Chapter 28

25.2K 1.3K 15
                                    

"Jen! Jennifer! Jennifer, tunggu!" Edmund langsung menarik Jennifer agar dia berhenti berjalan.

"Apa?" Jennifer bertatapan dengan Edmund.

"Kenapa malah kau yang mengejarku?" Jujur saja, dalam hatinya, dia merasakan kekecewaan. Kalau memang dia benar-benar berarti untuk laki-laki itu, kenapa dia tak mengejarnya?

"Jenna. Dia licik, Jen. Dia melarang Emilio untuk mengejarmu. Dia akan melapor pada orang tuanya jika Emilio tak menuruti perkataannya." Edmund tak mendengar bisikan Jenna pada Emilio tadi, tapi dia tau betapa liciknya perempuan itu.

"Aku tidak peduli. Dia... Pengecut." Jennifer berjalan keluar, tak peduli Edmund yang terus memanggil-manggilnya.

Di sisi lain, Edmund pun tak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin bukan dia memaksa Jennifer untuk masuk kembali ke ruangan yang sama dengan Jenna?

***

"Ayo, Em. Jelaskan semuanya pada Mom dan Dad." Ashley melihat anaknya itu.

Sebelum itu, Jenna sudah keluar dari ruangan itu karena misinya sudah selesai. Membuat perempuan itu pergi dari hadapan Emilio, dia sudah senang. Nanti di lain waktu dia akan mengejar laki-laki itu lagi.

Dia tau tak mungkin dia bisa merayu laki-laki itu sekarang. Laki-laki itu pasti sangat marah dengannya sekarang ini.

Edmund kembali masuk ke ruangan itu dan Emilio melihat kembarannya itu. Edmund hanya menggelengkan kepalanya dengan sedih. Itu artinya Edmund tak berhasil merayu Jennifer untuk tetap menunggu.

'Sial!' Umpatnya dalam hati.

"Emilio!"

"Mom." Ashley sontak terfokus pada Edmund sekarang.

"Ini semua bukan salah Em. Ini semua salahku. Aku yang memulai semua ini."

"Jelaskan pada Mom."

"Saat itu, Jennifer adalah anak culun, sedangkan Mom tau sendiri, aku dan Emilio adalah anak nakal di sekolah. Saat itu Jennifer diganggu oleh salah satu anak cheerleader dan aku mempunyai ide. Aku menyuruh Emilio untuk menolong Jennifer dan mendekatinya. Jika Emilio berhasil melakukan itu, maka aku akan..."

"Cukup." Ashley kesal sekarang. Dia kesal dengan kelakuan anaknya pada Jennifer. Dia tau bahwa seharusnya dia lebih mendukung anaknya. Tapi dia pun memiliki perasaan seorang perempuan. Dia tau bagaimana rasanya disakiti oleh seorang laki-laki.

"Kau bodoh, Em. Kau... Lihatlah, sekarang dia pergi."

"Ash." Suaminya itu menegur Ashley. Tak seharusnya dia berkata kasar seperti itu juga pada anaknya.

"Mom, aku minta maaf."

"Kau mempermainkan anak orang lain, apa kau tak merasa bersalah?!" Entahlah. Mungkin ini pertama kalinya Ashley benar-benar marah pada anaknya.

"Aku merasa bersalah, Mom! Mom pikir aku tak menderita selama aku jauh darinya? 10 tahun aku harus bertahan, Mom!"

"Kau... Apa itu... Apa itu penyebab kau tak pernah tertarik dengan perempuan..." Ashley tergagap.

"Iya, Mom. Aku pamit pergi dulu. Aku tau aku bersalah pada kalian berdua karena tidak menceritakan semua ini pada kalian. Ed, jaga Mom dan Dad." Emilio segera berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke pintu.

"Em!" Dia bisa mendengar ayahnya yang bersuara. Emilio menolehkan kepalanya ke belakang.

"Dapatkan dia... Kalau kau memang benar-benar mencintainya." Emilio tersenyum lemah dan mengangguk. Emilio pun berjalan keluar dari sana.

***

Emilio sudah menelpon perempuan itu berulang-ulang kali, tapi tetap saja tak diangkat. Emilio berjalan di sepanjang jalan itu dan melihat perempuan itu.

Perempuan itu berjalan tak tentu arah, menunduk dan melihat ke bawah. Apa yang dilakukan perempuan itu? Bagaimana jika dia menabrak sesuatu dan terjatuh?

Emilio berlari ke arah perempuan itu dan memegang tangannya.

"Emi?" Dia bisa melihat perempuan itu yang melihatnya dengan bengong. Apa perempuan itu baik-baik saja?

"Kau tak apa?"

"Tidak. Bisa lepaskan tanganku?" Nada perempuan itu lemas. Jennifer sedang malas berbicara sekarang.

"Tidak, Jennie."

"Tapi aku tidak mau dipegang olehmu sekarang ini."

"Jennie. Jangan bertindak seolah-olah kau..."

"Apa? Seolah-olah aku ini orang bodoh?" Jennifer mulai meneteskan air matanya.

"Aku minta maaf." Emilio memeluk perempuan itu. Jennifer menangis tak henti-henti. Dia merasakan sakit sekarang ini. Kenapa juga masa lalu harus diungkit-ungkit kembali? Masa lalunya tak seindah itu untuk diungkit-ungkit kembali.

"Jennie. Aku ingin kau percaya padaku. Itu di masa lalu. Aku memainkanmu, itu di masa lalu. Sekarang aku benar-benar bersungguh-sungguh, Jennie."

"Aku mencintaimu, Jennie."

"Apa kau yakin?"

"100% yakin."

"Kalau begitu aku percaya padamu." Emilio tersenyum bahagia lalu mengecup kening perempuan itu.

Next update: tomorrow 📃

Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang