Mereka berjalan bersebelahan dalam kegelapan. Emilio menyukai saat-saat ini. Saat-saat dimana dia bersama dengan perempuan itu. Emilio melihat ke bawah, ke tangannya dan Jennifer yang saling bergandengan. Jennifer hanya menundukkan kepalanya, tersipu malu.
Mereka melanjutkan langkah kaki mereka sampai mereka tiba di ujung dari taman itu. Emilio dan Jennifer berdiri berhadap-hadapan. Saat itu, Jennifer masih dikenal dengan anak culun. Tetapi Emilio tau bahwa dia bisa melihat kecantikan di balik wajah culunnya itu.
Dia merasakan perasaan yang berbeda ketika melihat perempuan itu. Tak pernah dia merasakan perasaan seperti ini. Ini adalah perasaan yang baru bagi dirinya.
"Emi." Emilio terbangun dari lamunannya.
"Apa yang kau pikirkan? Kau melamun." Jennifer terkekeh kecil.
"Jennie." Emilio tidak menanggapi perkataan Jennifer yang tadi dan sekarang dia melihati perempuan itu dengan serius.
"Bolehkah aku membuat malam ini menjadi malam yang spesial untukku dan untukmu?"
"Apa?" Jennifer mulai tersipu malu lagi, tak tau apa yang dimaksud laki-laki itu. Tentu saja dia menyukai laki-laki itu. Dia rasa tidak ada salahnya menjadikan satu hari menjadi hari spesial mereka, bukan?
"Baiklah." Jennifer menjawab.
"Bolehkah aku menciummu?" Jennifer terdiam lagi. Cium? Dia tak pernah melakukan itu sebelumnya. Dia adalah anak culun, dia adalah perempuan polos, dia tak tau apa-apa mengenai hal ini.
"Aku tidak seperti laki-laki lain diluar sana, Jennie. Aku rasa aku punya perasaan padamu." Jennifer mendengar hal itu lalu menganggukkan kepalanya sangat pelan.
Saat itu juga Emilio mendongakkan kepala perempuan itu dan mengecup bibirnya singkat. Emilio ingin lebih. Dia ingin lebih dari itu.
Emilio lalu mendekap perempuan itu dalam pelukannya. Dia bisa merasakan kehangatan dari tubuh perempuan itu yang mengalir ke tubuhnya, membuatnya merasa jauh lebih nyaman di tengah-tengah malam yang dingin ini.
"Ayo. Kuantar kau pulang." Jennifer menganggukkan kepalanya, lalu mereka berjalan bergandengan pergi dari taman itu.
***
"Emi."
"Apa?" Emilio tersentak dari lamunannya.
"Ayo. Aku sudah selesai." Emilio tidak menyadari bahwa perempuan yang berdiri di depannya ini sudah berganti pakaian.
"Baiklah. Ayo kita berangkat." Emilio menyodorkan tangannya ke depan wajah perempuan itu. Jennifer melihat dengan pandangan bertanya-tanya.
"Pegang tanganku, Jennie."
"Untuk?" Emilio berdecak dan langsung menggenggam tangan perempuan itu. Bagaimana mungkin perempuan itu tak tau bahwa maksud dirinya menyodorkan tangan adalah agar mereka bergandengan tangan, berjalan keluar dari ruangan ini. Dia baru sadar bahwa perempuannya ini masih sama seperti dulu. Perempuannya yang lugu dan polos.
"Emi, kenapa kau modus sekali?"
"Apa?" Emilio terkejut dengan perkataan perempuan itu.
"Kau... Terlihat sangat ingin mendekatiku." Jennifer menunjuk Emilio dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih ada dalam genggaman laki-laki itu.
"Aku berusaha, Jennie." Wajah Emilio menjadi serius. Mungkin memang terlihat berlebihan bagi perempuan itu atau bagi orang lain, tapi dia memang berencana untuk mendekati perempuan ini dan segera memilikinya kembali.
"Silahkan mencoba, Emi. Tapi aku tak akan dengan mudah didapatkan seperti dulu." Jennifer memasang senyum di wajahnya.
Dia memang ingin menjalin hubungan dengan laki-laki itu lagi. Tapi dia tak akan membiarkan laki-laki itu mendapatkannya dengan mudah. Setidaknya laki-laki ini harus berusaha keras jika ingin menjalin hubungan kembali dengannya.
"Sesulit apapun itu, aku akan mendapatkanmu kembali, Jennie. Tenang saja."
"Baiklah. Kita lihat saja nanti." Jennifer mengedipkan satu matanya pada laki-laki itu.
Mereka berjalan keluar dari rumah Jennifer dan masuk ke dalam mobil Emilio.
"Kau ingin makan dimana?"
"Mmm." Jennifer meletakkan telunjuknya di bawah dagu, terlihat sedang memikirkan apa yang ingin dimakannya.
"Apa, Jennie?"
"Oh." Jennifer menjerit.
"Ayo berangkat, Emi. Aku akan menunjukkanmu jalannya dimana. Ini adalah rumah makan teman nenekku."
"Baiklah." Emilio melajukan mobilnya menjauh dari rumah Jennifer.
***
Tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di rumah kecil. Emilio melihat ragu tempat itu. Apa Jennifer yakin bahwa makanan disini tak akan membuatnya sakit perut? Bahkan ini tak pantas dikatakan sebagai 'rumah makan'.
Jujur saja, dirinya sudah lama sekali tidak makan di tempat terpencil. Menu makanannya selalu di restoran berbintang. Bahkan, makanan cepat saji pun jarang masuk ke dalam perutnya. Entah kapan terakhir kali dia makan di pinggiran jalan atau di depot kecil seperti ini. Dia pun bahkan tidak yakin apa dia pernah makan di depot seperti ini.
"Emi." Emilio melihat Jennifer yang memanggilnya.
"Percayalah padaku, makanan disini sangat enak. Kau akan ketagihan." Emilio terdiam sesaat lalu menganggukkan kepalanya. Mereka keluar dari mobil dan Jennifer masuk dulu ke dalam rumah kecil itu.
"Granny!" Jennifer memekik bahagia.
"Oh My God. Jennifer? Kau... Ya Tuhan, kapan terakhir kali kau kesini?" Jennifer langsung memeluk teman neneknya itu. Dia memanggilnya 'Granny'. Maklum saja, dulu waktu dirinya masih kecil, dia selalu dekat dengannya. Berhubung neneknya selalu mengajaknya untuk ikut.
"Maafkan aku, Granny."
"Tidak apa-apa, Jen. Ayo masuk. Aku tau kau pasti rindu dengan masakanku. Ayo." Granny sudah menarik tangan Jennifer untuk berjalan masuk.
"Tunggu, Granny. Aku mengajak temanku." Jennifer menoleh ke belakang dan melihat Emilio berdiri disana, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan tersenyum manis. Oh My God, kapan terakhir kali dirinya melihat senyum manis laki-laki itu?
"Oh. Tampannya. Ayo ikut masuk, aku akan menghidangkan makanan yang nikmat untuk kalian berdua." Emilio menganggukkan kepalanya dan ikut masuk ke dalam bersama-sama dengan Jennifer.
Next update: tomorrow 🌛
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Bet [LS #2] (COMPLETED)
RomansaSepuluh tahun yang lalu, Emilio Bradley ditantang oleh saudara kembarnya, Edmund, untuk mendekati 'anak culun' yang ada dalam satu kelas dengan mereka. Emilio ditantang untuk membuat 'anak culun' itu jatuh cinta padanya hanya dalam waktu 2 bulan. Ap...