Ji Eun's POV
Aku percaya, segala sesuatu tidak mungkin ada tanpa alasan. Seperti halnya asap yang tak mungkin ada tanpa api, aku percaya sikap dingin Seung Ho pun pasti beralasan. Dia bukanlah tipe orang yang akan menjauh hanya karena masalah tempo hari, pasti ada alasan mengapa ia memperlakukanku begitu. Aku yakin.
Pikiranku terus berkelana tanpa arah sejak merebahkan diri di atas kasur—setibanya di rumah beberapa jam lalu. Jujur, perilaku dingin Seung Ho membuat setitik luka di hati. Namun, perasaan khawatir yang sejak tadi terus berkecamuk mampu meluruhkan luka itu. Nyaris seminggu aku tak bertemu dengannya dan hanya dalam kurun waktu tersebut Seung Ho terlihat banyak berubah. Selain sikap hangatnya yang entah pergi ke mana, badannya pun terlihat jauh lebih kurus di banding sebelumnya. Sepanjang acara fansign dia terus terbatuk-batuk, sesekali terlihat pula menyeka keringat—padahal berada di ruangan ber-AC. Sebenarnya dia sakit apa? Aku sampai sulit tidur karena terlalu mengkhawatirkannya.
Wussh
Semilir angin malam yang berembus membawaku ke alam sadar. Dingin sekali malam ini dan bodohnya aku lupa menutup pintu yang menuju ke balkon kamarku. Sambil memeluk diri sendiri aku berjalan berniat menutup pintu yang terbuat dari kaca itu, namun sesuatu sukses membuat perhatianku teralihkan. Terlihat dari tempatku berdiri ada seseorang di luar sana tengah menengadah menatap lurus padaku. Dia berdiri di bawah bayangan pohon rindang yang tumbuh di halaman rumahku, ketika angin menghembus secercah cahaya dari lampu jalan menerangi wajahnya.
Orang itu Seung Ho.
Aku mengerjapkan mata berulang kali, berharap penglihatanku tak salah. Benar, caranya dia memandangku, caranya ia berdiri, aku yakin dia Seung Ho. Dengan langkah agak limbung aku berlari menuju lantai dasar, berlari sekencang kubisa untuk mengejarnya.
Langkahnya seketika berhenti kala aku menyerukan namanya, "Seung Ho!"
Seung Ho terdiam.
"Seung Ho kita perlu bicara," ucapku pelan sedikit memohon.
Seung Ho membalikkan tubuhnya. Dia melemparkan seulas senyum padaku dengan mata sendunya—sebuah senyum yang terlihat sangat dipaksakan. Sejenak kami hanya saling bertukar pandang tanpa sepatah kata pun. Dari tatapan matanya aku tahu dia merasakan hal yang sama denganku. Tanpa perlu dia mengatakannya pun aku tahu hal itu—bahwa kami saling merindu.
Pelan dia berjalan ke tempatku berdiri. Melepas jaket coat cokelat sepanjang lututnya lalu memakaikannya padaku sambil berkata, "Di luar sangat dingin jangan sampai kamu sakit."
Aku memegang jaket yang baru saja Seung Ho berikan. "Bukankah kamu yang sedang sakit? Kamu terlihat sangat kurus sekarang," terkaku sarat akan kekhawatiran.
Seung Ho tak mengiyakan juga tak menyanggah, dia hanya tersenyum sedih. "Maaf tadi aku memperlakukanmu begitu. Maaf aku tak membalas pesanmu. Maaf karena menghilang begitu saja."
Dia menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya, "Awalnya aku berpikir aku bisa melepasmu, tapi ternyata aku salah. Kamu terlalu berarti untuk aku lepas begitu saja. Aku merasa pecundang karena membiarkanmu menyatakan perasaan duluan. Aku merasa gagal menjadi seorang lelaki." Seung Ho tersenyum miris. "Meski mungkin ini tindakan egois, Ji Eun maukah kamu menjadi pacarku?"
Aku mengerjap tak percaya. Rasanya ada bunga yang bermekaran di dalam diriku. Mendengar kata-kata itu dari bibirnya membuatku melayang. Aku mengangguk mantap sedang bibir menampilkan sebaris senyum.
Seung Ho membalas senyumanku. Ah, senyumannya benar-benar hangat, aku merindukan senyumnya yang seperti ini. "Emm... ada tempat yang ingin kamu datangi tidak?" tanyanya.
Masih dengan senyum terbingkai aku berkata, "Wae?"
"Kita rayakan hubungan kita dan... ada sesuatu yang akan kukatakan."
"Emm... Kalau begitu ayo kita ke Namsan Seoul Tower," ucapku. Satu-satu keinginanku yang tak pernah tercapai karena sibuk kerja sepertinya akan terpenuhi semua.
"Aku akan menjemputmu.."
"Kapan?"
Seung Ho tampak berpikir sejenak. "Emm... sepertinya lusa. Besok aku harus syuting, lusa baru kosong, gwenchana?"
Aku tersenyum. "Gwenchana, aku bisa kapan pun juga."
Seung Ho tersenyum lalu tanpa aba-aba ia mendekatkan wajahnya dan detik berikutnya kurasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku. Mataku membulat sempurna, sedang dia yang kini mengecup pelan bibirku penuh kasih memejamkan matanya. "Lusa aku jemput, berdandanlah yang cantik. Jalja, nae kkum kkweo," ucapnya melepas pagutan setelahnya ia berlalu pergi.
Aku berdiri mematung sambil memegang bibirku. Aku menyukaimu, aku sangat menyukaimu Seung Ho.
Bersambung...
-------------------------------------
Jalja, nae kkum kkweo = Selamat malam, mimpikan aku.
Vote dan komen jangan lupa. Satu lagi, chapter selanjutnya aku private, jadi silakan follow dulu sebelum membaca.
Papay
[2 Desember 2017]
![](https://img.wattpad.com/cover/82136375-288-k556130.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Tears
FanfictionYoo Seung Ho adalah seorang artis papan atas. Ji Eun sendiri pun tak mengerti mengapa dirinya bisa dekat dengan seseorang yang luar biasa seperti dirinya. Detak waktu terus berlalu. Hingga pada suatu saat Ji Eun menyadari akan adanya sebuah kejangga...