Arkan turun dari motornya, setelah Caca yang lebih dulu turun darisana. Dua orang itu mengamati rusun yang sepi itu. Berbeda dengan wajah Arkan yang biasa saja alias datar, Caca tampak bingung dengan tempat yang menjadi tujuan laki-laki itu.
"Kita kenapa kesini Kan? bukannya tadi mau bolos main ke metro."
Arkan memegang helm Caca, melepaskan benda yang bertengger dikepala perempuan itu. "Lo tunggu sini aja. Kalo ada apa-apa lo hubungin gue."
Arkan hendak pergi, namun Caca menahannya dengan melilitkan tangan dilengan Arkan.
"Yang nelfon lo tadi siapa?" raut perempuan itu berubah serius.
Arkan menyentuh puncak kepala Caca. "Lo gak perlu khawatir." lalu selanjutnya laki-laki tersenyum simpul. "Kalo sejam gue gak keluar, lo hubungin Elang, Bara, atau siapapun anak-anak dimetro yang lo kenal. Ngerti."
"Lo kenapa? kenapa gue nelfon mereka, gue gak mau." wajah Caca menjadi sendu dan khawatir yang bersamaan.
"Turutin omongan gue Ca. Oke? atau gue nganterin lo nyari taksi buat pulang."
Caca cepat-cepat mengeleng. "Ngak. Gue mau disini. Nunggu lo, sampek lo keluar."
"Ca ayo dong."
"Pokoknya gue bakalan nelfon lo, titik."
"Yaudah, tapi janji jangan pernah masuk kedalem sana?"
Caca terdiam, ia tak berniat untuk berjanji, karna ia ingin megingkari kata Arkan itu.
"Ca."
Caca mengangguk. "Aku bakal dengerin kamu kok. Aku janji gak masuk."
Selanjutnya Arkan bergegas pergi, meninggalkan Caca didepan rusun itu, sendirian. Netra perempuan itu tak lepas dari punggung Arkan yang masih berjalan menjauhinya, hingga tubuh Arkan lenyap dibalik pintu, lali membuat Caca merasa benar benar sendiri sekarang.
---
Anne menumpukan dagunya diatas punggung tangan. Matanya sesekali melirik setiap bunyi kendaraan yang melewati depan rumahnya, berharap itu adalah milik Elang yang sudah berjanji akan menjemput.
Bosan duduk dilantai halaman rumahnya kini Anne berdiri menengok jalanan dari dalam pagar. Dirasa sudah telat kini perempuan itu bergegas untuk pergi menemukan angkot yang bisa mengantarnya kesekolah. Setelah tadi melirik jam sudah menunjukan pukul setengah delapan lebih sepuluh disana, yang artinya bel pelajaran akan dimulai dalam dua puluh menit lagi.
"Dasar emang gabisa nepatin janji dia tuh." Anne mengunci pagarnya dengan asal, hidungnya kembang kempis saking gemasnya dengan Elang yang tak kunjung tiba.
"Dipermainkan aku dipermainkan."
Belum sempat ia berjalan meninggalkan pagar rumahnya, kini sebuah mobil berwarna merah milik laki-laki itu telah tiba.
Elang menurunkan jendela mobilnya. "Morning rumput merah muda." katanya sembari tersenyum.
Anne mendesah keras. "Kamu tuh, tau ini udah jam berapa?"
Elang langsung mengangkat jam dipergelangan tangannya. "Tau dong."
"Kalo tau kok jemputnya ngaret banget, kita telat tau gak Lang."
Elang hanya terkekeh menanggapi Anne yang sedang emosi, baginya Anne malah terlihat mengemaskan.
"Iya tau. Udah cepet masuk."
Tak banyak bicara lagi kini ia masuk juga kesana, karna tak ada jalan lain untuk menuju kesekolah dengan cepat selain bareng Elang.
"Jam berapa sekarang Ne?" tanya Elang yang sudah sibuk menyetir.
