We're young and it doesn't matter if we still make mistakes.
.
.
.
"Gue ada urusan bentar, abis itu kita balik." hanya itu yang keluar dari mulut Arkan setelah memutar stir tadi.
Anne mengangguk meski ia tahu Arkan tak tahu apa yang ia lakukan, karna laki-laki tak sekalipun meliriknya sejak tadi.
Mobil itu berhenti tepat ditempat yang bertuliskan 'Metro' didepannya. Arkan hendak keluar, namun kegiatannya itu terhenti karna lima orang berseragam SMA Wijaya berdiri berada didepan mobilnya.
Laki-laki itu mendesis, tatapannya tak kalah nyalang dari lima laki-laki diluar sana.
Anne menatap mereka takut. Wajah mereka yang terlihat jauh dari kata bersahabat, ditambah balok kayu yang ditenteng oleh dua orang didepan itu membuat Anne khawatir.
"Jangan keluar." kata Arkan pada Anne, dan kini laki-laki itu melangkah keluar mobil.
Elang keluar dari dalam metro, bersama Bara, Jaya, dan empat senior mereka yang juga se-geng dengan Arkan.
Anak wijaya kini mulai berdatangan dari arah manapun. Jika dilihat sudah pasti anak Wijaya lebih unggul karna jumblah mereka banyak, namun raut ketakutan jelas tak nampak diwajah kubu Arkan.
"Mau apa lo kesini?" tanya Arkan pada laki-laki yang berdiri paling didepan diantara gerombolan itu.
Tak menjawab pertanyaan Arkan, siswa itu malah mulai mendekatinya dan langsung melayangkan tinjunya, namun dengan cepat Arkan tepis. Arkan bahkan mengunci pengerakan pria itu.
Tak tinggal diam kini anak Wijaya lainnya mulai datang untuk melawan Arkan. Dan yang Anne dapat lihat saat ini adalah pertarungan lima lawan satu.
Anne mengalihkan pandangan kedepan, dimana ada Bara dan Elang yang juga saling berkelahi dengan lawan yang tiga kali lipat lebih banyak dari keduanya. Wanita itu ketakutan sekaligus khawatir, sehebatnya Elang, Bara dan Arkan mereka juga manusia, yang bisa juga mati jika dikeroyok begini.
Tampa menunggu Anne segera menekan tombol dihandphonenya. Tujuannya adalah polisi. Tak perduli apa ia harus membuat ini berakhir, sebelum ini makin parah.
Anne menoleh pada kaca dikiri tubuhnya. Matanya melebar karna dua anak Wijaya kini mengedor-gedor pembatas antara mereka dan Anne. Tampa sengaja Anne menjatuhkan handphonenya, padahal belum sempat ia menelfon polisi.
Mobil jeep Arkan menjadi bulan-bulanan anak Wijaya. Dua laki-laki dengan gencar menghantam masing-masing kaca mobil itu dengan balok kayu, tapi untungnya tidak pecah. Namun dua orang itu tetap keukeuh untuk menghancurkan mobil yang didalamnya kini ada Anne.
"Woi keluar woi." kata laki-laki diluar jendela mobil itu, ia tahu bahwa ada perempuan didalamnya, yaitu Anne.
Suara dobrakan pada mobil itu semakin jadi, perempuan itu menutup telinga dan melindungi kepalanya dengan tangan karna takut.
"Anjing lo keluar lo, bangsat."
Sumpah serapah menguar dari mulut pada bedebah itu, yang Anne tahu itu ditujukan untuk dirinya.
