Chapter 13

23.3K 1.5K 7
                                    

Sinar matahari yang menyilaukan matanya membuat Jennifer terbangun dari tidurnya. Dia melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12. Kemarin dia sampai di rumah tengah malam, maklum saja dirinya tidur sampai siang.

Dia yakin pasti Carla sudah pergi sekarang. Carla pasti sibuk mengurus pekerjaannya.

Jennifer bisa mendengar perutnya yang berbunyi dan dia bangkit dari tidurnya dan berjalan turun. Jennifer berjalan menuju ke kulkas dan meminum segelas susu sambil menunggu roti yang dipanggangnya selesai.

Dia mengoleskan selai stroberi kesukaannya di roti yang sudah dipanggangnya dan langsung melahapnya habis. Jennifer naik dan masuk ke dalam kamarnya, mandi agar tubuhnya lebih segar.

Jennifer keluar dari toilet sambil menggosok-gosokkan kepalanya dengan handuk, mengeringkan rambutnya yang basah.

Saat dia duduk di atas tempat tidurnya, dia bisa merasakan smartphonenya bergetar. Jennifer mengambil smartphone itu dan membukanya, melihat ada pesan dari seseorang.

Hey, Jennie. Bisakah kau membuka pintu? Aku ada di bawah :)
From: Emilio
To: Jennifer

Saat membaca pesan itu, Jennifer bisa merasakan jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Jennifer langsung meletakkan handuknya di tempat tidur dan berjalan turun ke bawah.

Jennifer melihat dari balik jendela dan benar. Dia bisa melihat Emilio berada disana. Tidak hanya Emilio. Dia bisa melihat Ashley, ibu Emilio, juga berdiri disana. Jennifer segera membuka pintu dan menyambut kedatangan mereka berdua.

Saat itu juga, Ashley menyambutnya dengan memeluknya sangat erat.

"Hey, Jen."

"Hey, Ash."

"Jadi, apa kau tidak akan membiarkanku dan Mom masuk?" Jennifer langsung mengalihkan pandangan matanya ke laki-laki itu.

"Em!" Saat itu juga Ashley langsung memukul lengan anaknya. Bagaimana mungkin anaknya itu berbuat kurang ajar seperti itu.

"Apa, Mom? Kenapa Mom memukulku?"

"Sopanlah! Jangan sampai Jennifer tidak mau menikahimu hanya karena kau seperti ini."

"Ash, apa yang kau bicarakan?" Jennifer mencoba untuk menyengir. Tidak mungkin bukan dia mengatakan penolakan di depan orang tua sang laki-laki? Akan sangat tidak sopan.

"Mom, tenanglah. Dia pasti menerimaku. Sejak awal memang begitu. Bukan begitu, Jennie?"

"Diamlah, Emi."

"Sudah. Ayo kita masuk." Ashley mengaitkan tangannya pada lengan Jennifer dan mereka masuk ke dalam.

"Silahkan duduk." Jennifer membiarkan kedua tamunya itu duduk dan dia mengambilkan  secangkir teh untuk masing-masing dari mereka.

"Jadi, bagaimana keadaan Edmund?"

"Dia baik-baik saja, Jen. Sekarang ayahnya yang menemaninya dan aku menemani anakku yang satu ini sekarang." Jennifer bisa melihat wajah Ashley yang terlihat jauh lebih tenang dan santai sekarang. Tidak seperti kemarin.

Tentu saja. Bagaimana seorang ibu bisa tenang ketika anaknya dalam keadaan darurat?

"Aku berharap dia bisa cepat sembuh." Ashley mengangguk-anggukkan kepalanya dan sekarang mereka sudah mengganti topik pembicaraan mereka.

"Kau tinggal seorang diri di rumah besar ini?"

"Dulunya. Tapi baru saja sepupuku pindah kesini untuk menemaniku."

"Oh." Ashley mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Jadi, dimana orang tuamu, Jen?" Saat itu juga raut wajah Jennifer berubah. Topik ini membuat dirinya menjadi orang yang sensitif.

"Mereka sudah meninggal."

"Oh My God. Aku sungguh minta maaf, Jen. Aku tidak bermaksud..."

"Tidak apa-apa, Ash."

Suasana menjadi agak canggung dan terpecah oleh suara smartphone Ashley yang berbunyi. Emilio melihat ke arah ibunya, bertanya-tanya siapa yang menelpon ibunya tersebut.

"Ayahmu. Tunggu sebentar." Ashley bangkit dari duduknya dan berjalan keluar. Ashley mengangkat telpon itu di taman luar.

"Jennie, aku minta maaf tentang ibuku..."

"Hey. Itu bukan salah ibumu. Aku baik-baik saja."

"Kau bisa cerita padaku kapanpun kau mau, Jennie."

"Cerita apa?"

"Kau tau, aku merasa kau punya terlalu banyak rahasia yang kau pendam seorang diri." Jennifer terdiam mendengar perkataan laki-laki itu. Memang benar. Terlalu banyak rahasia yang dia pendam sendiri.

Dia merasa tidak perlu menceritakan itu semua pada siapa-siapa. Tidak ada yang tau bagaimana rasa sakit ini. Bagaimana kau kehilangan kedua orang tuamu pada saat yang sama. Bagaimana hatimu terasa mati. Bagaimana pedihnya matamu karena terlalu banyak menangis. Bagaimana rasanya hanya ingin untuk menutup mata dan tidak membukanya kembali.

"Jennie." Jennifer tidak sadar bahwa dirinya sudah melamun begitu lama. Dia tersadar dari lamunannya ketika laki-laki itu menyentuh lengannya.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya. Aku baik-baik saja."

Mereka berdua bisa mendengar suara pintu depan terbuka dan Ashley sudah berjalan masuk.

"Em, Edmund sudah bangun dari tidurnya dan ingin melihatmu. Jennifer, kau mau ikut?"

Jennifer bisa melihat Emilio langsung berdiri dari duduknya, begitu bersemangat mendengar bahwa kembarannya itu tersadar dari tidur panjangnya.

"Baiklah." Jennifer mengiyakan ajakan Ashley. Jennifer merasa memang perlu untuk menjenguk Edmund. Setidaknya mereka adalah teman, bukan? Jika bisa dibilang begitu.

Next update: tomorrow 🌝

Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang