Setelah sempat agak pesimis kemarin, Silver tak menyangka akan secepat ini mengetahui rumah Asa. Takdir seperti berpihak padanya. Silver mengulum senyum mengamati ruangan ruangan yang tak terlalu banyak di skat. Matanya menelanjangi seluruh isi rumah yang ada didalamnya. Selain nyaman, pemiihan warna cat yang kalem membuat rumah minimalis itu terasa sejuk.
"Sepi rumah lo, enak."
"Berarti rumah lo rame ya, Sil?"
"Iya, rame sama suara cempreng ibu gue, banyak maid juga. gak enak."
Asa menggumam menanggapinya. Ia sudah mengganti seragamnya dengan kaus putih polos yang sedikit longgar dipadu jeans hitam sebagai bawahan. Tampan yang sederhana.
"ibu gue gak pernah bersuara."
"Pendiam?"
"Haha, iya pendiam."
"Oh iya, lo udah sembuh? tadi kan lo lemes banget"
"Emang gue sakit apa?"
"Eh? kan jantung?"
"Iya. jadi, sembuhnya cuma kalo dapat jantung baru."
Silver menggigit bibir bawahnya. Matanya mengerjap lucu seperti boneka. Baru sadar bahwa mulutnya salah bertanya. Berbicara banyak dengan Asa selalu berhasil membuat dirinya salah tingkah. Entah bagaimana, suara Asa saat berbicara bisa sangat khas dengan caranya sendiri.
"Sorry, Sa."
"Santai, Cuma ngasih tau gue tuh."
"Iya, gue mau pamit."
Keduanya berjalan menuju luar gerbang rumah Asa. Silver menghentikan langkahnya karena mengira lelaki itu cukup mengantarnya sampai sini saja. Sebelum ia melihat Asa menutup gerbang dari luar.
"Kok lo gak masuk lagi, Sa?"
"Mau antar lo sampai rumah, lah."
"Eh gak usah, kan deket."
"Karna deket, makanya gue anterin."
"Serius deh gue gak mau dianterin!"
"Gue nya mau, gimana dong?"
Silver berdecak, ia melanjutkan jalannya menuju rumah megahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Asa. Dan, lelaki itu benar-benar mengantarnya sampai depan gerbang besar rumahnya.
"Ini rumah gue, Sa."
"Iya.."
"Lo ngapain?"
Asa tersenyum kaku saat kedapatan sedang memotret sesuatu, entah apa. Silver tak terlalu ambil pusing untuk itu.
"Thanks ya, Sil. Kalo gak ada lo, kayaknya gue tadi bakal ngerepotin temen-temen gue."
"Enggak, gue yang harusnya terimakasih karena udah anterin gue sampe rumah tanpa nyasar. Lo mau mampir dulu?"
"Next time, deh. Gue langsung ya, See you!"
Senyum teduh milik Silver mengiringi langkah kaki lelaki itu yang semakin lama menjauh dan menghilang ditikungan jalan komplek yang sedikit gelap, karena mendung telah menggantung di atas kepala Silver, tanda alam akan menangis lagi.
"Makin ganteng aja, dulu perasaan wajahnya masih imut-imut baby face gitu, he he he."
"Siapa?"
"Kak Asa"
Silver tahu, sedari awal Nadine memang diam dibelakang gerbang, sengaja tidak langsung membukakan gerbangnya untuk melihat interaksi Kakaknya dengan Asa.
![](https://img.wattpad.com/cover/120572569-288-k576309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
Teen FictionAsa Rapuh seperti Balon yang dikelilingi jarum. Harus berhati-hati saat bersamanya, sekali salah melangkah ia bisa hancur. Sedangkan Silver bagaikan jarum ditumpukan jerami. Jika kamu jatuh hati padanya, bersiaplah untuk terluka. Lalu, Apa yang kamu...