"Mwo?! Eomma... jangan pulau Jeju, setiap tahun kita ke sana. Membosankan. Lagi pula kita sudah beli tiga tiket ke taman hiburan, masa dibiarkan hangus begitu saja?" tandas Minah pada saluran telepon.
Dia sangat serius berbicara dengan eomma-nya di seberang sana, hingga Ji Eun yang baru saja datang memilih untuk langsung duduk dan mengurungkan niatnya untuk menyapa.
"Iya, aku memang sudah bukan anak kecil lagi, tapi tetap saja aku ingin," ucap Minah. "Ne? Iya, ya sudah terserah eomma saja. Kututup tel-- Kkamjakiya!"
Minah terlonjak kaget saat melihat Ji Eun. "Ji Eun, kamu kenapa?"
Ji Eun langsung melihat pantulan wajahnya di layar ponsel. "Memang separah itu ya?"
Minah mengangguk. "Lingkaran bawah matamu sangat hitam. Kamu tidak tidur semalam?"
"Tidur, tapi hanya dua jam."
"Wae? Kamu biasanya tak pernah begadang. Ada masalah apa?"
Ji Eun diam, tidak mungkin ia mengatakan alasan matanya menghitam karena semalaman memikirkan Seung Ho. Memalukan, lebih baik alihkan pembicaraan. "Minah, apa yang ada di tanganmu itu?" tanya Ji Eun.
"Mwo? Ah, ini tiket taman hiburan dari pamanku yang bekerja di sana."
Ji Eun manggut-manggut. Dalam hati ia lega dapat menghindar dari pertanyaan Minah tadi. "Benar juga, ini sudah bulan April. Berarti kamu akan ke Jeju?"
Minah mengangguk sedih. "Ne, setiap merayakan ulang tahun pernikahan orang tuaku pasti ke Jeju. Membosankan. Padahal aku ingin ke taman hiburan."
Hal yang kamu anggap membosankan adalah hal yang kuinginkan, Minah. Berkumpul bersama keluarga, batin Ji Eun. Dia menunduk dalam diam, berusaha menyembunyikan wajahnya yang pasti tampak sendu. Seperti biasa, dia selalu menutup diri.
Selama ini Ji Eun memang selalu tertutup pada siapa pun, dia belum terbiasa membagikan kisahnya sekalipun pada Minah. Makanya Ji Eun heran, kemarin ia menceritakan semua tentang eomma-nya pada Seung Ho. Padahal selama ini ia tutup-tutupi, tapi tidak buruk juga ternyata. Terlebih Seung Ho adalah pendengar yang baik. Dia tidak menggunjing, mencemooh, atau apa pun itu seperti yang selama ini Ji Eun dapatkan dari teman-temannya. Seung Ho malah menasehatinya dengan berkata: "Seburuk apa pun ibumu, dialah yang melahirkanmu. Hidupmu akan susah jika selalu menyalahkannya." Ucapan Seung Ho membuat Ji Eun berpikir, mungkin alasan kenapa selama ini ia selalu tertimpa sial karena selalu menyalahkan ibunya. Entahlah. Jika diingat kembali kapan ya terakhir kali dia ke pemakaman ibunya? Rasanya itu sekitar tiga tahun lalu.
"Ji Eun?" Minah mengibaskan tangan ke wajah Ji Eun, membuat gadis itu kembali ke alam sadarnya.
"Hem?"
"Ini buatmu saja. Bukankah sudah sejak lama kamu ingin ke taman hiburan?" ucap Minah sambil memberikan tiga buah tiket yang sejak tadi ia pegang.
Alis Ji Eun terpaut. Antara rasa tak percaya dan senang bercampur aduk. "Buatku?"
Minah mengangguk mantap. "Iya. Anggap saja sebagai timbal balik atas tanda tangan Seung Ho yang kauberikan waktu itu."
Ji Eun tak dapat menahan rasa bahagianya, dia langsung memeluk erat Minah. "Jinjja gomawo Minah-ya."
"Sama-sama. Itu ada tiga tiket, siapa yang akan kamu ajak?"
Ji Eun melepaskan pelukannya. Benar juga, siapa yang akan diajaknya? Seung Ho? Ide bagus. Ji Eun tersenyum lalu mengeluarkan ponselnya.
Me
📮Seung Ho-ya?CG Man
📩Wae?

KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Tears
FanfictionYoo Seung Ho adalah seorang artis papan atas. Ji Eun sendiri pun tak mengerti mengapa dirinya bisa dekat dengan seseorang yang luar biasa seperti dirinya. Detak waktu terus berlalu. Hingga pada suatu saat Ji Eun menyadari akan adanya sebuah kejangga...