Tolong Berhenti ber-Drama

1.1K 43 0
                                    

"Halo?" suaraku dari layar ponsel.

"Halo Ca, kalau kita ketemu malem ini, bisa nggak?"

"hah?"

"Iya. Gimana?"

"Aaa.. Nngg a.. Aku nggak bisa".

"Kenapa?"

"Nnngg.. Papa lagi nggak bisa anter". Jawabku gugup.

"Yaudah aku jemput". Tanggapnya cepat.

"Aaa jangan jangan".

"Kenapa?"

"Papa aku bisa marah kalau tau aku keluar sama kamu". Jawabku, sambil menggingit jempol kuku yang tidak panjang itu.

"Yaudah aku aja yang anter". suara berat mengejutkan Caca dari Belakang. Dimas. Caca langsung menoleh dan menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Dimas perlahan menaiki satu persatu anak tangga menuju depan pintu Caca.

"Dimas?! Loh kok kamu kesini?"

"Aku mau minta maaf tadi ninggalin kamu di restaurant, papa kamu nggak bakal marah kok kalau tau kamu sama aku."

"Nnngg.. nggak kok, aku nggak bakal dateng. Mau nanti ataupun besok".

Dimas terdiam memperhatikan wanita cantik ini di depannya. sambil terus menggengam erat ponselnya dan membiarkan sambungan di ujung sana mendengarkan pembicaraannya. Dimas mengambil ponsel Caca, dan melanjutkan sambungan di ujung sana.

"Kayanya lo udah denger dia bilang apa." jawab Dimas tegas. lalu mematikan sambungannya dan memberikan ponsel rose gold itu lagi ketangan perempuan cantik di depannya. Caca yang masih takut itu, juga tidak bisa berbuat apa apa di depan Dimas. ia hanya menundukkan kepalanya. Dimas mendekat, memberikan dada bidangnya lalu memeluk tubuh itu. Caca masih menjatuhkan tangannya kebawah. tangannya mengelus lembut rambut panjang itu dari belakang.

***

Caca dan Dimas telah duduk di ruang tamu, dengan dua cangkir minuman di atas meja ruang tamu. Caca masih diam, dan Dimas juga tidak lengah untuk berhenti menatap perempuan itu. tidak ada pikiran yang aneh-aneh di dalam otaknya. Hanya saja, ia kehabisan akal. Bagaimana caranya untuk membuat perempuan ini percaya bahwa ia adalah laki-laki terakhir yang akan menjaganya sampai tua. Yang tidak akan memperdulikan dirinya sendiri hanya untuk menjaga perempuannya.

"Maaf. awalnya aku cuma mau minta maaf. nggak ada maksud ganggu kamu"

"Ehh nggak kok Dim. kamu nggak ganggu aku" jawabnya tersenyum.

"Kamu kenapa nggak mau ketemu Dika?"

"Nggak" jawabnya singkat.

"Papa kamu?"

Caca terdiam lagi. Entah apa yang sedang ia pikirkan, ia tak bisa menjelaskannya juga. Bayangan Dika, Papanya, dan Dimas. Semua menjadi satu. Mungkin kalau diibaratkan manusia, akan jadi manusia terbaik se-Asia. Dika yang humoris dan romantis, Papa yang tak pernah menduakannya dan selalu ada, dan Dimas yang tampan serta mapan. Oke, dimana bisa ditemukan laki-laki jenis itu?

Tokkk.. tokk..

Mereka berdua menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka.

"Dikaaaa" mata Caca terbelalak, melihat laki-laki tinggi dengan celana jins warna hitam itu berdiri di depan pintu.

"Eh masih ada dia?" tanya Dika sambil melihat Dimas.
Dimas hanya menghembuskan nafas menyepelekan Dika.

"Harusnya gue yang tanya, ngapain lo kesini?"

Dika masuk tanpa persetujuan tuan rumah, duduk di kursi depan Caca.

"Kalau Caca yang nggak mau dateng, ya gue dong yang dateng. Gitu kan maksudmu Ca?" jawaban Dika ke Dimas dan dilanjutkan bertanya pada Caca sambil memberikan sebatang coklat dari belakang punggungnya kepada Caca. Damn!

Caca menggigit bibir bawahnya, menggaruk kepala depannya dan langsung mengibaskan poni depannya ke belakang.

Dimas menatap Dika datar namun penuh dengan emosi.

"Duh, mending kamu balik deh Dik".

"Kenapa? aku ganggu kamu sama Dia?"

"Iya". Jawab laki-laki dengan suara lebih besar dibelakang Dika. Papa Caca.

"Loh papaaa" mata Caca lebih lebar lagi dan jantungnya begitu cepat. Ini baru benar, tiga laki-laki maha sempurna bergabung di dalam rumahnya.




SISA HUJAN SORE ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang