2 menit, 3 menit, 5 menit..
Ah, lama. Langit sudah mulai mendung di luar sini, mungkin 5 menit itu sebentar, tapi menunggunya ini terasa lama. Terus terang, aku gak tahu kenapa aku tiba-tiba menuruti keinginan Rindam untuk menunggunya di sini. Mungkin, aku memang sedang ingin berbaik hati saat itu.
Kudengar suara motor dengan knalpot yang sudah di modifikasi dari arah sebelah kiri ku berjarak sekitar 10 meter dan mendekati posisiku sekarang, dan suara itu berhenti pas dihadapanku. Begitu juga motornya. Iya, pemilik motor dan suara berisik knalpot itu adalah Rindam. Dia menghentikan motornya di hadapanku tapi tidak turun dari motornya, dia hanya membuka helm dan menengok padaku sambil bertanya dengan nada yang menyindir.
"Lagi nungguin apa sih mbak?"
Aku tidak menjawabnya, aku hanya bisa membuang muka dan menyadari betapa bodohnya aku malah menunggu orang itu. Tapi kalau cuma iseng, kenapa dia berhenti di hadapanku?
"Patung nih gadijawab." Sindir Rindam lagi, dan akupun akhirnya menjawab.
"Jemputan."
"Kan jemputannya aku, ayo aku anter." Jawab Rindam dengan nada yang semangat.
Eum..
Bukannya tadi sebelum dia mengambil motornya emang mengajakku pulang bareng? Menawarkanku diantar pulang? Sampai aku harus menunggu di depan gerbang? Apa dia amnesia? Kenapa harus ditanyakan lagi sih?!
"Woy, ngelamun lu."
"Nggak."
"Nggak apaan? Udah naek aja sini"
Kalau aku naik, berarti aku akan pulang dengan Rindam saat itu juga. Ah, tapi aku gak mau. Tapi dengan aku menunggunya tadi saja sudah sama dengan aku dari awal memang menerima tawaran dia untuk pulang bareng. Ahh kenapa sih kamu Diane?
Akhirnya aku hanya menganggukkan kepala dengan wajah yang cukup gengsi untuk menatapnya, dan Rindam hanya memberiku helm tanpa mengatakan sepatah katapun saat itu. Setelah aku menaiki motornya , dia langsung menyalakan motornya dan pergi. Bersamaku.
Ntah saat itu aku mau dibawa ke mana. Dia tidak memberitahuku, juga tidak menanyakan arah rumahku. Begitu juga sebaliknya. Aku hanya diam memperhatikan jalan sambil memegang ujung jaket Rindam. Itu karena aku tidak mau memeluknya.
Tiba-tiba belum jauh perjalanan kita, gerimis datang dan akhirnya hujan. Kita tidak menghentikan perjalanan, tapi Rindam menghentikan motornya sebentar di bawah pohon besar dan membuka jaketnya. Dan dia memberikannya kepadaku saat itu juga. Lalu Rindam langsung menyalakan motornya kembali dan langsung melanjutkan perjalanan.
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dengan jaket itu, aku memang basah kehujanan. Tapi Rindam juga begitu. Akupun akhirnya bertanya pada Rindam "Kenapa jaketnya dikasihin ke aku?" tanyaku biasa. Tapi mungkin Rindam tidak mendengarnya karena hujan semakin deras, ditambah suara knalpot motornya yang berisik. Akupun memanggil namanya dengan suara yang keras seakan-akan dia ada jauh dari hadapanku, padahal aku sedang dibonceng dia.
"Rindam!!!" kataku dengan suara yang keras.
"Apa?" jawabnya dengan suara yang keras juga.
"Ini jaket kenapa di ke akuin?"
"Ya kamu pake lah"
"Tapi kamu jadi kebasahan"
"Kamu juga kebasahan"
"Terus ini gimana?"
"Kamu pake dong"
"Kan udah basah"
"Kamu bodo"
"Nggak!"
"Kamu kedinginan?"
Dan aku tidak menjawabnya langsung. Rindam juga langsung bertanya padaku lagi "Neduh bentar yuk?" dan belum aku jawab dia langsung berhenti ke pinggir jalan dan di bawah pohon lagi. Setelah aku amati situasi sekitar, ternyata ini sudah dekat dengan rumahku. Bagaimana dia bisa tahu alamat rumahku? Atau hanya kebetulan saja dia berhenti di sini?
"Kamu basah"
"Kata siapa kering?"
"Dingin kan? Kenapa gak dari awal jaketnya langsung dipake?"
"Gak tahu"
"Kamu bodo"
"Ber-"
"Tapi lucu juga"
Aaaaaaaaaaaaah!! Aku disebut "lucu"? Eh, sadar Diane, sadar. Kamu gak boleh meleleh begitu saja dengan kata-katanya. Tapi hati tidak bisa berbohong bukan? Aku memang meleleh saat itu juga, tapi aku hanya diam membeku seakan-akan tidak ada dalam kejadian. Memang aneh bagiku mendengan kata itu keluar dari mulutnya, tapi aku tidak terlalu meyakini perasaan ini saat itu, yang aku tahu Rindam hanyalah seorang senior SMP yang sebentar lagi akan lulus dan pergi dari kehidupanku.
"Kenapa diem? Baper ya?" katanya sambal cengengesan
"Apasih geer!" jawabku marah
"Santai kali bu, rumah kamu dimana sih? Daerah sini kan?"
"Iya, udah di sini aja. Gak usah sampe rumah udah deket kok"
"Emang siapa yang mau nganter sampe rumah kamu?"
Kamu tahu betapa kesalnya aku saat itu? Tidak perlu aku perjelas kan?
-
Sebelumnya maafin Ninda ya sebagai author emang gak konsisten banget nulis dan lanjutin ceritanya karena Ninda orangnya moody banget, sekali lagi maaf ya readers!^^ Besok besok aku lanjutin yang rajin, kira-kira seminggu berapa kali ya? satu page mending berapa words kata kalian? komen ya!!-with a lot love, Ninda-
KAMU SEDANG MEMBACA
Diane Lana
Teen FictionMenulis ini, adalah ucapan rasa. Karena aku, terlalu rindu untuk ditanya. -Rizqina Ninda, 19 Agustus 2017. [ 10.01 ]