11 - Jatuh dari Langit

14 1 0
                                    

Lamun dengan segala pertimbangannya memutuskan kembali ke dunia realitas. Ia tak kuat lagi untuk tidak bertemu Senandung, agar segera tahu apa yang tengah terjadi.

Begitu masuk wilayah dunia realitas, Lamun otomatis terseret masuk kembali ke dalam tubuhnya.

Di sisi lain, Arwah merasa dirinya dibetot keluar dari tubuh kasar Lamun secara paksa.

Arwah terdesak dan terhempas jauh.

"Aduh, kau, kau siapa, argh....," Lamun berteriak kesakitan, tapi masih sempat bermuka marah kepada sosok Arwah yang tampak terguling-guling di lantai.

Lamun berusaha bangun, tapi sekali lagi ia mengerang karena tubuhnya terasa sakit luar biasa. Begitu meneliti dirinya, Lamun baru sadar kalau dirinya sedang terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, tangannya terhubung dengan selang infus.

Ia melihat ada beberapa orang dalam kamar, salah satunya berdiri di sisinya dan terdengar mengucap, "Alhamdulillah, akhirnya dia sadar," kata suara lelaki yang berdiri di tepi ranjang Lamun.

Semua yang ada dalam ruangan mendadak girang, berkaca-kaca.

"Ada apa ini?" Lamun bertanya.

Ia ingin bangkit, lupa kalau tubuhnya sakit. Sejurus ia mengerang keras dan selanjutnya pasrah menerima keadaannya yang baru sebagai orang sakit di sebuah rumah sakit.

"Sudah tiga hari tuan tidak sadarkan diri," kata lelaki itu.

"Eh, sepertinya aku kenal kau. Bukankah kau Pulung?" tebak Lamun.

Yang ditanya membuat senyum lebar, girang, terutama karena kalimat itu menjelaskan kondisi otak sahabatnya itu.

Pulung adalah teman Lamun memulung tapi keadaannya jauh berbeda dengan penampilannya sekarang semenjak menjadi manajer.

Pulung teringat pesan dokter bahwa kecelakaan itu menciptakan benturan lumayan keras di kepala Lamun.

"Tapi jangan khawatir, kami sudah membereskannya," Pulung terngiang ucapan dokter beberapa hari lalu.

"Dan, beruntung sekali," tambah sang dokter," benturan itu tidak sampai membuat kerusakan parah pada jaringan otaknya".

Hari ini, Pulung merasa bangga sekaligus puas. Ia merasa keputusannya sudah benar menunjuk dokter itu menangani Lamun. Itu dokter terbaik di kotanya.

"Kata dokter, mas harus istirahat dulu, jangan banyak bergerak dan berpikir," saran Pulung pada Lamun.

Di sudut kamar, terlihat rekan-rekan Pulung mengangguk, memberi persetujuan.

"Aku kenapa?" tanya Lamun.

"Tuan habis kecelakaan. Dokter sudah menanganinya. Sejauh ini tidak ada yang perlu dirisaukan. Tuan hanya butuh sedikit pemulihan," jawab Pulung.

"Kecelakaan apa? Dimana? Aku tidak kecelakaan. Aku...." Lamun menghentikan kalimatnya.

Ia sadar kalau melanjutkan ceritanya, ia bisa dikatakan gila.

"Terus mereka itu siapa?" tanya Lamun.

Pulung menunduk, menahan tangisnya tidak pecah.

"Wah gawat, masih ada yang belum dibereskan dokter," Pulung membatin, sebelum akhirnya menjawab,"Itu karyawan bapak di kantor. Yang tengah itu sekretaris bapak, namanya Seprianti".

Lamun melongo. "Apa-apaan ini," bisik hatinya. (*)

Lamunan si LamunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang