagaimana keadaan Mom?" Dokter itu terdiam dengan raut wajah yang tidak begitu baik. Setelah itu, Jennifer bisa melihat dokter itu menggelengkan kepalanya dan Jennifer langsung jatuh terduduk.
'Tidak, Mom. Kenapa kau meninggalkanku juga? Bagaimana aku bisa hidup tanpa Mom juga?' Jennifer hanya menangis. Dia hanya berkata dalam hati. Sudah cukup rasa pedih yang dirasakannya.
Kehilangan begitu banyak orang dalam sekejap bukanlah hal yang mudah.
***
Jennifer bisa merasakan detak jantungnya yang begitu cepat. Tubuhnya dipenuhi keringat. Jennifer duduk dan menghela napas. Setetes air mata jatuh ke pipinya.
Lagi-lagi dia memimpikan orang tuanya.
Terkadang ada saatnya ini terjadi. Saat dimana dia merasa bahwa Tuhan itu tidak adil. Kenapa Dia bisa begitu tega membiarkannya menderita. Bagaimana bisa Tuhan mengambil orang yang begitu dicintainya hanya dalam sekejap?
Jennifer menangis. Terkadang dia sudah tak kuat lagi harus menahan ini semua. Terkadang yang dia inginkan adalah segera menyusul orang tuanya. Dia merasa bahwa hidupnya begitu datar dan menderita setelah orang tuanya meninggal.
"Jennie." Jennifer mendongakkan kepalanya dan melihat Emilio berdiri dekat pintu. Jennifer segera mengusap air mata yang ada di pipinya.
Melihat Jennifer yang menangis, Emilio langsung masuk ke dalam kamar dan duduk di ujung tempat tidur.
"Kenapa kau menangis? Apa kau baik-baik saja, Jennie?"
"Hanya mimpi buruk. Iya, aku baik-baik saja."
"Mimpi apa?"
"Orang tuaku."
"Apa yang terjadi?"
"Memimpikan kembali saat orang tuaku ada dalam kondisi yang kritis, lalu mereka..." Jennifer tak bisa meneruskan kata-katanya. Saat itu juga air matanya jatuh lagi. Terkadang dia ingin dikuatkan. Dia butuh orang lain untuk menopangnya. Tidak selamanya dia sanggup menanggung beban yang begitu berat seorang diri.
Emilio menggeser tubuhnya sehingga berada dalam jarak yang dekat dengan Jennifer dan saat itu juga, laki-laki itu memeluknya.
Emilio memeluknya begitu erat dan mengelus-elus puncak kepalanya.
"Semuanya akan baik-baik saja, Jennie. Ingatlah, aku akan selalu ada untukmu." Emilio mengecup kening Jennifer.
Jennifer hanya menganggukkan kepalanya dan setelah itu mereka hanya berpelukan dalam diam untuk waktu yang cukup lama.
Next update: tomorrow 🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)
Storie d'amoreSepuluh tahun yang lalu, Emilio Bradley ditantang oleh saudara kembarnya, Edmund, untuk mendekati 'anak culun' yang ada dalam satu kelas dengan mereka. Emilio ditantang untuk membuat 'anak culun' itu jatuh cinta padanya hanya dalam waktu 2 bulan. Ap...