12) Arti Ho Won

459 55 5
                                        

"Sadarlah Ji Eun," gumam Ji Eun pelan pada diri sendiri.

Ji Eun melempar pandangan ke luar jendela. Sudah dekat. Dia harus turun di halte depan. Ji Eun pun memencet bel, tak lama bus berhenti. Dengan segera Ji Eun turun dari pintu belakang bus yang terbuka lebar. Angin nakal langsung membelai rambutnya, seolah membujuknya untuk santai. Namun, itu tak lantas menyurutkan semangatnya. Dia benar-benar tidak boleh telat di hari pertamanya kerja. Dari jauh matanya menangkap kerumunan orang di depan restoran Daehangak tempatnya bekerja. Tidak, lebih tepatnya ke gedung depan Daehangak. Orang-orang yang di dominasi kaum hawa itu berdiri sambil mengangkat spanduk di tangannya. Bahkan salah seorang yang terlihat sebagai ketua meneriakkan sesuatu dengan lantangnya menggunakan speaker. Entahlah apa yang sedang terjadi. Ji Eun tak ambil pusing. Ia hanya menyelinap diantara mereka dan masuk ke tempatnya kerja.

"Ji Eun-ssi! Kau datang di saat yang tepat," ucap ahjumma pemilik restoran. Dia terlihat sedikit kewalahan karena pelanggan hari ini sangat banyak sementara pegawai hanya empat orang. Sepertinya ini akan menjadi hari yang melelahkan bagi Ji Eun.

"Annyeonghaseyo, ahjumma."

"Ne. Ji Eun cepat ganti bajumu."

"Ne..."

Ji Eun segera berlari ke ruang pegawai, membuka blazer sekolahnya, menaruh barang bawaannya di loker, dan memakai celemek bertuliskan Daehangak di bagian perut.

"Bawa ini ke meja nomor 4," perintah ahjumma setelah Ji Eun siap. Ji Eun pun dengan sigap mengantarkan bermangkuk-mangkuk makanan di atas nampan dengan senyum merekah di bibirnya.

***

Di lain tempat Seung Ho mulai tersadar dari tidur panjangnya. Perlahan matanya yang terasa amat sangat berat terbuka. Namun pandangannya samar, hanya bayangan-bayangan buram yang terlihat. Dia harus mengerjapkan matanya berulang kali sebelum benar-benar jelas. Seung Ho menghela napas kasar. Lagi-lagi rumah sakit. Pantas saja ia merasa udara yang ia hirup tidak seperti biasanya, terasa dingin dan menyengat. Ternyata itu berasal dari masker oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya.

"H-hyung," panggil Seung Ho lemah mencari road manager yang telah menemaninya selama lebih dari 10 tahun itu.

"Seung Ho-ssi?" Jin Ho yang asalnya duduk di sofa dengan mata terpejam langsung membelalakkan matanya.

"Apa yang terjadi?" tanya Seung Ho lagi dari balik masker oksigennya.

"Kau tadi pingsan."

Seung Ho tersenyum getir, "Lagi?"

Jin Ho mengangguk, "Sebentar hyung akan memanggil dokter Kim."

Jin Ho pun pergi meninggalkan Seung Ho sendiri. Ini sudah kesekian kalinya ia terbangun di rumah sakit setelah jatuh pingsan. Tak terhitung banyaknya. Capek sedikit pingsan, makan yang aneh sedikit muntah. Seung Ho jadi kesal sendiri dengan ketidakberdayaannya. Kenapa tubuhnya begitu lemah?!

***

"Ahjumma, aku pulang," teriak Ji Eun dari ambang pintu. Jam kerjanya telah usai dan dia bersiap untuk pulang.

"Ne, hati-hati di jalan."

Ji Eun membungkukkan badannya sebelum meninggalkan tempat kerjanya. Benar-benar hari yang melelahkan. Dia berjalan sambil meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Sekarang jam menunjukkan pukul 23.05. Untung saja Seoul dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur, sehingga meski larut malam seperti ini pun jalanan masih cukup ramai. Banyak haksaeng yang baru pulang les berkeliaran. Ditambah lagi dengan kerumunan depan Daehangak yang terlihat masih ada. Membuat Ji Eun tenang berjalan sendirian.

Golden TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang