Air 25

260 17 0
                                    

"Aldino kenapa sih?" Caltha melipat kedua tangannya di depan dada. Bertanya dengan nada kesal pada pemuda yang ada di hadapannya itu. Pemuda itu tidak menjawab sehingga menimbulkan dengusan kasar dari mulut mungil Caltha.

"Al bukannya pulang malah pergi nggak tentu arah! Kayak nggak punya tujuan hidup tau nggak! Caltha tuh tadi gelagapan banget pas tau Al nggak ada di rumah! Ih Al nyebelin! Untung aja tadi Al nggak kenapa napa, untung aja tadi orang mabuk itu nggak bawa senjata tajam, ih Caltha nggak mau ngebayangin, gue merinding serius, pokoknya lo harus bawa gue ke tempat makan yang enak pas lo udah sembuh. Titik!"

Caltha berdiri, meninggalkan Aldino si dalam kamar pemuda itu. Aldino menghela nafas, ia sudah menduga bahwa Caltha akan berceloteh seperti itu, tak apa setidaknya Caltha tidak menjadi orang lain setelah rambutnya di Jambak itu. Siapa tau saja kan?

Aldino menidurkan tubuhnya, menutup perlahan mata tajamnya. Setelahnya ia terlelap.

***

"SERIUS LO?!"

Seisi kelas yang sedang fokus menghafal rumus rumus matematika seketika menatap ke arah Caramel dengan tatapan tajam bak psikopat. Mereka sedang khusyuk menghafalkan beberapa jejeran angka dan huruf tersebut untuk ulangan nanti, setidaknya mereka ingin tidak di remedial lagi.  Karena, ya memang mereka sudah sangat sering di remedial bahkan sudah tak bisa di hitung oleh jari. Oh. Jangan lupakan satu hal, kecuali Caltha. Otak encer yang turun dari bundanya membuat ia tenang tenang saja. Walau ia tak belajar pun ia akan bisa memecahkan rumus yang baru melihatnya saja mau muntah.

Dan karena teriakan Caramel tadi membuat ke khusyuk an mereka terpecahkan. Caramel hanya nyengir idiot sambil menutupi wajahnya dengan buku paket matematikanya yang terbalik.

Melihat seluruh kelas mulai kembali ke aktivitas mereka, Caramel segera mewawancarai Caltha.

"Jadi, serius Aldino dihajar sama orang mabuk?" Caramel memastikan dengan suara yang sedikit pelan, ia tak mau beneran di bunuh oleh seisi kelas lalu di jadikan sate. Ih mengerikan.

Caltha mengangguk. Ia menceritakan semua yang ia tau kronologi nya dari Aldino. Tanpa ada yang kurang ataupun lebih.

"Bener Tha! Ngapain coba dia jalan jalan nggak tentu arah gitu?" Caramel menatap ke depan dengan pandangan sok serius dan sok mikir. Caltha menghela nafasnya, ia tau bahwa Caramel yang sok serius akan datang.

"Lo berdua ngomongin apa sih, gue nggak diajak jahat!" Vinna memutar 180 derajat badannya menghadap ke arah Caramel dan Caltha. Ia memasang wajah kesal karena kedua sahabatnya cerita tak mengajaknya.

Caltha menghela nafas, pasalnya ia sudah lelah menceritakan ini ke pada Caramel. "Mel ceritain Mel." kata Caltha. Lalu matanya menjelajahi buku paket matematikanya. Sedikit belajar lebih baik dari pada tidak sama sekali bukan?

Caltha mendengar Caramel mulai menceritakan apa yang ia ceritakan tadi. Vinna hanya manggut-manggut dan Caltha bersyukur dapat memiliki sahabat normal seperti Vinna.

Ngaca Tha lo juga kadang usil.

Ohya, ia lupa fakta itu. Caltha mencoba kembali ke pada dunia buku paket. Matanya terasa berat jika terlalu lama berkutat dengan tulisan tulisan yang sangat ribet itu.

"Aish! Kenapa harus ada matematika sih!" Caltha memijit pelipisnya dengan dramatis. Ia memilih meninggalkan belajarnya dan mengajak Caramel dan Vinna ke kantin. Kedua sahabat Caltha itu setuju karena mereka sedang bosan di kelas saja.

Kantin mulai sepi karena ini adalah pertengahan istirahat. Biasanya kantin penuh itu jika awal istirahat. Setelahnya, tak ramai tak sepi sih.

Caltha duduk di bangku yang kosong, kali ini ia memilih di tengah kantin. Caltha membalas beberapa orang yang menyapanya dengan tersenyum dan berkata 'Hai' walaupun Caltha tidak kenal yang menyapanya. Tapi, ramah itu harus bukan?

AirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang