*19*

618 36 18
                                    

*Author POV*

Arva yang sudah berdiri didepan pintu apartemen Erka hanya menatap pintu yang masih tertutup itu. Ekspresi wajahnya terlihat ragu untuk menekan bel. Mengulurkan tangan untuk menekan bel tersebut dan menarik kembali tangannya, mengurungi niatnya. Arva mengepalkan tangannya, memejamkan matanya, bermaksud untuk menguatkan diri.

Kembali Arva mengulurkan tangannya untuk menekan bel. Belum sampai tangannya menekan, pintu apartemen Erkapun terbuka. Terlihat sosok Erka berdiri disana dengan ekspresi datar khas Erka. Arva yang terkejut terbelalak melihat sosok Erka yang berada dihadapannya saat ini.

Mereka bertatapan sekian detik, sampai Erka membuka suara. "Ada apa kau kesini, Ar?" Suara lembutnya membuyarkan pandangan Arva.

"A.. aaa aku hanya ingin melihat kondisimu." Jawab Arva gugup sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Erka mengernyitkan dahi mendengar jawaban Arva. "Melihat kondisiku? Aku baik-baik saja." Ujar Erka santai. "Justru aku yang mau ketempatmu untuk melihat kondisimu, Arva." Lanjutnya sambil tangannya menyentil pelan kening Arva.

"Aww!" Rintih Arva sambil mengusap keningnya. Bibirnya mengerucut.

Erka menarik sudut bibirnya keatas melihat tingkah sahabatnya itu. Tangannya mengusap lembut puncak kepala Arva. Arva yang merasakan usapan tangan Erka terdiam. Rona merah menghiasi kedua pipi Arva.

"Ar, ku pikir kau marah padaku." Kata Erka kemudian. Arva masih terdiam. Tidak tahu harus berkata apa pada Erka. Pasalnya dia memang sedang berusaha menghindar dari Erka tapi bukan marah.

"Ku rasa kau baik-baik saja. Kalau begitu aku pulang." Ujar Arva kemudian, menunduk tanpa melihat Erka.

"Kau baru saja sampai, kenapa tidak masuk dulu?" Tawar Erka sambil melihat Arva yang tengah menunduk dihadapannya.

Diam. Arva masih menunduk dan terdiam berdiri dihadapan Erka. Seketika suasana menjadi hening. Tangan Arva terkepal kuat. Ia memejamkan matanya.

"Ka, berhentilah bersikap kau seakan baik-baik saja." Suara Arva terdengar pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Erka.

Erka mengernyitkandahi, tidak mengerti dengan apa yang dikatakan sahabatnya itu.

"Apa maksudmu? Aku memang baik-baik saja." Jawab Erka.

"Kau boleh bersikap baik-baik saja dihadapan siapapun, tapi tolong..." Jeda sejenak. Tubuh Arva mulai bergetar. "... Tapi tolong jangan dihadapanku... Jika kau ada apa-apa, jangan sungkan untuk berbagi padaku." Lanjutnya. Suara Arva mulai bergetar.

Erka menatap penuh khawatir pada Arva. Tangannya berusaha menggapai pundak Arva, namun Arva menepisnya. "Kita ini sahabatkan???" Suara Arva meninggi. Wajahnya terangkat menatap Erka tepat dikedua mata Erka. Mata Arva sudah dipenuhi air mata.

"Ar, sungguh. Aku baik-baik sa---"

"Bohong!!!" Potong Arva. "Sampai kapan kau mau membohongiku dan bilang kau baik-saja hhah??!!" Lanjutnya. Emosinya makin menjadi. Air matanya semakin deras mengalir.

Erka menarik Arva masuk kedalam apartemennya. Menutup serta mengunci pintu apartemennya kembali. Tidak ada penolakan dari Arva.

Arva jatuh terduduk dilantai. Tubuhnya lemas. Mungkin karena Arva juga belum sembuh benar dari sakitnya ditambah emosinya yang semakin membuat tubuh Arva semakin lemas tak berdaya.

Erka menghampiri Arva, memeluknya lembut. "Tolong Ar, kendalikan emosimu." Katanya lembut sambil mengusap pelan punggung Arva.

"Hiks... Kau jahat, Ka... hiks..." Tangisnya terdengar jelas ditelinga Erka. "Kenapa kau tak mau berbagi masalahmu padaku? Hiks..." Lanjutnya. "Aku merasa tak dianggap sahabat olehmu... Kau selalu ada saat aku ada masalah, akupun juga ingin seperti itu, Ka... hiks... Aku juga ingin selalu ada untukmu saat kau ada masalah... hiks..."

Give me your love...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang