"Pak, balonnya 2 lagi dong."
"Yang tadi kemana dek?"
"Hehe kelepas terus terbang pak."
"Ohh iya iya, mau warna apa?"
"Bebas deh pak."
"Gak ada warna bebas dek." canda bapak tukang balon.
"Ehh yang bener pak, putih deh putih aja."
"Dua-duanya putih?"
"I-."
"Iya pak, dua-duanya putih." potong seseorang yang tiba-tiba berdiri di sebelahku.
"Eh?" kataku sambil agak kaget dan menengok ke sebelah.
"Kenapa?" tanya orang itu.
"Nggak." jawabku dengan agak bingung, aku seperti mengenalnya, tapi aku lupa siapa. Siapa namanya?
"Ini dek balonnya."
"Makas-"
"Berapa pak?" jawabanku dipotong lagi.
"20 ribu."
"Makasih pak." jawab orang itu sambil memberikan uang 20 ribunya, dan mengambil balonku sambil jalan menjauhi tempatku berdiri.
Aku sepertinya tahu, dia adalah kakak kelasku saat itu, karena dia menggunakan jas OSIS, tapi aku lupa, lupa siapa dia, juga namanya.
"Kak!" panggilku.
"Apa?" saut orang itu.
"Maaf itukan tadi balon aku."
"Sekarang juga emang balon kamu, nih. Lain kali jangan dilepas gitu aja." jawabnya sambil memberikan balon tadi kepadaku, dan setelah aku ambil, dia pergi begitu saja jalan menjauhiku. Aku bingung mau menjawab apa, tapi setelah aku ingat-ingat..
Oh iya, itu Rindam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diane Lana
Teen FictionMenulis ini, adalah ucapan rasa. Karena aku, terlalu rindu untuk ditanya. -Rizqina Ninda, 19 Agustus 2017. [ 10.01 ]