Hujan kembali turun.
Mobil hitam itu tak bergerak sedikitpun. Terparkir rapi di depan gerbang yang masih menutup rapat. Luhan memejamkan mata sejenak, menyandarkan kepalanya pada kontrol kemudi. Mendesah geram.
Dua jam menunggu, ponselnya tak banyak berubah. Masih diam tanpa adanya kedipan layar tanda pesan atau panggilan masuk. Meski perut berkali-kali minta diisi, Luhan tak bergeming. Setia menatap sisi lain gerbang, berharap gadis yang ia tunggu akhirnya keluar.
Tetapi ternyata, semua sia-sia. Yang ada justru petugas keamanan datang, untuk kali ketiga mengusirnya. Dan yang terakhir ini disertai ancaman akan melaporkan Luhan ke polisi kalau pria itu tidak segera pergi. Luhan menyerah. Memutar kemudi, pergi.
Apa yang sebenarnya terjadi? Saat suara semangat Eunji akhirnya berganti menjadi Sehun yang mengabarkan bahwa gadis itu tidak jadi pergi, rasa cemas sekaligus geram mulai menyelimuti. Ia yakin sekali, pasti sudah terjadi hal besar di rumah itu ketika Eunji memilih pergi bersamanya. Asumsi tentang Oh Sehun yang melarangnya, mencegahnya, atau bahkan kemungkinan terburuk sekalipun, terus menghantui Luhan. Sayangnya, tak banyak yang bisa ia lakukan.
Dirinya hanya menunggu penuh harap. Itu karena petugas keamanan tak mengijinkan tamu bernama 'Xi Luhan' masuk. Dari sanalah Luhan akhirnya menyadari, Oh Sehun telah memiliki rencana licik. Berniat membuatnya geram, sekaligus memonopoli Eunji supaya dirinya makin kacau.
Tiinnn!
Luhan seketika menginjak rem. Ia hampir menabrak sebuah mini van kalau saja mobil itu tak menyalakan klakson dan lampu peringatan. Hujan menderas. Pria itu memilih menepikan mobilnya ke bahu jalan. Meraih ponsel untuk kembali menghubungi Eunji. Tiga menit, hanya suara operator yang bernyanyi.
Tangan Luhan meremas rambutnya frustasi. Matanya menatap dalam kaca depan yang mulai berembun, memburamkan pandang. Sama buramnya dengan sosoknya yang tak pernah berhasil melindungi gadis itu. Hanya terus meminta Eunji menunggu.
Kenangan empat tahun lalu kembali hadir. Saat dimana Luhan memutuskan pergi, meninggalkan Eunji berumur lima belas tahun yang hanya menangis parau. Bahkan ketika gadis itu tak bergeming dari tempatnya, menunggu Luhan untuk berbalik, pria itu justru mempercepat langkah. Semakin cepat, semakin baik, pikirnya saat itu.
Namun kini ia sadar. Walau lapisan terluar Eunji begitu kokoh dan keras, kalau ia mau menengok dari sisi lain, Eunji hanya gadis rapuh yang selalu membutuhkan genggaman tangannya. Gelar 'adik kesayangan' yang Luhan berikan itu palsu. Hatinya selalu menuntut lebih setiap ia bersama Eunji, mendengar deru napasnya. Luhan ingin memiliki Eunji sepenuhnya, tapi ia takut sebuah penolakan. Jadi dengan status 'kakak'pun, Luhan sudah sangat bersyukur, asal Jung Eunji menerima uluran tangannya, itu yang terpenting.
Deru petir menyadarkan Luhan. Dirinya masih terdiam dipenuhi intervensi tentang gadis itu. Kalau dengan cara memohon Luhan tak mampu, maka mungkin ia harus menerobos paksa masuk ke sana untuk membawa Eunji keluar. Matanya melirik arloji, pukul delapan malam. Berarti tidak sekarang. Ia harus pulang. Kali ini berharap Eunji lebih sabar menunggunya, sementara ia harus menyusun rencana untuk mengeluarkan Eunji dari rumah itu, sekaligus menjauhkannya dari pria sialan bernama Oh Sehun.
**
"Kau sedang ada masalah?"
Kai bertanya pada Sehun yang sedari tadi hanya diam. Menyesap minuman yang dibuatkan bartender dengan raut gusar. Sejam lalu, setelah dirinya berhasil 'mengurung' Eunji dalam zona teritorinya, Sehun memutuskan pergi ke bar terdekat. Menelepon Kai dan Tao, lalu meneguk minuman beralkohol ditemani dua sahabatnya.
Tao yang baru selesai dengan urusannya di kamar mandi mendekat. "Apa ini tentang Son Naeun lagi?" Tanyanya. Mengambil minuman. "Kalau kau kacau sampai seperti ini, pasti akar masalahnya adalah Son Naeun."
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionKetika puluhan keping takdir menyeramkan mengepung anganmu dari berbagai sisi, kemanakah kau akan berlindung? Beautiful cover by LhyFinda Art.