Delapan

38K 2.8K 134
                                    

JANGAN LUPA TINGGALKAN ZEZAK YACH.

With ❤ , acha.

"Mayang, Bara mana ya? Dari tadi di cariin kok gak ada?"

Mayang menengok ketika beliau sedang memotong sebuah kue untuk di pindahkan ke piring.

"Di taman belakang mungkin, Kak? Kenapa emang?" Santy-- Kakak kedua Mayang (Ibunya Bara) mengernyit.

"Tadi aku udah cari ke taman belakang kok, tapi nggak ada siapa-siapa. Itu ... Mau minta tolong angkatin galon."

Meletakkan pisaunya, Mayang lalu bangkit. "Bentar, aku cari dulu."

Santy mengangguk, "Nanti langsung suruh angkatin aja ya, May. Air galon bener-bener abis soalnya,"

Dan sekarang Mayang sedang mencari-cari keberadaan Bara, putra semata wayangnya yang sangat amat dia sayangi. Beliau terus mencari, dari lantai 2 sampai lantai dasar yang sekarang sedang di laksanakan syukuran karena rumah baru Ibunya. Dari taman belakang, seluruh kamar, kolam renang, hingga halaman depan pun gak ada. Mayang sampai panik di buatnya, otaknya berpikir bahwa Bara sedang kabur.

Tapi, masak sih Bara kabur? No. Bara nggak mungkin kabur.

"Zidan, ngeliat Bang Bara nggak?"

Zidan-- keponakan Mayang yang masih berumur 8 tahun mengangguk. "Liat. Ada di dalem."

Mayang mengernyit bingung. "Tante udah cari kok. Tapi nggak ada tuh?"

"Ada, Tante. Ikut ngaji."

Mayang yang semula agak membungkuk mulai menegakkan tubuhnya, maka beliau mengintip mencari Bara di ruang tengah-- tempat acara berlangsung.

Gotcha!

Mayang tersenyum hangat ketika putranya ikut bergabung bersama pengajian bapak-bapak. Untungnya ini sudah ayat terakhir surah yasin, dan ketika Bara mendongak, matanya langsung menangkap sosok Mamanya yang mengisyaratkan agar menemuinya.

Pun Bara bangkit, seraya mengucapkan permisi kepada orang-orang yang lebih tua darinya.

"Iya, Ma?"

Mayang tersenyum, tangannya bergerak mengusap kepala Bara dengan lembut. "Mama sayang sama kamu,"

Senyuman Mayang menular, itu sebabnya sekarang Bara ikut tersenyum. "Bara juga sayang sama Mama. Jadi, manggil cuma buat ngomong ini doang?" goda Bara.

Mayang berkacak pinggang, sebelah tangannya menjewer pelan telinga Bara. "Durhaka kamu! Tolong angkatin galon ke dispensernya. Bisa 'kan?"

Bara menjentikkan jarinya. "Kecil itu mah. Mama tau gak yang besar itu apa?"

"Apa memangnya?"

"Cinta Bara ke Mama sama Papa," jawab Bara menaik-turunkan alis tebalnya sembari berjalan meninggalkan Mayang yang tersenyum haru.

Bara nggak sadar, kalau Mayang sekarang tengah menatap punggungnya sambil menangis. Menangis karena terharu. Menangis karena bahagia. Dan menangis karena Tuhan ternyata terlalu baik padanya karena mengirimkan Bara pada waktu yang tidak mereka sangka akan terjadi.

Mayang mencintai Bara, sangat. Dan beliau bersumpah, tidak akan membiarkan seorang pun yang akan mengambil Bara dari hidupnya.

Tidak akan pernah.

***

Bara mengunyah daging teriyakinya dengan lambat seraya menunggu telefonnya di angkat oleh Lea. Akhirnya yang di tunggu-tunggu oleh Bara datang juga, Lea langsung mengangkat telfonnya.

Match Made in Heaven[SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang