11. Visit

266 46 3
                                    

🍭🍭🍭

Selesai acara konsultasi dengan dosen pembimbing di kampus, Diva segera turun dari ojek yang dipesannya dengan perasaan riang, karena skripsinya accepted untuk ujian sidang. Keningnya mengernyit saat pintu rumah terkunci. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan diangkatnya panggilan dari sang Mama.

"Diva, sekarang kamu ke Rumah Sakit Sejahtera, ya," titah Elvina dengan suara gemetar. "Papa nge-drop."

Sontak, Diva membulatkan matanya dan langsung memesan ojek online lagi. Gelisah menunggu driver yang akhirnya datang juga, kini mereka bergegas menuju rumah sakit tersebut dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di sana, Diva langsung berlari menuju ruang rawat Papanya. Dengan napas tersengal-sengal, ia mendatangi Elvina yang duduk di samping ranjang, sementara Affandi tampak tertidur pulas dengan selang oksigen sebagai alat bantu pernapasan.

"Ma, Papa kenapa?" tanya Diva dengan tatapan nanar pada Affandi. Pandangannya beralih pada Gibran yang duduk di sofa dekat tanpa melakukan apa pun.

Manik mata Elvina memerah, karena terus menangis. Ditatapnya Diva dengan sendu. "Papa tiba-tiba pingsan, terus dibawa sama rekan kerjanya ke sini."

Diva mengusap pundak Elvina, terus menenangkan wanita itu supaya tegar menghadapi cobaan ini. "Sabar ya, Ma. Kita harus kuat menjalani cobaan ini. Papa pasti baik-baik aja."

🍭🍭🍭

"Div, ruangan bokap lo di mana?" tanya Aqilla setelah keluar dari lift diikuti dua cowok di belakangnya. Aqilla terus mengedarkan pandangan, mencari meja resepsionis sembari mendengar petunjuk dari Diva di seberang sana. "Mbak, ruang melati nomor 6 di mana?" tanya Aqilla pada perawat berjilbab putih yang berjaga di situ.

Perawat bernama Malika itu bangkit dan memberikan arahan tentang ruang yang dimaksud Aqilla. Setelah memahaminya, Aqilla langsung bergegas menuju ruangan tersebut. Di depan ruangan itu, Diva telah menunggunya sambil mondar-mandir dengan ponsel yang digenggamnya. "Diva!"

Gadis yang dipanggil itu menoleh, kemudian maju dua langkah menghampiri Aqilla yang berlari ke arahnya. Diva memeluk gadis berambut sebahu yang lebih pendek darinya itu, kemudian menerima buket bunga yang diberikan padanya. "Thanks, Qill."

Aqilla mengangguk, lalu mengintip dari balik kaca pintu itu. Di dalam sana, terdapat Affandi sedang disuapi oleh Elvina. "Gimana keadaan bokap lo?"

Diva menghela napas berat, hendak menangis namun langsung ditenangkan oleh seseorang yang kini mendekap tubuhnya. Diva terenyak, sedetik kemudian ia terisak, menumpahkan segala kesedihannya tentang masalah ini. "Lo pasti bisa lalui semua ini, Div. Ada jalan keluar di setiap masalah yang Tuhan berikan."

Diva melepas dekapannya dan ditatapnya manik hitam  itu dengan nanar. "Makasih, Gav."

Gavin mengangguk, tangannya terulur mengusap air mata di pipi Diva dengan lembut. Kemudian beralih merapikan helaian rambut gadis itu yang berantakan. Sedetik kemudian, senyum manis mengembang di bibir Gavin. "Lo itu perempuan hebat yang gue kenal," jedanya. "Setelah mama gue tentunya."

Kontan, Diva, Aqilla, dan Alvian terkekeh mendengar gombalan Gavin. Aqilla memukul lengan Gavin cukup keras. "Bisa aja lo, Gav! Diva lagi sedih malah lo gombalin."

Diva tertawa sambil menghapus air mata di pelupuk matanya, kemudian tersenyum tipis. "Makasih ya, kalian udah nyempetin waktu buat jenguk Papa." Diva menatap ketiga temannya bergantian. "Alvian, thanks ya," ujarnya, Alvian mengangguk pelan. "Yuk, masuk."

🍭🍭🍭

Published : 29 April 2020

🍭🍭🍭

Jangan lupa vote dan komen, ya.

Love,

Max

Shining Star [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang