🍭🍭🍭
"Gib, ini bener bursanya?" tanya Diva sembari mengedarkan pandangan dari balik kaca mobil, mengamati bursa mobil yang ramai didatangi pengunjung. Manik hitamnya, membaca banner yang tergantung di atas bursa itu. "Riga's Automotive," gumamnya sambil mengetuk kaca jendela.
Gibran mematikan mesin, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas stir kemudianya, kemudian keluar dari mobil. "Ayo, Kak!"
Diva melepas sabuk pengaman dan mengikuti Gibran. Kacamata gaya yang tersampir di kemeja, kini dipakai Diva karena terik matahari yang menyilaukan. Ia berdiri di sisi mobil sambil bersedekap dan memandang Gibran yang kini telah masuk dan disambut oleh pegawai bursa itu.
Diva kembali membaca banner dan berpikir jika nama bursa itu terdengar tidak asing olehnya. Lamunannya seketika terbuyarkan oleh sapaan lelaki tua dengan setelan hitam datang bersama Gibran. "Mbak Diva, ya?" sapanya, Diva mengangguk. "Mari masuk, Pak Bos udah nunggu."
Diva dan Gibran mengikuti pria kurus itu masuk ke ruangan yang berada di ujung bursa. Mereka menunggu sambil sesekali bertukar pandang, menerka berapa kiranya mobil akan laku terjual. Lima menit berlalu, pria paruh baya dengan setelan celana kain selutut dan kaos oblong datang. Seringainya menyeramkan namun sorot matanya tampak hangat. "Boleh lihat BPKB dan STNK-nya?" Bariton itu menggelegar, membuat Diva terenyak dan langsung mengambil objek yang diminta dari tasnya, lalu diserahkan pada lelaki itu. "Saya baca dulu, ya."
Semalam, setelah mendapat izin dari orangtuanya, Diva menyuruh Gibran untuk mengiklankan mobilnya ke situs lapak jual beli. Mobil sedan keluaran terbaru dibuka dengan harga 250 juta dan diiklankan dengan deskripsi yang menarik agar pembeli berminat. Baru 15 menit iklan terpasang, Gibran sudah menerima banyak pesan masuk berisi tawaran terhadap mobil itu.
Diva menyuruh Gibran untuk menunggu, siapa tahu akan ada penawaran yang lebih tinggi dan benar saja ... Gibran menerima sebuah pesan yang meminta mereka untuk membawa mobil itu ke Riga's Automotive untuk dicek si Bos, jika cocok maka mobil akan dibeli tanpa ditawar! Gibran dan Diva sangat antusias, dan di sinilah mereka, duduk di ruang berukuran 5x5 meter yang hanya terdapat sofa dan meja kecil di depannya dan suhu ruangan yang diatur sangat dingin.
"Atas nama Diva?" tanya lelaki itu, Diva mengangguk. "Kamu, Diva?" tanyanya lagi.
"Saya Diva, Om," ujar Diva tersenyum manis.
"Saya Adi." Kerutan di wajah Adi tercetak jelas ketika ia tersenyum. "Kamu cantik sekali," gumamnya, membuat Diva menjadi salah tingkah. "Kuliah di mana?"
"Universitas Glory, Om."
"Anak Om juga kuliah di situ." Diva memfokuskan pandangannya pada Adi, ingin tau siapa anak pemilik bursa mewah ini. "Pak Sapto, mobilnya sudah dicek?" tanya Adi mengalihkan pembicaraan.
Sapto, pegawai yang sedari tadi menunggu di dekat pintu, mengangguk mengiakan sambil mengacungkan ibu jarinya. "Mobil dalam keadaan sangat bagus, Pak Adi."
Adi mengulas senyum tipis, ditatapnya Diva dan Gibran bergantian, lalu mencondongkan tubuhnya sambil menautkan kedua tangannya. "Sesuai kesepakatan kemarin, kalo mobilnya oke, saya akan beli tanpa menawarnya," ucapnya, Gibran dan Diva kontan tersenyum bahagia. "Pak Sapto, tolong ambilkan kwitansi," titahnya dijawab anggukan Sapto yang keluar mengambil kwitansi di meja administrasi dan kembali lalu diserahkan kwitansi itu pada Adi.
"Tolong nomor rekening Diva kirimkan ke saya, nomor Whatsapp saya yang kemarin saya chat itu, ya," pinta Adi sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Gibran yang menyimpan nomor rekening sang kakak di ponselnya, segera dikirimkan kepada Adi.
"Sudah masuk, ya?" Adi menunjukkan bukti transfer kepada keduanya, dengan segera Diva mengecek aplikasi mobile banking, kemudian mengangguk dan tersenyum semringah. "Sudah masuk, Om."
"Oke." Adi menuliskan perjanjian jual beli seharga 250 juta dan ditandatangani olehnya dan Diva dilengkapi materai 6000. Lembaran kwitansi disobek dan diserahkan kepada Diva sambil mengulurkan tangannya. "Deal?"
Diva mengamati tangan Adi sesaat, kemudian membalas jabat tangan itu dengan mantap. "Deal."
🍭🍭🍭
"Ini uangnya, Pak, makasih." Diva dan Gibran turun dari taksi online yang dipesan mereka, rasa tak sabar menghinggapi untuk memberitahu orangtua mereka. "Ma, Pa, kita pulaaang."
Di ruang keluarga, Affandi dan Elvina tampak sedang berkutat dengan berkas-berkas dan tidak menyadari kehadiran mereka. "Ngapain, Ma?" tanya Diva penasaran.
Elvina mendongak, dan kembali melanjutkn kegiatannya menulis sesuatu yang penting di lembaran kertas itu. Sementara Affandi fokus membaca berkas-berkas yang tercecer di meja. "Mama sama Papa lagi ngumpulin berkas untuk dijadikan bukti laporan ke polisi."
Diva duduk di sebelah Elvina, diikuti Gibran yang kini bersandar pada sofa, melepas penat. "Ma, mobil udah laku terjual."
"Benarkah?" tanya Elvina, sorot matanya penuh pengharapan, senyum bahagia seketika terlukis di bibirnya ketika melihat anggukan Diva. "Alhamdulillah, Ya Allah."
Diva dan Gibran saling bertukar pandang, merasa haru karena bisa membantu meringankan beban orangtuanya. Meski hanya ini yang bisa dilakukan, tapi, mereka akan terus berusaha dan berjuang untuk saling memikul beban. Ini adalah masalah bersama yang harus diselesaikan secara bersama-sama pula. Itulah gunanya keluarga.
🍭🍭🍭
Published : 29 April 2020
🍭🍭🍭
Jangan lupa vote dan komen, ya.
Love,
Max
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Completed]
Romantizm[FOLLOW SEBELUM BACA] Genre: Romance - Young Adult | 17+ Gavin melemparkan tusuk permennya ke bawah dan hampir saja mengenai kepala seseorang. "You know, life's a beautiful struggle. Hidup kadang terasa gak adil. Tuhan sengaja mengirim cobaan untuk...