Seperti remaja pada umumnya, Luca bisa merasakan galau. Kejadian Lucy dan Asa yang saling memeluk masih melekat di ingatannya, dan membuat dadanya terbakar api cemburu. Sebenarnya tidak ada yang salah, Luca hanya mengalami cemburu buta karena tak tahu situasi seperti apa yang membuat Lucy dan Asa menjadi seperti itu, namun keadaan Nagisa yang pagi tadi baru saja mencurahkan isi hatinya kepada Luca seolah bukan seperti kebetulan. Dan keadaan itu membuat Luca terdampar di kamar bernuansa hitam milik Willis. Dengan snack berlimpah dan beberapa kaleng soda mungkin bisa menggambarkan kekacauan hati Luca... dan Willis.
"Luc, minum soda segalon juga percuma kali, Lo ga bakal jadi mabok. Kalo mau ke club sekalian!"
Luca mendelik ke arah temannya, ia memang sedang galau tapi Luca tak pernah menjadi barbar. Mungkin Willis memang sudah biasa dengan gaya hidup seperti itu di Amerika. Dan menurut seorang nerd semacam Luca, hal yang seperti itu tak perlu di terapkan juga di Indonesia.
"Gua bukan pengen mabok, Wil. Gua cuma ga habis pikir, Dia baru putus sama Nagisa ya kali langsung banting stir ke cewe Gua?"
"Lo pikir Asa orang kayak gitu?" Balas Willis tak terima.
Luca menarik nafasnya dalam, wajahnya tampak frustasi, "Lo pikir Asa bukan orang kayak gitu?"
Willis terdiam, di lain sisi ia ingin membela Asa didepan Luca dan menyadarkan Luca bahwa Asa adalah teman terbaik mereka berdua, lagipula Willis dan Luca juga dipertemukan oleh adanyaAsa. Tapi di sisi lain Willis juga masih mengingat wajah basah Silver yang menangis karena melihat hal yang sama seperti Luca. Dan Willis tidak sebegitu bodohnya untuk tidak mengetahui bahwa itu adalah air mata cemburu. Cemburu yang sama seperti yang Nagisa rasakan.
"Besok disekolah, kita omongin dulu baik baik sama itu anak. Lo juga gak boleh sengene nyalahin dia, Luc. Terus nih Lo pikir ya, Lo berduaan sama Nagisa juga udah salah dariawal kan?"
"Males Gua ngomong sama dia, Wil."
"Solidaritas Lo cuma sampe masalah cewek? Lemah Lo, nyet!"
Meskipun Willis juga salah satu pihak yang tersakiti disini, tapi Willis sadar jika dia mengiyakan segala yang dikatakan Luca maka tidak akan ada penengah yang dapat menjernihkan suasana. Lagipula slogan mereka bertiga adalah; "persaudaraan kita tidak akan bisa dihancurkan oleh apapun, bahkan perempuan sekalipun." Meskipun kadang Willis menambahkan; "Kecuali kalo Gua kalah main PES" atau Luca; "Kecuali kalo Willis pindah ke Amrik." Sedangkan Asa; "Kecuali kalo Tuhan ngambil salah satu dari kita." Sesudah mengatakan itu, mereka langsung tertawa bodoh, kalo kayak gitu, apanya yang tidak bisa dihancurkan oleh apapun?
¤ ¤ ¤
Disana Silver sendirian, masih memakai seragam putih abunya. Di lantai dua sebuah cafe yang menyediakan beraneka ragam jenis kopi, namun dari banyaknya list menu dengan nama-nama kopi yang membingungkan, Silver malah berpaling memesan segelas Ice Chocolate Caramel yang baru saja datang, diantar oleh pelayan yang ramah dan selalu tersenyum hanya demi servis yang memuaskan pelanggan. Kadang Silver berfikir, apakah sampai akhir manusia tidak akan pernah bisa tersenyum tulus tanpa ikatan karir yang menuntut? Itulah yang Silver rasakan sekarang, ia tidak tersenyum dan ia menikmatinya. Bertahun-tahun tertuntut untuk selalu bahagia demi dipandang baik masyarakat, Silver justru merasakan sebaliknya. Karena dulu, ketika pulang kerumah, ia akan tersadar; bahwa kebahagiaannya hanya tertinggal dilayar kaca.
"Hai."
Silver memang tidak benar-benar sendirian, ia hanya sedang menunggu janji dengan seseorang yang baru saja datang lalu menyapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
Teen FictionAsa Rapuh seperti Balon yang dikelilingi jarum. Harus berhati-hati saat bersamanya, sekali salah melangkah ia bisa hancur. Sedangkan Silver bagaikan jarum ditumpukan jerami. Jika kamu jatuh hati padanya, bersiaplah untuk terluka. Lalu, Apa yang kamu...