Setibanya di rumah, Jennifer langsung melangkahkan kakinya menuju ke dalam. Dia bisa merasakan laki-laki itu yang tetap berjalan mengikutinya.
Saat tiba di pintu, Jennifer membalikkan badannya menghadap laki-laki itu.
"Mau masuk?"
"Iya." Jennifer membuka pintunya agak lebar supaya laki-laki itu bisa berjalan masuk mengikutinya.
"Kau tunggu disini. Aku mau ke kamar..."
"Aku ikut."
"Apa?" Jennifer melihat Emilio dengan pandangan bertanya-tanya, bingung atas perkataan laki-laki itu.
"Oh, Jennie yang polos. Aku mau ikut denganmu naik ke atas."
"Untuk apa?" Emilio memasang wajah menggodanya. Dia sangat senang menggoda perempuan ini. Pipi perempuan ini akan memerah ketika digoda.
"Menurutmu?"
"Diam. Sudah kau tunggu disini saja." Jennifer melangkahkan kakinya menuju ke tangga dan berjalan cepat-cepat, tetapi Emilio tetap mengikutinya dari belakang.
Jennifer menoleh ke belakang dan melihat Emilio. Apa laki-laki itu tak sadar bahwa dirinya sekarang sangat malu? Laki-laki ini sama saja seperti dulu. Selalu saja suka menggodanya.
Jennifer memukul lengan Emilio.
"Pergilah. Tunggu di bawah."
"Bagaimana jika aku tak mau?"
"Emi!" Awalnya Jennifer akan memukul laki-laki itu, tetapi laki-laki itu menghindar sehingga Jennifer akan jatuh setelah ini, karena dia berdiri dengan tidak seimbang.
'Betapa bodohnya kau, Jennie. Kau akan jatuh setelah ini. Kau akan berguling-guling...'
"Buka matamu. Kau tak akan jatuh. Aku memegangimu." Jennifer membuka matanya perlahan-lahan dan melihat wajah laki-laki itu yang sedang menahan tawanya.
Kurang ajar laki-laki itu. Sekarang pipinya sudah memerah karena menahan malu. Sangat memalukan.
Jennifer melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamar, dan ketika dirinya sudah sampai di depan pintu kamar, dia membalikkan badan sekali lagi.
"Jangan berani-berani kau ikut masuk ke kamarku."
"Kenapa, Jennie?"
"Jangan." Jennifer menunjuk laki-laki itu agar dia tidak berani-berani masuk ke kamarnya.
"Tapi kau masih berhutang padaku, Jennie."
"Apa?" Jennifer bertanya dengan nada polosnya, tak tau apa yang dibicarakan oleh laki-laki di depannya ini.
"Coba tebak. Apa yang kau mulai?"
"Apa? Aku tak tau, Emi."
"Apa yang kau lakukan kemarin malam padaku?" Jennifer tetap melihat laki-laki itu dengan pandangan bertanya-tanya, tetap tidak paham apa yang dimaksud oleh Emilio.
Emilio berdecak singkat lalu mengangkat tangannya dan menunjuk bibirnya.
"Kau menciumku kemarin. Apa itu?" Jennifer langsung menundukkan kepalanya. Memalukan. Sangat memalukan. Kenapa juga laki-laki itu harus membahasnya?
"Jennie."
"Jennie." Jennifer tetap menundukkan kepalanya dan terdiam. Dia benar-benar sangat malu sekarang. Kenapa juga kemarin dia memilih untuk mencium laki-laki itu? Sekarang apa yang akan dia jawab?
"Jennie."
"Oh My God, ini sangat memalukan, Emi. Bisakah kau tidak membahasnya lagi?" Jennifer menepuk keningnya, menganggap bahwa perbuatannya kemarin sangatlah bodoh dan ceroboh.
"Kau memulainya, aku akan mengakhirinya." Emilio menurunkan tangan Jennifer yang ada di kening, mengangkat kepala perempuan itu yang awalnya menunduk dan langsung menciumnya.
Emilio menciumnya dengan mendalam, menikmati rasa bibir perempuan itu. Perempuan ini. Perempuannya ini. Bahkan rasa bibirnya pun tak berubah. Dia tetap dibuat ketagihan.
Emilio semakin memperdalam ciuman mereka sampai lidah mereka pun bertemu di dalam sana, memberikan rasa yang nikmat untuk satu sama lain. Emilio langsung mengangkat perempuan itu, membuka pintu, dan berjalan masuk ke kamar Jennifer.
Emilio membaringkan Jennifer di tempat tidur dan melanjutkan kegiatan yang dia lakukan beberapa detik lalu. Mereka berciuman seakan ini saat terakhir mereka bisa melakukan hal itu.
"Oh, Jennie. Aku sangat merindukanmu." Emilio mencium perempuan itu lagi dan lagi.
Jennifer menjauhkan bibir mereka.
"Emi... Aku rasa kita perlu menghentikan ini." Diri Jennifer yang dulu kembali. Dirinya yang polos dan takut untuk berbuat salah.
Tapi memang seharusnya mereka berhenti melakukan ini. Bagaimana jika mereka tidak sadar bahwa mereka berbuat kesalahan besar? Lagipula, Jennifer harus bisa menjaga dirinya.
Dia sudah menyia-nyiakan ciuman pertamanya untuk laki-laki yang tidak mencintainya. Jangan sampai hal yang lebih parah dari itu terjadi dan yang melakukannya adalah laki-laki yang telah mengambil ciuman pertamanya.
"Tapi kenapa, Jennie? Kau menyukainya. Kau menge..."
"Aku tak mau kelewatan, Emi. Aku ingin melakukannya dengan laki-laki yang kucintai."
"Kau mencintaiku."
"Dan laki-laki yang juga mencintaiku."
Suasana menjadi hening sesaat dan Emilio memecah keheningan itu.
"Kau tau bahwa aku mencintaimu."
"Tidak, aku tidak tau."
"Aku mencarimu selama ini, dan kau tau betapa bahagianya aku..."
"Kalau kau memang mencintaiku, lalu kenapa kau mengakhiri hubungan kita? Kau mengakhiri hubungan kita disaat aku dalam kondisi yang benar-benar hancur saat itu. Apa kau bahkan tau, Emi?" Nada Jennifer semakin meninggi dan tanpa dia sadari matanya sudah berkaca-kaca.
"Dengar, Jennie. Aku sungguh minta maaf. Dulu..." Emilio terdiam, bingung akan mengatakan apa.
"Dulu... Kau tau aku adalah remaja laki-laki yang bodoh. Aku tak sadar bahwa aku tak hanya menyukaimu, tapi juga... Mencintaimu."
"Lalu kenapa, Emi? Kenapa kau meninggalkanku?"
"Aku bodoh, Jennie. Aku sudah mengatakannya padamu. Aku sungguh sangat menyesal. Tak seharusnya aku meninggalkanmu. Aku... Aku tak tau apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku, Jennie."
Jennifer menghela napasnya. Dia lelah. Kenapa juga dia harus bersedih lagi? Kenapa juga dia harus mengungkit-ungkit masa lalu? Itu sudah terjadi. Lalu apa yang bisa dia lakukan?
"Lalu apa yang kau maksud dengan aku yang mengakhiri hubungan kita disaat kondisimu benar-benar hancur?"
"Lupakan. Itu tidak penting." Emilio menghela napas mendengar jawaban dari Jennifer.
"Aku berharap kau bisa terbuka padaku, Jennie. Kau tau aku akan selalu ada untukmu." Emilio tersenyum.
'Jangan tersenyum padaku. Jangan mengatakan bahwa kau akan selalu ada untukku.' Kata Jennifer dalam hati. Dia tak ingin terlalu berharap.
Emilio melihat sekeliling kamar Jennifer dan menemukan sesuatu. Dia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
Next update: tomorrow 🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)
RomansaSepuluh tahun yang lalu, Emilio Bradley ditantang oleh saudara kembarnya, Edmund, untuk mendekati 'anak culun' yang ada dalam satu kelas dengan mereka. Emilio ditantang untuk membuat 'anak culun' itu jatuh cinta padanya hanya dalam waktu 2 bulan. Ap...