Tiga orang itu lekas pergi kedalam villa tatkala melihat bahwa lampu yang biasanya mati itu nyala. Arkan yang memegang kunci langsung menjadi yang pertama masuk kesana. Dan kini ketiganya telah melihat Caca yang berada didapur, memasak sesuatu, yang entah apa.
Perempuan itu tersenyum kearah ketiganya, Arkan, Elang dan Anne secara bergantian. Caca menaruh pisau yang barusaja dia gunakan untuk memotong jahe di pantry.
"I know you'll find me." kata Caca sembari tersenyum.
Berbeda dengan Caca, dua orang disana, Arkan dan Elang sendiri teramat tahu bahwa senyum itu palsu, hal yang selalu Caca tampilkan meski dirinya sedang sedih sekalipun. Dan mereka berdua tahu bahwa Caca tidak ingin membuat keduanya khawatir dengan fakta keluarganya, hingga kini senyuman itulah yang muncul seakan segalanya baik-baik saja.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Elang yang melewati Arkan demi memeluk tubuh perempuan itu.
"Apaan sih Lang, ada Anne tuh, ntar dia mikir yang macem-macem." ujar Caca disela-sela pelukannya.
Anne menanggapi perempuan yang memandangnya itu dengan sumringan.
Saat itu Elang masih memeluk Caca, pelukan kuat seakan tak ingin kehilangan perempuan itu lagi dari pandangannya.
"Eh iya gue bikin wedang jahe buat kalian. Udara disini kan dingin." lalu selanjutnya Caca memandang Arkan, laki-laki berwajah datar itu tak bereaksi apapun.
"Diem Ca." lirih Elang.
"Apaan sih Lang? lo ngigok gara-gara kena angin pacet." dan perempuan itu tertawa menjadi satu-satunya disana yang mengeluarkan tawa.
"DIEM CA!" sentak Elang sembari melepas pelukannya agar lebih leluasa menatap wajah perempuan itu.
Merasa tersentak kini perempuan itu menunduk, tak ingin wajahnya yang mulai sendu dilihat oleh yang lain.
"Lo gak perlu bohongin kita, terlebih diri lo sendiri. Jangan merasa sok kuat Ca, kita tahu lo lagi sedih."
Anne dan Arkan hanya menadangi adegan didepannya itu, tampa berniat mendekat atau apapun. Dilihatnya baru saja Caca menutup wajahnya sendiri dengan telapak tangan.
"Bersikap tegar gini malah ngebuat lo tertekan. Ini yang ngebuat Om Yudit ngirim lo ke london."
Isak tangis perempuan didepan Elang itu makin mengeras. Caca merasa bahwa ucapan laki-laki itu benar, dan tidak perlu ia menahan segala kesedihannya lagi, karna mereka semua pun sudah tahu.
"Lo gak perlu ketawa kalo lagi sedih Ca, bukan lo yang ngerasa tertekan, tapi gue juga, gue sedih ngeliat lo bahagia padahal hati lo nggak. Gue bingung ngasih reaksi gimana, haruskah gue ikut bahagia? i'm fuckin' confuse princess, so don't do that anymore."
Tubuh Caca kembali kepelukan Elang. Perempuan itu menangis, kini terdengar sangat jelas ditelinga tiga orang lain disana.
"Gue gak mau orang lain ngeliat gue kasihan, gue gak mau mereka tau seberapa sedihnya gue, gue gak mau keliatan menyedihkan Lang."
"Yes I know. Tapi jangan gitu ke kita, karna kita tahu."
Arkan kini bergerak mendekati dua orang itu, ia mengelus lembut surai Caca. Setelah Caca tahu laki-laki itu berada didekatnya ia segera melepas pelukannya pada Elang dan memeluk Arkan setelahnya.
"Everything will be okay." ujar Arkan sembari memeluknya dengan lembut.
Pelukan itu berlalu lama dan kini Caca melepasnya dan mendekati tempat Anne berdiri.
Dua perempuan itu saling senyum."Thanks for coming." kata Caca lalu merentangkan tangannya meminta Anne untuk memeluk.
"Kamu tahu Ca kamu gak cuman punya Elang dan Arkan. But you have me. I think that you're the lucky girl didunia tau gak." ujar Anne disela-sela pelukannya dengan Caca.