🍭🍭🍭
"Gavin, darimana aja kamu? Jam segini baru pulang?" Adi menginterupsi ketika melihat Gavin berjalan memasuki rumah dan terfokus pada ponsel yang digenggamnya.
Gavin yang hendak melangkah ke kamarnya di lantai 2, langsung menoleh ke arah Papanya yang duduk di sofa ruang tamu ditemani dengan sang Mama yang sibuk menonton televisi. Gavin berjalan mendekat, lalu mencium tangan orangtuanya. Kontan, Rena menutup hidung saat Gavin hendak memeluknya. "Kamu bau kecut!"
Gavin terkekeh, diciumnya kaos hitamnya yang basah karena keringat, kemudian menyengir sambil menggaruk leher. "Gavin abis bantuin temen. Dia baru aja pindah, di daerah sini juga rumahnya."
Adi mengalihkan atensi dari layar ponsel yang menunjukkan lapak jual beli mobil di internet, kini ditatapnya Gavin dengan heran. "Siapa?"
"Diva," jawab Gavin malu-malu kucing.
Seketika Adi terkekeh, melepas kacamatanya yang sedikit berembun, dibersihkan dengan ujung kaosnya lalu dipakai kembali. Rena yang merasa ada yang tidak diketahuinya, langsung mengubah posisi duduknya berhadapan dengan Gavin yang masih berdiri di depannya. "Siapa Diva?"
"Itu lho Ma, temen kampusnya Gavin," timpal Adi. "Jadi dia baru pindahan?" tanyanya, Gavin mengangguk.
"Ih, kok Mama gak tau sih? Yang mana orangnya? Cantik, gak? Kaya? Pinter?" tanya Rena bertubi-tubi. Gavin menghela napas berat, seakan lelah dengan standart perempuan yang ditetapkan wanita itu. Selalu saja kriteria perempuan yang pantas bersanding dengan Gavin diukur dari hal-hal yang berbau materi. "Kok gak jawab? Kapan mau dikenalin? Sebelum hubungan kalian semakin jauh, kenalin dulu ke Mama. Kalo cocok, dia boleh pacaran sama kamu."
"Ma ...." Gavin menatap Rena dengan sorot lelah. Ia mengacak rambutnya frustrasi, dan beralih menatap Adi yang duduk di sebelah Rena agar membantunya bicara mengenai hal ini. "Kali ini aja, biarin hati Gavin yang memilih mana yang terbaik untuk Gavin."
"Baik untukmu, belum tentu baik untuk Mama." Rena menyela. "Kamu itu anak satu-satunya, besok kalo Mama sama Papa udah tua, kami jadi tanggungjawabmu. Jadi, calon istrimu harus sesuai sama tipe Mama."
"Ma, cukup." Adi memotong ucapan Rena, karena tau membahas hal ini tidak akan ada akhirnya. Rena terlalu mengatur hidup Gavin, bahkan persoalan cinta pun, harus sesuai dengan pilihannya. "Masalah ini jangan dibahas lagi, kasihan Gavin, dia udah capek." Adi menatap Rena dan Gavin bergantian. "Gavin, sekarang kamu mandi terus kita makan malem."
Gavim mengangguk, kemudian pamit ke kamarnya. Gavin merebahkan tubuhnya di kasur. Ia mendesah pelan, merasakan lelah di sekujur tubuhnya. Padahal selama ini, Gavin tak pernah melakukan pekerjaan seberat itu. Bahkan membersihkan kamar saja, ia pasrahkan pada Ningsih, gadis belia yang kerja di rumahnya.
Tangannya memijat kening, Gavin lelah dengan semua aturan dan kriteria yang Rena tentukan. Bahkan tak jarang, Gavin selalu memutuskan hubungan dengan pacarnya ketika Rena merasa gadis itu tak layak bersanding dengannya. Gavin tak tau mengapa materi dan hal seperti itu selalu menjadi pacuan utama, padahal yang namanya cinta bukankah pure dari hati dan tidak bisa dinilai secara materi?
Lamunan Gavin terbuyarkan oleh notifikasi ponselnya. Segera ia rogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel hitam itu. Senyumnya mengembang membaca pesan dari gadis yang selama ini menemani hari-harinya. Gavin beringsut duduk lalu dibalasnya pesan itu dalam hitungan detik.
Alisha Diva
Gavin, arrived?
Thanks for your help
You're such a good friend
🖤🖤🖤Gavin Auriga
Yes, i'm arrived.
Urwel, no problem.
Jadi, gue dianggap temen doang nih?Sembari menunggu balasan Diva, Gavin memutuskan untuk membersihkan diri, merasa risi dengan tubuhnya yang lengket akibat keringat. Hawa dingin malam itu, membuat Gavin terpaksa mandi dengan air hangat. Tak butuh waktu lama, kini Gavin keluar dengan bertelanjang dada, balutan handuk di pinggangnya dan rambut yang basah. Gavin duduk di kasurnya dan meraih ponselnya yang menyala, sedetik kemudian ia tersenyum.
Alisha Diva
Maunya dianggap apa?
Temen deket?
Sahabat?
Gebetan?
Atau pacar?Gavin Auriga
Yang terakhir dongg :)))
Gavin senyum-senyum sendiri membalas pesan itu. Sosok yang selama ini selalu abai akan keberadaannya dan tidak seperti gadis lain yang suka cari perhatian, membuat Gavin mulai menaruh rasa pada Diva.
Alisha Diva
Gue mah apa..
Kebanting sama dedek gemes lo yang cantik-cantik itu.Gavin Auriga
Lo juga cantik
Lo beda
Makanya gue sukaAlisha Diva
Lo suka sama gue?
Gavin Auriga
Lo gimana?
Gue gak mau jadi one sided loveGavin termenung melihat tanda 'read' di chatnya. Diva tak segera membalas. Gavin menghela napas berat, lalu beranjak memakan pakaian dan menyisir rambutnya sambil berkaca pada kaca di lemarinya. Ia menoleh ketika mendengar notifikasi ponselnya. Seketika diraihnya ponsel itu, kontan dengkusan terdengar dari mulutnya karena pesan yang diterima bukan dari sosok yang sedari tadi ditunggu, melainkan Rasya, temannya yang super aneh dan random. Atensi Gavin beralih pada teriakkan Rena yang memanggilnya untuk makan malam. Langkahnya terhenti saat ponselnya kembali bergetar.
Alisha Diva
Gavin, you're my healer
I forgot about my sadness, because of you.
And yes, i feel comfort when i'm with you.Gavin tersenyum simpul membaca pesan Diva, tanpa pikir panjang ia segera membalasnya.
Gavin Auriga
Gue sayang sama lo 🖤
🍭🍭🍭
Published : 1 Mei 2020
Vote + Comment
Love,
Max
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Completed]
Romantizm[FOLLOW SEBELUM BACA] Genre: Romance - Young Adult | 17+ Gavin melemparkan tusuk permennya ke bawah dan hampir saja mengenai kepala seseorang. "You know, life's a beautiful struggle. Hidup kadang terasa gak adil. Tuhan sengaja mengirim cobaan untuk...