prolog

1.4K 131 7
                                    


Malang, Jawa timur

Yuki mencabik-cabik diarynya menjadi bagian-bagian kecil, kemudian membantingnya disampah. Kamar yang kecil dan sempit ini menjadi saksi betapa ia muak dengan kehidupannya. Pernikahan yang sama sekali tidak akan berhasil menurutnya, meski sekuat apapun Dia bertahan.

Hidupnya berubah 180° saat Ia memutuskan menikah. Ini bukan pernikahan, tapi kesalahan paling besar selama 24 tahun hidupnya.

Jelas dia lelah, karena semua beban begitu saja diletakkan dipundaknya. Sedangkan laki-laki itu? Yah ... Laki-laki yang saat ini sedang tidur di depan tv itu, entah apa yang dilakukannya.

Kadang ingin rasanya Yuki berteriak keras-keras tepat ditelinganya, memaki, kemudian melemparkan semua barang yang ada disana ke arah wajah pemalas itu. Tapi siapa dia? Dia hanya seorang istri.

Dipejamkannya mata, hanya di kamar ini segala resah dan amarahnya meluap. Rasa terkungkung yang amat mengganggu, rasa sesak yang tidak dapat ia bohongi dan segala ketidak mampuannya me-masa bodohi hubungan ini karena terikat oleh satu kata, pernikahan.

Air matanya menetes perlahan, padahal ia berjanji tidak akan lagi menangis. Ia berjanji menjadi wanita kuat didepan almarhum Bapak, tapi hal itu ternyata benar-benar sulit.

-Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru.

Seorang pria dengan rambut gondrong bergelombang berjalan kearah badukan. Beberapa crew disekitarnya terlihat sibuk dengan job disc mereka masing-masing. Ia meraih rambutnya, mengumpulkannya kebelakang kemudian dikuncir sedemikian rupa. Matanya memicing silau terkena sinar matahari yang memang sedang terik.

Mereka baru saja turun dari Pananjakan, kemudian lanjut ke Lautan pasir, Bukit teletubis dan terakhir Kawah megah, primadona ditempat ini. My job is my hobby yang menjadi motonya, adalah salah satu alasan kenapa laki-laki ini masih belum juga lelah dan bosan meski sudah beberapa kali datang. Baginya, bromo dan gunung-gunung yang lain memiliki pesona dan daya tarik yang berbeda. Dia damai berada ditengah pasir berbisik, dia damai ditengah rumput-rumput dan bebatuan yang menyeruak angkuh, dia damai ditengah pepohonan pinus, diantara beribu macam flora dan harum belerang, meskipun sebenarnya ia lebih suka pantai.

"Nyantai, Bro?" sebuah tepukan mendarat di bahunya. Ia menoleh.

"Lagi break juga, udah makan lo, Sal?" laki-laki itu balik bertanya.

"Belom, lo?"

"Belom laper." Ia masih saja mengernyitkan mata, melawan sengatan matahari yang sudah mulai lurus dengan ubun-ubun. Marshal, sosok penuh tato didepannya tertawa renyah.

"Kita kayak homo, yah, sama-sama saling perhatian" ujar laki-laki itu diiringi tawanya.

"Hahaha, najis!"

"Jangan marah atuh, Ujang ..." Marshal merajuk, meniru gaya khas mamah si rambut gondrong.

"Mamah, Ujang kangen," teriak laki-laki gondrong itu pura-pura bergerak ingin memeluk Marshal, tapi Marshal secepat kilat mengelak.

"Anjiing ... Najis lo, Dav!" umpat Marshal dan segera pergi dari tempat duduknya sambil tertawa lebar, tak terkecuali beberapa crew yang melihat aksi mereka.

David nama pemuda itu, memang terkenal jahil dan banyak tingkah. Tapi jangan ditanya skilnya dalam bidang olah raga, dia banyak menguasai olah raga ekstreem dan tentu saja paling suka tantangan. Sikapnya yang friendly dan kocak menjadikan ia mudah dicintai. Tak heran jika The Adventure, salah satu program adventure yang paling banyak diminati kalangan muda saat ini, dengan rating yang masih tinggi meski sudah berjalan beberapa tahun mendapuknya menjadi salah satu host tetap.

"Vid, lo makan dulu. Abis ini kita lanjut ke Madakaripura." Suara Erick asc. producer padanya.

"Lo care banget sama gue, bang, sini gue peluk," lagi-lagi David usil. Erick ngakak, geli juga dipeluk sama cowok, mending dia geser aja deh daripada jadi korbannya si David.

I am here   (END)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang