"Sok nge-hits banget lo! Baru juga kelas sepuluh udah tengil setengah mampus!"
***
Matahari mulai terbangun dari tidurnya. Meskipun begitu, udara dingin masih menyelimuti kota. Kabut tipis melayang bebas di udara membuat jarak pandang sedikit terganggu. Butiran embun di atas dedaunan masih melekat.
Argan menyandang ranselnya. Ia merogoh saku jaket, mengambil sebuah masker hitam lalu memakainya. Udara dingin pagi ini membuatnya terserang flu dadakan.
Ia membunyikan klakson, sedetik kemudian gerbang megah terbuka lebar menampilkan hiruk-pikuk kendaraan di sekitar rumah yang tengah hilir-mudik dengan urusan masing-masing.
"Pagi, Den!" Sapa seorang security berbadan kekar berbalut seragam hitam. Kepala plontos serta jambang bagai barisan semut menambah aksen garang pria itu.
Argan tidak menjawab, pun mengangguk. Cowok keren itu hanya membunyikan klakson tanda perpisahan lalu melaju bersama si Merah.
Argan melambatkan laju motornya ketika memasuki jalanan yang dipadati oleh sekumpulan murid SMA. Sekolahnya, SMA Cendikia, berada agak tersembunyi dari jalan raya. Butuh waktu sekitar sepuluh menit berjalan kaki dari persimpangan untuk tiba di sekolah. Beruntung setiap harinya, si Merah selalu menemani. Sehingga Argan tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk menyusuri jalanan ini. Cukup satu menit dengan sekali tancap gas, ia sudah sampai di sekolah.
Tit tit tit tit!
"WOI BUDEK!" Bentak Argan kepada seorang gadis yang berada di depannya. Gadis itu tidak kunjung menepi seolah ia tidak mendengar bunyi klakson. Gadis itu hanya fokus kepada novel bersampul merah di tangannya.
Tit tit tit tit tit tit!
Sekali lagi Argan mengklakson dengan durasi lebih lama sontak menyita perhatian pejalan kaki lain. "WOI, MBAK!"
Sadar bahwa ia menjadi sorotan, akhirnya Rafa menoleh.
"BERISIK! Di sanakan bisa!" Gadis itu menunjuk ke jalan sebelah kanan yang lebih leluasa untuk dilalui oleh kendaraan roda dua. "Ngapain mepet kemari?" Tambahnya.
"ELO LAGI!" Argan membuang wajah kasar. "Denger ya cewek rese! Ini jalan hak semua orang, terserah Den dong mau lewat mana?!" Tembaknya sambil menaikkan kaca helm.
Rafa awalnya kebingungan dengan sosok misterius bermasker itu. Beberapa detik kemudian ia ingat, "Lo cowok kemaren kan?" Rafa menunjuk dengan penuh intimidasi. Manik matanya menelusuri cowok itu dari atas hingga bawah.
"AWAS!" Argan tidak menggubris perkataan Rafa. Ia menyalip Rafa begitu mudahnya hingga membuat gadis itu gelagapan.
"DASAR GAK TAHU ATURAN!" Gerutu Rafa sebelum akhirnya melanjutkan aktivitasnya membaca novel.
Setibanya di area parkir, Argan berpapasan dengan Bu Bertha. Wanita itu membelalak seperti raksasa yang akan melahap Argan. "Turun kamu!" Titah Bu Bertha sambil menarik jaket Argan.
"Tunggu sebentar, Buk. Saya parkir dulu." Argan memarkirkan si Merah kemudian bergegas menemui sang ibu tiri.
"Ibu udah kangen aja sama saya." Cowok bermasker itu mencoba mencairkan suasana yang mulai memanas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa Argan✔[END]
Teen Fiction[Book1] "Lo payung biru kan, eh maksud gue lo yang minjemin payung waktu itu kan?" Orang itu menyunggingkan sebelah senyum. "Lo hafal wajah gue tapi gak hafal suara ya? Kalo boleh gue kasih saran, mending lo pergi ke dokter THT deh." Start: maret 2...