"Rupanya, perasaan tak lantas berubah karena berpisah"

40 1 0
                                    

"perpisahan itu ibarat daun kering yang terlepas dari tangkai, seberapa kuatpun kau mencoba bertahan. Jika sudah sampai akhirnya jatuh, maka akan jatuh juga"

Kenapa awal bab didalam tulisan ini berjudul perpisahan, karna jelas akupun menulis ini saat kita sudah benar-benar berpisah. Tanpa kabar, tanpa komunikasi, dan tanpa pertemuan. Walau tak bisa kita ingkari, kita tetap melihat dari jauh satu sama lainnya. Mengawasi tanpa ada niat untuk kembali mengawali.

Bukankah lucu saat seharusnya kita tak lagi melihat apapun tentang satu sama lain untuk kemudian melupakan, kita atau lebih tepatnya aku malah dengan egois tetap melihatmu, dan jelas kamu tau itu.

Perpisahan, , , , kata yang sejatinya tak pernah diinginkan oleh siapapun manusia didunia. Tentu saja, termasuk aku didalamnya. Aku tak pernah ingin berpisah dari ummiku misalnya, atau abahku -yang dalam hal ini kamupun tau aku sudah tak lagi tinggal dengannya-, dan juga berpisah dari kamu. Tapi, bagaimanapun tak inginnnya manusia untuk berpisah diantara satu dan yang lainnya. Perpisahan tetap akan terjadi dengan berbagai macam alasan didalamnya.

Perpisahan diantara kita.... sampai saat ini tak pernah aku ataupun kamu mengerti kenapa. Apakah karena kita yang telah terlampau bosan menikmati luka, atau karena aku yang telah bosan menunggu, bisa juga karena perasaan kamu yang telah berubah. Yang jelas perpisahanpun harus kita nikmati pada akhirnya.

Ingat saat pertama kali kita berpisah, itu terjadi saat kita baru akan melanjutkan kuliah ditempat jauh tahun 2009 akhir atau 2010 awal. Perpisahan itu membuat banyak sekali perubahan pada hati kamu dan pada hati aku. Perpisahan pertama itulah yang membuat drama perpisahan-perpisahan berikutnya, hingga klimaksnya terjadi dua tahun lalu. Kita, terutama aku benar-benar merasa berada dijalan buntu. Akhirnya dengan berat hati kita saling melepaskan genggaman tangan. Kamu dan aku melangkah maju, menjauh satu sama lain, melewati arah berbeda. Walaupun, terkadang aku lebih sering menoleh kebelakang. Kehidupan tetap harus berjalan.

Saat perjalananku sudah semakin jauh, ada satu hal yang membuatku harus menoleh memastikan senyum masih berada dibibirmu, adalah sebuah janji yang aku buat untuk mendoakan kebahagiaanmu. Janji yang konyol, bahkan hatiku sakit saat tau kamu baik-baik saja tanpa aku. Haha..

Pada masa-masa seperti ini, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan. Seperti misalnya, seperti apakah kebahagiaan yang ingin kamu dapatkan? Apakah kita yang seperti orang asing ini yang dari awal kamu harapkan dariku? Atau benar alasanmu bahwa kita menjauh agar aku lebih mudah melupakanmu? Tapi, kenapa semakin aku berjalan jauh aku tak pernah bisa melupakanmu? Oho.. jangan katakan aku tak berusaha membuka hati, aku sudah, tapi nyatanya tetap susah.

Sama-sama menjauh berjalan berlawanan seperti orang asing. Bahkan saat semesta menertawakan kebodohan kita, kita tetap berlagak tak pernah memiliki kisah berdua. Aku yang terlalu takut membebani kamu dengan perasaanku dan kamu yang terlalu takut dengan memastikan perasaanmu. Selamanya kita tidak akan pernah saling bertemu, benar katamu sama-sama menunggu itu takkan pernah membawa solusi apapun. Salah satu dari kita harus melangkah, bahkan berlari. Merubah status. Entah semesta membuat langkah nyata itu didalam hidupku atau hidupmu. Yang jelas diantara aku dan kamu harus ada yang tersakiti sedemikian dalam. Agar mudah bagi yang lainnya untuk berlari juga. Menyembuhkan luka yang ada. Karena waktu katanya akan menyembuhkan segalanya.

Aku ingat kamu pernah bilang saat pertama kali kita berpisah, kenapa tak ada air mata, aku tak menangis atau menahanmu agar tak pergi. Aku hanya diam, sampai beberapa hari kemudian kamu menyapaku kembali. Seperti tak pernah ada percakapan perpisahan diantara kita.

Sebenarnya aku menangis, menangis dengan keras tanpa kamu tau bahkan tangisan itu, biarpun telah mengering di pipiku tetap basah dihatiku hingga detik ini. Iya, sedalam itulah aku menyayangimu.

Aku ingin sekali menahanmu agar tak pergi. Tapi, aku rasa takkan ada gunanya juga aku menahanmu, karena aku mengenalmu. Sangat mengenalmu. Kamu terlalu keras kepala, bahkan tanpa kamu sadari waktu itu perasaanmupun telah berubah. Aku yang terlalu lugu dan kamu yang ingin bertualang. Selamanya takkan pernah bertemu. Jadi, aku mengalah. Membiarkan kamu dengan segala kenginanmu dengan tetap memposisikan diri bukan menjadi pasanganmu, tetapi temanmu. Apakah itu tidak menyakitkan? Tentu saja sakit.

Mengalah padamu dengan membiarkan semua perasaan menggantung di udara terombang-ambing oleh angin kehidupan, aku mengalah pada impianmu, mimpi yang mungkin tak pernah kamu sadari melekat kuat dihatimu. Apakah kamu tau apa sebenarnya impianmu sesungguhnya? Jika kamu tak benar-benar ingat, maka aku akan mengingatkanmu agar setelah ini kamu bisa melangkah dengan ringan dan fokus pada apapun yang kamu inginkan.

Impianmu, walaupun kamu tak pernah benar-benar mengatakannya. Aku tau dari percakapan-percakapan panjang kita, bahwa impianmu atau keinginan terbesarmu adalah kamu ingin meninggalkan jejak di berbagai tempat. Misalnya, saat kamu bercerita panjang lebar tentang sebuah nama tempat, tempat dimana kamu benar-benar sendirian, memulai dari nol semua kehidupan. Berkenalan dengan orang-orang baru disekitar. Kemudian, kamu akan berpindah lagi. Seperti kataku tadi, kamu ingin meninggalkan JEJAK. Bahkan kamu telah memulainya dari pertama kali mengenalku, kamu meninggalkan jejak, di hatiku.

Karena aku tau didalam mimpimu itu tak pernah ada aku, aku mengalah membiarkan kamu sendiri memulai apa yang seharusnya kamu mulai. Entah apa yang terjadi kamu seolah melupakan mimpimu itu, atau tidak lupa hanya saja kamu hanya terlalu menikmati hidupmu, membiarkan sejenak impianmu termakan oleh waktu. Ataukah aku yang salah menafsirkan percakapan yang pernah terjadi diantara kita.

Aku harap saat kamu menerima buku ini, kamu telah memulai langkahmu, mewujudkan mimpimu, hingga mimpi itu menjadikanmu seseorang yang jauh lebih baik dari hari-hari yang telah berlalu.

Kado Rindu Where stories live. Discover now