"Argan!" Panggil Bu Bertha dari ruang BK. Wanita itu terlihat sangat sibuk padahal baru sepagi ini. Maklum, beliau adalah wakil kesiswaan sekaligus guru BK yang selalu melayani setiap ulah Argan. Bagaimana tidak sibuk?
"Ada apa Buk?" Argan menyelonong masuk. Ia tidak memakai dasi hari ini dan seragamnya pun tidak dimasukkan ke celana. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya. Bu Bertha seolah dibutakan. Beliau tidak melihat pelanggaran tersebut. Kali ini hidup Argan terselamatkan.
Argan mengunyah sisa permen karet yang masih terkurung di mulutnya. Matanya berhenti pada seorang cowok yang sedang duduk di sofa. Argan mengamati orang itu lekat-lekat lalu berkata, "Dia?"
"Dia anak baru. Tolong antar dia ke kelas X IPA 7." Titah Bu Bertha sambil menyodorkan selembar kertas. "Dan serahkan absen ini kepada ketua kelas."
Argan mengangguk pelan sambil mengamati deretan nama di absen itu. Matanya berhenti pada sebuah nama, Rafa Calista. Tiba-tiba, senyum evilsmirk tercetak di wajahnya. Sebuah rencana sudah ia siapkan.
"Darel, kamu akan diantar Kak Argan ke kelas. Maaf ya Ibu tidak bisa mengantarkan kamu ke sana karena mendadak kepala sekolah memanggil Ibu ke kantor." Ucap Bu Bertha penuh penyesalan.
"Baik, Buk!" Darel menyandang ransel warna army di pundak kanan. Ia melempar senyum tanda persahabatan kepada Argan. Hanya sekilas. Lalu kembali dengan ekspresi andalannya, sedatar triplek.
"Ikut gue." Ujar Argan cuek. Ia memutar bola matanya malas. Terlihat jelas bahwa ia tidak menyukai gaya cowok itu. Sok ganteng. Tapi, emang ganteng sih! I think, Argan takut kalah saing dengan anak baru itu. Terlebih dia satu kelas dengan Rafa.
Awas aja kalo Rafa genit sama cowok ini, gue bakal lakuin hal yang nggak pernah dia bayangin sebelumnya. Awas aja!
Sepanjang perjalanan, Darel hanya sibuk dengan ponselnya. Seolah Argan hanya sebagai pemandu wisata yang bercerita ini-itu tanpa didengar. Sedikit geram. Argan akhirnya bertindak, "For your information, gue ini senior lo. Jadi gue nggak suka lo mainin HP selama gue ngomong!" Nadanya naik satu oktaf. Beginilah jiwa Argan yang sebenarnya. Mudah marah.
"Sorry!" Darel memasukkan ponselnya ke saku celana lalu memperhatikan setiap penjelasan Argan mengenai ruangan yang mereka lalui.
Semoga kelasnya nggak jauh. Bosen denger penjelasan ini orang. Batin Darel bosan.
Langkah mereka berhenti pada sebuah kelas di lantai tiga. Di sana tertulis: Baca salam sebelum masuk! Welcome to X IPA 7. Deretan kalimat penyambutan itu terbuat dari kertas origami warna-warni. Lucu. Menggemaskan. Dan sedikit kekanak-kanakan.
"Ini kelas lo." Ucap Argan.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Argan membuka pintu itu. Kelas berubah rusuh. Makhluk hidup di dalamnya hilir mudik menuju bangku masing-masing.
Argan hanya mendelik horor. Kemudian mengangkat sebelah alisnya ke arah Darel. "Kenalin nama lo." Persilah Argan ketus.Argan mengambil posisi ternyamannya. Duduk di atas meja guru dengan satu kaki terangkat.
"Kenalkan nama saya Darel Hansen. Pindahan dari Labschool, Kebayoran." Ucap cowok bermata hazel itu. Ia bagaikan pangeran dari negeri dongeng. See! Berkulit putih, tatapan setajam elang, hidung runcing, tinggi, berkacamata, ditambah mata hazel nan memikat itu membuatnya sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa Argan✔[END]
Подростковая литература[Book1] "Lo payung biru kan, eh maksud gue lo yang minjemin payung waktu itu kan?" Orang itu menyunggingkan sebelah senyum. "Lo hafal wajah gue tapi gak hafal suara ya? Kalo boleh gue kasih saran, mending lo pergi ke dokter THT deh." Start: maret 2...