Unexpected

541 97 13
                                    

Seoul, 2012.

Americano di meja menguarkan asap tipis. Terhidang tenang dalam cangkir porselen dengan rona gelap tosca. Jendela kaca di sebelahnya memantulkan wajah cemas Luhan. Satu jam menunggu, hanya angin yang menyapa.

Kemarin, ia mendapat pesan dari nomor yang tidak ia kenal. Mengabarkan bahwa pesan itu dari Jung Eunji, mengajaknya bertemu di sebuah kafe. Meninggalkan shift paginya, Luhan segera menuju tempat yang dimaksud. Di sini, menunggu Eunji.

Ketika lonceng kecil di pintu masuk berbunyi, sosok Eunji muncul. Luhan mengacungkan tangan. Dibantu seorang pelayan--yang bekerja di rumah Sehun, Eunji mampu mencapai kursi. Pelayan itu berlalu, meninggalkan mereka berbincang. Percakapan dimulai dengan Luhan yang sebelumnya memesankan Eunji secangkir kopi.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Nada Luhan tergesa. Ingin segera tahu maksud Eunji.

"Kenapa kau tidak pernah cerita bahwa kau memiliki ayah? Bahwa ayahmu adalah Lee Ahjussi? Bahwa kau mengenal Sehun, bahkan berkonflik dengannya?" Eunji bertanya. To the point, karna ia rasa sekarang bukan waktunya basa-basi.

Luhan membelalak. "Dari mana kau tahu semua itu?"

"Apakah itu penting?!" Eunji sedikit meninggikan suara. "Kau bilang tidak pernah ada rahasia di antara kita. Sebagai sahabat, kita harus jujur, saling mengakui perasaan. Kau mengetahui duniaku, hidupku, masalahku; tapi kenapa aku tidak? Kenapa kau menyembunyikan banyak hal, Lu? Sampai aku harus mengetahui semuanya dari mulut orang lain. Menyebalkan."

Tangan Luhan mengepal. Bukan maksudnya menyembunyikan banyak hal dari Eunji. Tetapi ia hanya tidak mau orang lain mengetahui kisah itu. Kisah yang setiap kali terdengar akan menggores hati Luhan. Ia ingin lupa. Tidak mau peduli pada masa lalu atau sosok 'ayah' yang selama ini berusaha ia hapus. Namun karena Eunji sudah tahu, maka seharusnya ia menjelaskan.

"Maaf, Nji."

Gadis di hadapannya bungkam. Menggigit bibir sembari menangkup hangatnya cangkir kopi. Wajah sendu itu membuat Luhan tak bergeming. Ia tertangkap basah.

"Aku hanya ingin, kau mengakui perasaanmu." Eunji mengambil napas. "Kalau kau merasa sakit, maka kau harus bilang sakit. Jangan menutupi dan justru menjadi pelindungku. Aku juga ingin melindungimu. Sama-sama berjuang melawan takdir kelam ini."

Kafe masih sepi, hanya ada mereka berdua dan para pelayan yang sibuk berbincang. "Maaf, Nji." Katanya lagi.

"Kau tidak salah. Tidak pernah salah." Eunji mencengkeram cangkir itu makin erat. Ia mendengar desahan panjang dari Luhan.

"Akan kujelaskan. Semuanya." Ia mulai bercerita. Tidak lagi dari awal, mengingat Eunji sudah mengetahui semua cerita hidupnya. Tapi kali ini dari sudut pandang berbeda. Setengah jam, Luhan melihat ekspresi iba di wajah Eunji, ditujukan padanya.

"Tapi," Luhan bersuara setelah hening lama. "Aku juga ingin tahu, kenapa kau tidak ikut denganku dan memilih tinggal di rumah Sehun?"

"Karna aku ingin terus berada di sisi Sehun."

Kalimat tegas penuh keyakinan itu membuatnya terpaku. Luhan membuang tatapan ke jendela kaca. "Jadi kau benar-benar menyukainya, ya."

"Aku tahu kau tidak akan setuju mengingat hubunganmu dengannya sangat buruk. Tapi aku menyukainya. Aku ingin menghabiskan banyak waktu bersama Oh Sehun." Eunji melirih. "Aku juga lelah menjadi refleksi gadis yang disukainya, aku cemburu. Jadi aku mengatakan perasaanku padanya kemarin malam."

Apa?! Mata Luhan melebar. Berharap Eunji salah bicara atau ini sekedar candaan. Tapi melihat senyum tipis gadis itu membuatnya meremas rambut. Tidak ada harapan. Angan Luhan lenyap. Inilah alasan kenapa Luhan menyembunyikan perasaannya pada Eunji. Takut pada kemungkinan terburuk akan penolakan, takut kalau gadis itu memilih pria lain dibanding dirinya. Dan hari ini, kemungkinan itu datang.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang