15) Lembaran Mei

408 48 2
                                        

Lagi-lagi hening. Ji Eun dan Seung Ho saling berpandangan tanpa mengatakan apapun. Ji Eun kaget mendengar keseriusan Seung Ho. Dia tak yakin bisa berteman dengannya. Bukan karena Ji Eun benci atau apa, hanya saja melihat wajah Seung Ho membuat ingatan 'buruk' terkait eomma-nya terlintas dalam pikirannya. Entah apa alasannya, mungkin karena Seung Ho yang juga seorang artis jadi banyak kesamaan diantara mereka.

"Ngomong-ngomong mana spidolnya?"

"Spidol?"

"Iya. Aku harus menggunakan sesuatu bukan untuk menandatangani itu semua?" Seung Ho menunjuk barang-barang di tangan Ji Eun menggunakan dagunya.

"Benar juga, aku tak memikirkannya." Ji Eun menyengir, "Sebentar akan kuambilkan."

"Harus spidol permanen."

"Spidol permanen?"

Seung Ho mengangguk, "Iya."

"Harus banget yang permanen?"

"Tentu saja."

Ji Eun menghela napas kasar, "Aku tidak punya. Kalau begitu sebentar aku akan membelinya di mini market."

"Tidak usah. Di rumahku banyak."

"Lantas aku harus ke rumahmu?"

Seung Ho mengangguk.

"Kau bercanda?" Ji Eun mengernyitkan dahinya. Entah apa yang ada dipikiran Seung Ho, Ji Eun benar-benar tak mengerti.

"Tidak, aku serius."

"Merepotkan. Masa aku harus ke rumahmu hanya demi spidol?"

"Terserah kau. Kalau kau tidak mau aku akan pulang saja." Seung Ho bangkit dari duduknya.

A-andwae!" cegah Ji Eun. Dia harus mendapatkan tanda tangannya. "Baiklah. Rumahmu tak jauh, kan?"

Seung Ho tersenyum. Pada akhirnya semua akan berjalan sesuai kemauannya. Meski Ji Eun terkesan dingin, gadis itu ternyata mempunyai pola pikir sederhana yang sangat gampang dibaca olehnya. Ji Eun memang hiburan terbaik.

***

Disinilah mereka sekarang, berdiri terdiam di depan gedung mewah yang menjulang tinggi ke langit. Seung Ho sedikit waswas, takut kalau-kalau ada wartawan atau paparazi yang menunggunya di sana. Apakah apartemennya aman? Bisa kacau kalau beredar kabar miring mengenai dirinya yang membawa seorang gadis masuk ke apartemennya di kala ia tengah disorot dimana-mana.

Drrt! Seung Ho merasakan ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Ia pun merogoh saku jaketnya dan mengambil benda berbentuk segi empat itu.

Jin Ho Hyung
📩 Kau bisa pulang, tak ada seorang wartawan pun di sana. Aku harus pergi ke perusahaan. Jangan lupa minum obatmu!💊

Seung Ho mengehembuskan napas lega. Mereka pun masuk melalui pintu belakang gedung. Apartemen ini desainnya sangat modern dan penjagaannya benar-benar ketat. Penjaga berjas hitam dan CCTV ada dimana-mana. Bahkan saat mereka mau masuk ke dalam lift saja harus menggunakan keycard terlebih dahulu.

Setelah sampai di lantai teratas, Seung Ho menggunakan keycard-nya lagi untuk membuka pintu kamar. Kamar 2065. Kamar yang paling besar dan paling mahal tentunya. Di saat yang lain terdapat sekitar 20 kamar per satu lantai, di lantai teratas ini hanya ada 2 kamar. Namun, fasilitas yang diberikan pun tak tanggung-tanggung. Kamar yang mungkin lebih tepatnya disebut penthouse ini dilengkapi dua kamar tidur utama, ruang tamu, sebuah ruang makan dan dapur luas lengkap dengan peralatan makan dan memasak, taman, sebuah balkon pribadi, jacuzzi, kolam renang, bahkan ada mini bar segala. Ji Eun pun sampai melongo tak percaya, dia tak menyangka di gedung yang biasa ia lihat dari kejauhan ini memiliki ruangan super megah begini.

Golden TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang