🍭🍭🍭
"Pa, welcome home," ujar Diva dengan suara lembut pada Affandi. Ditatapnya iris hitam Papanya dengan sendu dan diciumnya pipi pria itu berkali-kali. "Diva buatin bubur kesukaan Papa, ya," lanjutnya, kemudian bangkit dan menatap Elvina dengan mata yang mulai berair.
Elvina mendorong kursi roda yang diduduki suaminya ke kamar, dibantu dengan Gibran yang membawa beberapa tas berisi kebutuhan mereka selama satu minggu terakhir di rumah sakit. Kini, Gibran membantu membaringkan Affandi di tempat tidur dan diselimutinya hingga sebatas dada. Gibran mengatur suhu kamar agar tidak terlalu dingin dan menemani sang Papa jika membutuhkan sesuatu. Sejak divonis stroke oleh dokter, Affandi terus murung dan hanya sesekali saja bicara.
Elvina menghampiri Diva yang sibuk membuat bubur instan. Disentuhnya lengan yang terbalut kardigan hitam itu, hingga membuat putrinya terkesiap. "Mama mau bicara sebentar," ajaknya, Diva mengangguk, mematikan kompor dan beranjak menuju ruang keluarga. Elvina menunduk, menguatkan diri untuk memulai pembicaraan. "Mama sama Papa udah sepakat untuk jual rumah ini, karena kemarin rekan kerja Papa datang dan kasih surat pemutusan hubungan kerja."
"Papa dipecat?" Diva terkejut dengan kabar itu, memang kondisi Papanya sudah tak bisa lagi bekerja karena sebagian tubuh pria itu tidak bisa digerakkan lagi dan bergantung dengan kursi roda.
Elvina mengangguk, sedetik kemudian ia terisak. Dadanya naik turun menahan tangis yang sangat melelahkannya. Ia mengusap air matanya yang berlinang. "Kita hidup dengan tabungan yang sangat minim, hanya bergantung dari uang pensiun Papa. Uang hasil jual mobilmu, dibayarkan untuk menutup utang, jadi kita gak punya pilihan lain untuk tetap jual rumah ini."
Diva menangis, ia tak menyangka jika hidupnya terus diberi cobaan oleh Sang Illahi. Ia hanya bisa pasrah menerimanya. Ia percaya, Tuhan sedang menyiapkan hikmah baik di balik musibah yang diberikanNya. "Diva gak papa kalo kita harus jual rumah ini. Nanti Diva minta Gibran untuk pasang iklan di internet."
Elvina mengangguk, kemudian bangkit dari duduknya. "Tolong bantu Mama ya, karena Mama gak kuat kalo harus nanggung beban ini sendirian. Sedangkan Papa udah gak bisa diajak diskusi lagi, takut kondisinya semakin drop."
Diva mengangguk, diusapnya tangan Elvina yanh terulur di bahunya. "Diva sama Gibran bakal bantu Mama. Kita selesaikan masalah ini bersama. Mama jangan khawatir, sekarang lebih baik kita fokus sama penyembuhan Papa."
Elvina beralih mengusap pipi Diva, sedetik kemudian, gadis itu memeluk pinggangnya untuk menumpahkan segala rasa yang selama ini terpendam. Lelah, sakit dan putus asa yang terus disembunyikan, berharap dengan berpura-pura baik-baik saja akan mengurangi bebannya. Punggung yang gemetar itu diusap Elvina, dan satu tangan wanita itu mengusap lembut kepala Diva. "Maafin Mama sama Papa ya, karena kelalaian kami ... Diva sama Gibran harus mengalami nasib buruk ini."
Diva menggeleng, kemudian mendongak dengan mata memerah. "Diva sama Gibran gak pernah marah dan menyesali ini semua, Ma. Kita gak boleh menyalahi takdir Tuhan. Mau gak mau kita harus melaluinya, karena Tuhan sengaja menguji kita dan percaya jika kita mampu untuk menyelesaikan masalah ini."
🍭🍭🍭
Published : 30 April 2020
🍭🍭🍭
Jangan lupa vote dan komen, ya.
Love,
Max
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Completed]
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Genre: Romance - Young Adult | 17+ Gavin melemparkan tusuk permennya ke bawah dan hampir saja mengenai kepala seseorang. "You know, life's a beautiful struggle. Hidup kadang terasa gak adil. Tuhan sengaja mengirim cobaan untuk...