Aku Pamit

603 13 3
                                    

Caca menyeka air matanya, menahan rasa sakitnya, dan terus mencoba menghentikan tangisannya. Dimas hanya terdiam memperhatikan, melajukan mobilnya tanpa arah dan sesekali melihat dari kaca dalam mobilnya. Di dalam hati Dimas, ia benar-benar ingin memberhentikan mobilnya, berada di samping perempuannya, memeluknya dan menenangkannya. sayang, hal itu akan membuat Caca semakin berantakan. 

"Mau nangis sampai jam berapa?" tanya Dimas yang sudah dijalan selama 2 jam. 

"Nggak tau" 

"Aku berhenti dulu ya" kata Dimas. Caca hanya mengangguk, Dimas berhenti dan keluar dari kursi sopir untuk duduk di kursi penumpang belakang bersama Caca. Ia melepas topinya dan memeluk Caca yang dari tadi tidak berhenti menangis hanya gara-gara Dika. Sebenarnya Dimas ingin sekali memukul wajah Dika jika saja ia memiliki kesempatan. Bahkan jika memungkinkan membalaskan sakit yang Caca rasakan sampai tuntas, lagi-lagi ia tidak memiliki kesempatan dan ijin dari perempuannya. 

"Sudah, habis nanti air matamu" katanya sambil memegang kedua pundak Caca, mendorong tubuhnya kedepan agar wajahnya bisa terlilhat. 

"Ca, lihat aku" perintah Dimas 

"Nggak mau" jawabnya sambil menunduk dan membiarkan rambut panjangnya menutup seluruh wajahnya yang sembab. Dimas menghela nafas, menyibakkan rambut Caca di belakang kupingnya. 

"Aku nggak pernah maksa kamu Ca buat terus sama aku. Silahkan sama Dika kalau itu bikin kamu Bahagia. Jangan pikirin soal aku dan papamu. kamu berhak bahagia Ca. stop don't cry. ini buang-buang waktu"

"Nggak. aku sudah nggak mau kasih kesempatan untuk orang yang tidak bisa meyakinkan. Tolong aku Dim, tolong buat aku jatuh cinta ke kamu. tolong jangan pernah pikirin perasaan aku soal Dika, tolong buat aku yakin kamu bisa buat aku lebih bahagia dibanding waktu aku sama Dika" mohonnya. 

Dimas menatapnya.

"Ca, maaf. mungkin aku bisa kasih sejuta cara buat orang jatuh cinta. tapi kalau hatinya nolak, cara itu akan sia-sia. Tolong juga, cari alasan dari sebenar-benarnya hatimu untuk jatuh cinta" terangnya. "Yuk kita makan dulu, habis gitu aku anter pulang."

"Dim?"

"Iya?" 

"Kok kamu bisa tau kalau aku tadi disana?"

"Dika yang kasih tau" jujur Dimas. 

"Hah?"

"Iya, Dika yang telfon aku buat ngikuti dia dan kamu dibelakang. karena Dika tau kamu bakal nangis hari ini karena Dia."

bahkan ketika aku muak dengan keadaanku sendiri, kamu bisa membuatku tenang dengan cara yang tidak pernah terbayang Dik. 

Caca semakin menangis mendengar alasan Dimas yang sudah siap karena Dika menghubunginya. 

Ca,  kamu bukan tidak bisa melupakannya. Kamu hanya menolak, kamu hanya tidak memberi kesempatan pada pria lain untuk membuktikan, termasuk aku. Entah permintaan keberapa kali untuk membuatmu jatuh cinta padaku, tapi hatimu sendiri menolak keras kedatanganku. Aku harus apa? aku benci kamu yang selalu seperti ini karena pria lain. tapi aku lebih benci diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika kamu pilih pria lain itu. Akupun tidak berhak melarangmu menemuinya, karena aku tau disitulah bahagiamu. Entah berapa lama aku bertahan hanya sebagai tempat membuang tangisanmu. Rasanya ingin sekali pergi dan merelakanmu, tapi aku tidak pernah cukup nyali untuk membiarkanmu menangis sendiri -Dimas

SISA HUJAN SORE ITUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang