"PRAAANGG!!!"Yuki menunduk dalam sambil menahan air mata. Hatinya begitu sakit, luluh lantak tak berbentuk . Andai saja dia bukan seorang istri, ingin rasanya mengambil piring kaca di dalam sampah yang beberapa detik lalu masih penuh dengan nasi kuning beserta lauknya, kemudian melemparnya kembali tepat di wajah Pram.
Laki-laki itu sama sekali tidak membantunya, hanya sibuk tidur, lalu kritik sana-sini. Seenaknya saja beberapa kali mencomot kue pesanan pelanggan, padahal hitungannya sudah pas.
Pram marah saat Yuki mengingatkan, melempar nasi kuning sisa pesanan tumpeng yang baru saja ia ambil, setelah beberapa brownies dilahap begitu saja, sambil mengumpat-umpat.
"Kalau nggak boleh dimakan, jangan taruh meja atau kulkas! Kamu taruh meja berarti bebas dimakan!" bentaknya dengan mata melotot seperti mau copot. Entah terbuat dari apa otaknya.
Nggak boleh ditaruh meja atau kulkas? Terus mau ditaruh lemari baju?? Batin Yuki semakin geram.
"Nggak kerja, nggak bantu, nggak ngasih uang, bisanya cuma marah-marah, nggak ada guna." Gerutunya dengan suara kecil, malas menimpali omongan laki-laki itu. Tapi sayangnya, sekecil apapun ucapan Yuki, Pram masih saja bisa mendengarnya. Memang telinga super, laki-laki dengan hati ter-baper di dunia, melebihi wanita pms. Telinganya peka sekali ketika sedang dibicarakan. Hebat saat menyebut, mengkritik dan menjudge kesalahan orang lain. Tapi anehnya, kesalahan, kekurangan dan ke-brengsekan diri sendiri malah tidak sadar.
"Kamu ngomong apa?? Hah!!" bentaknya sekali lagi. "Istri nggak patuh, suka mbangkang kayak kamu itu tempatnya di Neraka!" kata-kata pamungkas yang selalu ia keluarkan. Yuki hanya tersenyum kecut, diam.
Lalu dimana tempat suami yang malas bekerja, suka mencari kesalahan istri, tidak memberi nafkah dan suka mengumpat? Di surga? Batinnya.
Di sekanya keringat di dahi. Sudahlah, dari jaman perang sampai jaman berteknologi modern seperti saat ini, sama sekali tidak ada gunanya berdebat dengan manusia seperti Pram. Manusia yang besar gengsi, merasa lebih tua dan paling benar. Pada akhirnya orang lain lah yang menilai, tak perlu Yuki jelaskan.
Yuki kembali menata kuenya. Ia kembali membuat adonan, lalu menuangkannya ke dalam pappercup dan mengukusnya. Harusnya pesanan ini sudah selesai, niat hati membuat beberapa buah lagi untuk dimakan sendiri musnah sudah. Pram, sudah menghabiskan banyak kuenya hari ini, dia juga sudah melempar masakannya ke sampah, rasanya tak ada lagi alasan untuknya melakukan hal itu. Sudah cukup untuk hari ini.
*****
Senin, 09-2016
Apa kabar senin?
Seperti yang ku duga, kamu tetap sibuk dan cerah hari ini.
Aku?
Aku masih sama, terjebak dalam rumah tangga yang sama sekali tidak menentramkan ini :(Dan kamu tahu apa yang aku dapatkan?
Yaa... Tebakanmu hebat, sobekan 2cm di telapak kakiku!Aku benar-benar ingin kabur jika bisa, tapi kata-kata keramat itu mencegahku. :(
Semoga Allah memberiku kesabaran dan kekuatan.
Yuki menutup bukunya, kemudian mendekap benda itu kuat. Setelah Ibu dan Ayahnya tidak ada, hanya Tuhan dan benda itulah yang menguatkannya, membuka matanya, bahwa masih ada adik-adik yang harus ia jaga di kota asalnya sana.
Dipandanginya telapak kaki dengan plester bergambar jempol. Kakinya baru saja terkena pecahan gelas, karena Pram yang marah melempar gelas begitu saja, tepat di pintu, sekitar satu meter dari matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am here (END)✓
Hayran Kurguterlalu lelah dengan masalah dan jalan hidupnya, Yuki memilih untuk menyerah dan melepaskan Pram laki-laki yang sudah tiga tahun ini bersamanya setelah banyak rasa sakit yang ia lalui. berbekal tabungan ia nekat pergi ke semua tempat impiannya send...