Aku membelalakkan mata, mulutku pun terbuka lebar. Barusan dia bilang apa?
"Karena kau tubuhku yang berharga ini melewatkan sarapan," tambah Seung Ho yang membuatku semakin gagal paham. Apa mungkin yang orang-orang katakan itu benar? Bahwa lapar bisa mengubah orang?
"Camkkan! Kenapa. Harus. Aku?"
"Kenapa harus kamu? Pertama, sarapan merupakan sumber energi untuk beraktivitas seharian dan aku melewatkan itu karena aku membantumu. Kedua, aku ingin merasakan makan bersama orang biasa sepertimu," jelas Seung Ho bersungguh-sungguh.
"Masalah di mini market aku tidak pernah memintamu untuk membantuku, kan?"
"Memang."
"Berarti nggak ada alasan buatku untuk makan bersamamu. Kalau begitu orang biasa ini undur diri. Sampai jumpa," ucapku berniat untuk turun dari mobil.
Namun belum sempat aku membuka pintu mobil, dia mencekal pundakku dan membuatku duduk kembali di tempat. "Aish! Aku sibuk. Cari orang lain saja," tolakku mentah-mentah.
"Woah! Aku tidak percaya ini. Seharusnya kau bersyukur karena bisa makan dengan seorang akto--" ucap Seung Ho tercekal, dia bertingkah seolah dia baru saja akan mengatakan hal yang tidak seharusnya dikatakan.
"Akto?" Aku mengernyitkan dahi.
"Lupakan itu."
"Heol. Apapun itu aku menolak."
"Kau boleh makan apa saja."
"Tidak tertarik."
"Aku yang traktir."
"Tidak, terima kasih."
"Temani aku makan dan kuanggap hutangmu lunas."
"Call," ucapku langsung menyetujui penawarannya. Hutangku lunas? Setuju. Hanya makan bersamanya? Gampang bukan hal yang sulit.
"Okey, sepakat."
Aku tersenyum kemenangan. Aku menghemat uang yang seharusnya kubayar untuk mengganti rugi padanya dan terlebih lagi aku dapat makan gratis. Mana mungkin aku menolaknya, kan?
"Kau ingin makan apa?"
"Bagaimana kalau jajangmyeon? Ada restoran di sekitar Itaewon yang menjual jajangmyeon."
"Apa mungkin itu restoran Daehangak?"
"Oh? Bagaimana kau tahu itu?"
Seung Ho tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya terseyum menanggapinya.
"Daehangak? Bukankah itu di depan gedung agens-" ucap lelaki yang duduk dibalik kemudi mobil pada Seung Ho. Namun ucapannya terhenti saat Seung Ho menatapnya dengan tatapan penuh arti.
Hem aku mencium banyak hal yang mencurigakan, batinku.
"Hyung ke Itaewon," ucap Seung Ho lebih ke perintah pada lelaki yang sepertinya supir pribadinya itu. Entahlah. Mobil pun melaju.
.
.
.
.
.Disinilah aku sekarang. Duduk terdiam sambil menatap heran pemuda aneh yang duduk tepat disampingku ini.
"Apa harus kau menggunakan itu?" bisikku di telinga Seung Ho merujuk pada topi snapback hitam dan masker hitam yang dipakainya. Dia hanya menyisakan kedua matanya.
"Harus. Jika aku tidak memakainya akan menarik perhatian," jelas Seung Ho dengan suara yang teredam akibat masker yang nenutupi mulut dan hidungnya itu.
"Justru karena kau memakainya semua orang menatap ke arah kita sekarang," bisikku sanbil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Benar saja. Semua mata di restoran ini menatap ke arah kami sambil berbisik-bisik. Memang penampilannya ini sangat menarik perhatian.
"Ini pesanan Anda," ucap seorang pelayan perempuan sambil menghidangkan makanan.
"Emmm... Aku tidak memesan ini," ucap Seung Ho menunjuk beberapa porsi makanan yang dihidangkan.
"Ini gratis," ucap pelayan itu sambil menebar senyuman di wajahnya. "A-a-aku fans-mu Seung Ho oppa kau jauh lebih tampan jika dilihat langsung.
"Kamsahamnida." Seung Ho menundukkan kepalanya sedikit tanda hormat.
"Seung Ho oppa? Dia bahkan tahu namanya?" batinku.
"Apa boleh aku minta tanda tanganmu?" Pelayan itu mengeluarkan sebuah buku dan pena. Seung Ho pun menandatanganinya. "Gomawo opaa~" Dia pun pergi dengan senyum merekah.
"Ngg... Seung Ho-ssi? Kau cukup populer ya," ucapku.
"Tidak."
"Tapi sepertinya semua orang memerhatikanmu."
"Tentu saja. Asal kau tahu aku ini bukan cukup tapi sangat populer."
"Apa kau ulzzang?"
"Ya... Kau bisa anggap begitu."
Aku mengangguk-anggukkan kepala pelan. "Ohh.. Pantas saja."
"Ji Eun-ssi?"
"Lho? Kau tahu namaku?"
"Tentu saja. Kau menulis 'Lee Ji Eun' di ponselku saat kita bertukar nomor telepon, kan?"
"Ah, benar. Aku lupa."
"Ji Eun-ssi. Coba jawab dengan jujur. Apa kau benar tidak mengenaliku atau kau hanya berpura-pura tidak mengenaliku?"
"Ne?" Dahiku berkerut, alisku pun bertaut.
"Apa kau tidak merasa pernah melihatku di suatu tempat gitu?"
"Hah? Apa yang kau bicarakan?"
"Iya... Apa saat melihatku kau tidak merasa aku familiar?"
"Tidak. Apa kita pernah bertemu memang sebelumnya? Seingatku aku baru bertemu denganmu tadi pagi di mini market."
"Iya kau benar. Kita memang baru bertemu tadi pagi," ucap dia yang kurasa sambil tersenyum dibalik maskernya itu, "Dan aku sudah tertarik padamu di pertemuan kita yang singkat ini."
Dia mengambil semangkuk jajangmyeon dihadapannya. Lalu memberikannya padaku setelah ia mengaduknya dengan sumpit. "Meogeo!" ucap Seung Ho menyuruhku untuk makan.
"Gomawo," ucapku sambil tersenyum. Slurp! Tanpa banyak berbasa-basi aku memakan jajangmyeon dari mangkuk yang ia berikan itu dengan lahap. Dia orang baik.
"Hya! Bukankah itu Yoo Seung Ho?" ucap seorang gadis yang duduk di dekat kami tiba-tiba.
"Mwo? Benar itu Yoo Seung Ho. Ayo kita minta tanda tangannya," sahut gadis berkuncir disampingnya.
"Camkkan. Siapa gadis disampingnya?"
"Apa itu pacarnya?"
"Seolma! Tidak cocok sama sekali!"
Uhuk! Uhuk! Aku memukul dadaku pelan. Ucapan gadis itu membuatku tersedak. Aku pacar Seung Ho-ssi? Heol. Siapa juga yang mau menjadi pacarnya?
"Gwenchana?" ucap Seung Ho khawatir sambil mengasongkan segelas air padaku, aku pun menegaknya.
"A-ah. Aku baik-baik saja."
Seung Ho mendekatkan wajahnya padaku sambil menatap kedua manik mataku dalam. Kita saling bertatapan. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan. Membuat jantungku berdetak tak menentu.
"A-apa yang kau lakukan?" Dia semakin mendekatkan wajahnya padaku. Menipiskan jarak di antara kita. D-dia mau menciumku?
Bersambung...
----------------------------------------------
Tetap vomment ya😘
[30 Juni 2017]

KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Tears
FanficYoo Seung Ho adalah seorang artis papan atas. Ji Eun sendiri pun tak mengerti mengapa dirinya bisa dekat dengan seseorang yang luar biasa seperti dirinya. Detak waktu terus berlalu. Hingga pada suatu saat Ji Eun menyadari akan adanya sebuah kejangga...