Mall

377 42 2
                                    


"Ganteng ya, sil?"

Silver menoleh, ia menemukan temannya yang tengah menggulung mie dengan garpunya.

"Sejak kapan disini?"

"Sejak indomie gue mateng." Jawab Layla dengan santai.

Silver tak menggubris, ia kembali pada fokusnya. Namun sayang, Asa sudah hilang. Silver mendesah, ia bersumpah bahwa dirinya masih rindu dengan sosok itu.

"Kangen Asa ya, Sil?"

Sial, kenapa harus sejelas itu Layla menjabarkannya.

"Biasa aja, Lo kali yang kangen!"

"Biasa aja tapi ngeblushing gitu? Biasa aja tapi liat orangnya sampe menjiwai gitu?"

Skak, Silver tak berkutik.

"Asa mantan gue. Tapi kok kayaknya yang gamon sama dia itu lo ya, Sil?" Serangan kedua Layla, diakhiri dengan derai tawa.

Silver mendengus tak suka, "Bacot lo, Lay!" Ucapnya setengah teriak. Ia membenarkan letak kacamatanya yang sedikit merosot. Alih-alih menyeruput ice lemon tea nya, Silver malah merasakan HP-nya bergetar. Ada penelepon yang berasal dari nomor asing.

"Angkat kenapa sih, berisik tau!"

Bukannya menjawab panggilan suara tersebut, Silver malah menekan tombol reject.

"Fans iseng lagi ya, Sil?"

Silver mengangguk. Ia membuka casing HP-nya lalu tanpa ragu ia mencabut simcardnya lalu membuang benda super kecil itu ke tanah. Hal ini sudah biasa bagi Silver. Sebelumnya, ia hanya aktris yang biasa ber-akting didepan kamera dan eksis dilayar kaca. Sehebat apapun prestasinya sebagai public figure, hal yang tak bisa Silver pikirkan adalah seberapa cerdik seorang fans yang bisa mengetahui segala hal tentang idolanya termasuk yang bersifat privasi. Sesuatu yang Silver benci dari profesinya.

"Gila ya, Fans itu setara sama FBI kalo soal stalking idolanya. Yaa, meskipun gue juga fanatik sama oppa oppa korea sih. Gue gak bisa bayangin jadi lo, Sil." Layla tahu itu. Entah apa yang bisa membuatnya menjadi teman baik seorang artis seperti Silver.

"Ini mungkin yang terakhir, Lay."

"Maksud lo?"

"Lo buta ya? Apa lo gak ngerasa gue udah bukan artis lagi? Liat penampilan gue. Liat, Lay!!"

Silver mengguncang bahu orang disampingnya. Membuat Layla hampir tersedak, bahkan mie-nya masih menggantung di mulutnya. Meskipun begitu, Layla tetap menatap sahabatnya dengan rinci. Ia terbelalak saat menyadari─

"Sejak kapan lo punya jerawat?"

Silver tersenyum lebar. Seolah ia bangga dengan jerawatnya sendiri.

"Sejak gue, Silver Wizardry, memutuskan hengkang dari dunia perfilm-an." Jawabnya menanggapi pertanyaan Layla dengan mantap.

Layla mengernyitkan dahinya, bingung, bahkan alis tebalnya hampir menyatu, "Lo jerawatan bukan berarti lo berhenti jadi artis kan, Sil?" Buru-buru Layla menelan mie yang ada di dalam mulutnya. Kini gadis itu fokus mendengarkan Silver bercerita.

"No, bukan karna jerawat gue berhenti jadi artis. Tapi karna gue berhenti jadi artis, so, gue bebas buat jerawatan."

"Lo sakit jiwa ya, Sil?"

"Gue gak perlu lagi perawatan rutin sana-sini. Gue gak perlu lagi diet segala macem. Gak perlu lagi begadang hafalin naskah. Dan yang paling penting! Gue gak bakal punya fans fanatik lagi! Oh God, lo gak tau gimana bahagianya gue."

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang