6. Benih Kebencian

2.3K 166 0
                                    

"GUE GAK BAKAL LEPASIN ELO!"

•••


Rafa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Sherin. Ia sama sekali tidak percaya bahwa orang yang dilihat oleh Sherin kemarin adalah Argan.

"Gue serius Raf, lagian ngapain juga gue bohong!?" Siswi berambut cokelat itu meremas roti yang ia pegang sampai-sampai selai cokelat di dalamnya lumer.

"Lo salah liat kali, Sher!" Rafa berusaha memastikan bahwa apa yang ia dengar dari temannya itu adalah kesalahan. Berbagai alasan ia kemukakan untuk membantah argumen Sherin meskipun opini tersebut sudah didukung oleh fakta yang kuat.

"Ih, emang lo nggak tahu ya Raf, kalo si Argan itu terkenal berandal di sekolah ini!" Imbuh Manda yang ikut-ikutan terbakar emosi karena ketidakpercayaan Rafa tentang siapa sosok Argan sebenarnya.

Gue udah tahu tuh anak berandal dari zaman Paleozoikum, keles! Geram Rafa. Tapi ia berpura-pura tidak mengetahui soal itu. Di sisi lain Rafa tidak menyangka bahwa Argan bertindak demikian.

"Tapi, gue nggak bisa benci sama orang seganteng dia." Keluh Manda.

Rafa mengunci mulutnya. Ia memainkan sedotan bening dan sesekali mengaduk-aduk jus jeruk di hadapannya. Lamunannya bersikeras untuk terus membayangkan cowok yang berkunjung ke rumahnya sehari silam. Namun, hatinya bersikukuh menolak bayangan sosok itu. Kini, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan siapa yang harus ia percaya. Apakah ia harus percaya pada apa yang ia lihat ataukah percaya pada omongan orang lain?

"Udah lah Raf, gak usah diambil pusing!" Ujar Manda sambil menyeruput jus sirsaknya. Gadis itu hanya fokus pada ponselnya ketika kedua temannya itu sedang bersitegang.

Bruk!

"Auu!"

Suara ringisan dari arah belakang menyita perhatian seisi kantin. Semua orang berhamburan mengintip ke belakang tanpa harus repot-repot mendekat.

"EH, LO PUNYA MATA NGGAK SIH? ITU SOMAY GUE JADI TUMPAH!" Bentak seorang siswa dengan seragam yang dibiarkan keluar, gelang karet yang melingkar di pergelangan kanan, dan sebuah handphone di tangan kirinya.

"Ma-maaf, saya gak sengaja." Ucap siswa yang sudah terduduk di lantai dengan tatapan menunduk. Orang itu begitu lemah.

"Eh, itukan si Bobi!'' ucap Sherin setengah berbisik. Ia menunjuk ke arah cowok yang dimaki habis-habisan tanpa perlawanan. Bahkan untuk mengangkat kepala saja ia tidak berani.

"Lo kira maaf doang cukup? WOI, ZAMAN SEKARANG NGGAK ADA YANG GRATIS!" Hardik cowok yang menatap angkuh. "MANA DUIT LO!" Ia merampas uang milik pemuda yang terdiam di atas ubin dingin itu. Tanpa perlawanan, Bobi merelakan uang sakunya berpindah tangan.

Argan mengibaskan uang sembari mencentang senyum kemenangan. "Lain kali kalo jalan pake mata!" Ia memukul kepala Bobi dengan sejumlah uang di tangannya.

"APA YANG TERJADI DI SINI?!" Tiba-tiba sebuah suara berat membuat kegaduhan di kantin redam seketika. Hening menyelimuti seisi ruangan. Tak ada satupun orang yang berani menceritakan kronologi kejadian tersebut.

Pria berkemeja biru berpadu celana bahan hitam lengkap dengan nama pengenal yang melekat di dada kanan, mendekat ke arah dua orang siswa yang membuat kegaduhan. Dilihatnya dua orang itu bergantian. Saat matanya berpapasan dengan siswa yang sedang berdiri tanpa gentar di sampingnya, pria itu tersenyum. "Kamu lagi?"

Lensa Argan✔[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang