Hari ini adalah hari pertama Rafa menyandang status sebagai murid SMA. Betapa bahagianya ia karena hari ini mimpinya untuk bersekolah di SMA Cendikia, sekolah yang sangat ia idamkan sejak lama akhirnya menjadi kenyataan.
"Selamat pagi dunia!" Decak Rafa sambil memainkan ujung rambutnya dengan telunjuk. Sudah lima belas menit gadis itu berada di depan meja rias. Bukan lantaran untuk bersolek, melainkan hanya untuk memandangi pantulan dirinya di cermin. Rafa terlihat gugup pagi ini. Bagaimana tidak? Ia akan berada di zona baru. Untuk itu, Rafa harus benar-benar mempersiapkan diri.
"Ciptakan kesan pertama yang baik, Rafa!" Monolognya.
Rafa menghela napas panjang sambil memicingkan mata. "Huft, tenang!" Ia membuka mata dan tersenyum pada sosok di depannya. "Oke!" Ia lalu segera keluar kamar.
Setibanya di lantai dasar, Rafa melihat seorang wanita tengah sibuk memasak. "Ma, Rafa berangkat dulu ya! Assalamu'alaikum." Pamit Rafa sambil mendekap wanita itu dari belakang. Cukup lama ia membiarkan posisinya itu sebelum akhirnya sebuah tangan mengelus rambutnya sebagai respon.
"Wa'alaikumsalam." Ujar Mama dengan nada teduh. "Nggak sarapan dulu?"
"Di kantin aja, Ma. Takut telat."
"Ya sudah, hati-hati ya Nak!"
"Iya, Ma."
Rafa meraih tas yang bertengger di sandaran sofa. Ia menyandang satu tali tas di pundak kiri, sedangkan tali yang satunya lagi dibiarkan menjuntai begitu saja. Tangan jenjangnya meraih kenop pintu lalu memutarnya perlahan.
Langkah kecilnya sudah membawanya ke depan gerbang rumah. Dengan mata yang masih terfokus pada layar handphone, gadis itu membuka pagar besi bercat hijau yang mulai terkelupas, lalu menghempaskannya kasar sehingga menghasilkan bunyi nyaring yang memekakkan telinga. Sebut saja itu kebiasannya setiap berangkat sekolah. Entah apa tujuannya.
Titt titt titt!
Sebuah motor sport berwarna merah mengkilap berhenti di depan Rafa. Beruntung, sebelum ban motor itu melindas kakinya, Rafa sudah lebih dulu bergerak mundur.
"Eh, elo punya mata gak sih?!" Bentak Rafa pada cowok dengan wajah yang masih tersembunyi di balik helm full face yang senada dengan motor sport itu.
Orang itu melepaskan kedua sarung tangan hitamnya bergantian. "Boleh pinjem HP lo gak?" tanyanya tanpa repot-repot melihat lawan bicaranya.
Kedua mata Rafa membulat sempurna. "Hei, lo kira HP gue wartel?! Lo siapa sih?" Rafa melirik sekilas orang yang masih bertengger di motor sport merah itu. Dari celana yang ia kenakan, Rafa yakin orang itu masih duduk di bangku SMA. Namun, Rafa tidak bisa memastikan dimana tepatnya orang aneh itu bersekolah. Rafa tidak bisa melihat nama ataupun lokasi sekolahnya karena tertutup oleh jaket.
"Ah, gak usah banyak mukadimah. Nih, pegang!" Orang itu menyerahkan sarung tangannya kepada Rafa. Dan, yang membuat Rafa tidak habis pikir adalah orang itu dengan lenggang merampas handphone miliknya tanpa izin. Rafa berusaha merebut kembali ponselnya, namun gerakannya masih kalah cepat dari orang itu.
"Mmmm, Ok!" Orang itu menyelipkan ponsel Rafa ke dalam helm, menaruhnya di daun telinga kanan. Beberapa detik kemudian, "Nih, makasih ya!" Ia mengeluarkan ponsel itu dan mengembalikannya kepada Rafa. Di saat yang bersamaan, pemuda itu mengambil kembali sarung tangan yang sempat ia titipkan kepada Rafa.
Tiiittt!
Tanpa memperlihatkan wajahnya kepada Rafa, si pemuda langsung melesat tanpa mengacuhkan air muka Rafa yang jengkel. Rafa tercenung melihat aksi konyol orang itu. Seumur-umur, baru kali ini ia bertemu dengan orang seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa Argan✔[END]
أدب المراهقين[Book1] "Lo payung biru kan, eh maksud gue lo yang minjemin payung waktu itu kan?" Orang itu menyunggingkan sebelah senyum. "Lo hafal wajah gue tapi gak hafal suara ya? Kalo boleh gue kasih saran, mending lo pergi ke dokter THT deh." Start: maret 2...