Di siang bolong yang seharusnya terang oleh paparan sinar matahari, justru awan abu-abu malah menutupi seluruh langit Kota Bandung, tak memberi celah sedikitpun untuk matahari berlenggok dengan sinarnya sehingga matahari menjadi sedih dan menangis, membuat semua orang harus berteman dengan yang namanya payung.
Tidak terkecuali Asa yang saat ini sedang berdiri didepan pintu kaca sambil melipat payungnya penjadi setengah ukuran dan dimasukannya kedalam ransel biru andalannya, lantas running shoesnya melangkah memasuki ruangan besar yang dipenuhi bermacam-macam benda. Melihat sekelilingnya sebentar, tak lama Asa menutup mata dilanjut memijit keningnya yang terasa sakit dan berputar. Alih alih mencari tempat untuk duduk, ia malah menemukan seorang anak lelaki yang sedang meringkuk sambil menangis, wajah putihnya menyaratkan kebingungan dan ketakutan. Jika disidik-sidik umur anak itu kisaran lima sampai enam tahun dan baru menduduki bangku taman kanak-kanak. Melihat hal itu, Asa berjongkok untuk menyamai posisi si anak dan mencoba berinteraksi dengan baik.
"Hei, kamu kenapa?" Ujarnya pelan, namun mampu membuat anak itu berjengkit kaget dan mata bulatnya menatap Asa dengan was-was. Ia tak membuka bibir mungilnya dan kembali terisak seperti semula.
"Gapapa, Aku bukan orang jahat. Kamu kenapa nangis?" Kembali Asa mencoba dengan suara lebih lembut dan pelan dari sebelumnya, kali ini ia sambil mengusap rambut anak itu yang sama lembut dengan kapas.
Namun anak itu masih meringkuk, meskipun tangisnya sudah sedikit mereda. Asa beberapa kali mencoba bertanya-tanya pada anak itu ataupun membisikan telinga anak itu dengan kata-kata menenangkan. Namun anak itu masih tak mau membuka bibirnya untuk menjawab satupun ucapannya. Lama kelamaan Asa merasa frustasi dan memutar otak. Akhirnya yang Asa lakukan adalah menggendong anak itu tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Mengingat sejak awal, anak itu tak menolak jika disentuh, hanya tak mau berbicara saja.
Asa melihat sekelilingnya, siapa tau ia menemukan sosok wanita yang terlihat panik mencari anaknya yang hilang atau setidaknya menemukan post informasi untuk melaporkan bahwa ada seorang anak yang terpisah dari ibunya. Tapi yang ia dapatkan hanyalah orang-orang yang berlalu lalang dengan tenang mendorong troli dan melihat barang-barang yang ada untuk dimasukan ke dalam keranjang. Sesekali Asa melirik anak misterius yang digendongan nya saat ini. Anak itu tenang, sudah tidak menangis, hanya menyisakan isakan kecil saja. Merasa lelah, Asa kembali ke tujuan awalnya; mencari tempat duduk.
"Aku juga pernah hilang di supermarket pas masih sekecil kamu. Rasanya kayak mau mati, terlalu banyak orang, sesak, pusing, aku cuma bisa nangis, gak bisa jawab apa-apa setiap ada orang yang nanya aku kenapa, karna suara aku udah habis dipake nangis. Dan akhirnya gak ada orang yang mau nanya ke aku lagi, mereka nyerah bahkan sebelum mereka mau inisiatif nyari bunda aku."
" Hampir dua jam aku nangis, akhirnya aku kecapean terus pingsan. Pas aku bangun, aku udah ada dikamar, bunda ada disamping sambil meluk aku. Setelah aku buka mata, aku nangis lagi karna aku kira itu mimpi buruk. Padahal aku gak tau kalau bunda temuin aku pas aku udah pingsan..."
Asa tersenyum kecil menceritakan kisah masa kecilnya. Dulu, ketakutan terbesarnya adalah terpisah dari sang bunda. Sedangkan sekarang, yang Asa takutkan adalah meninggalkan bundanya lebih dulu. Lepas dari cerita masa kecilnya, tak ia duga anak digendongannya sudah membuka mata, sekarang mata mereka beradu. Asa tersenyum lebar, dan anak itu masih bertahan dengan wajah sedihnya. Akhirnya bibir itu terbuka sedikit, Asa bisa melihat gigi putih kelinci yang sangat lucu, cocok dengan bibirnya yang sangat tipis.
"Apa?" Asa mendekatkan telinganya ke arah bibir anak itu, karena suara anak itu sangat pelan dan serak.
"Bunda..."
"Ah, iya. Nanti kita cari Bunda kamu. Sekarang Aku mau beli minum dulu, kamu mau?"
Anak itu mengangguk pelan, sedangkan Asa mengulum senyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/120572569-288-k576309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent
Novela JuvenilAsa Rapuh seperti Balon yang dikelilingi jarum. Harus berhati-hati saat bersamanya, sekali salah melangkah ia bisa hancur. Sedangkan Silver bagaikan jarum ditumpukan jerami. Jika kamu jatuh hati padanya, bersiaplah untuk terluka. Lalu, Apa yang kamu...