1. Payung Biru

10.8K 417 107
                                    

"Welcome to SMA Cendikia!"

Prok prok prok!

Tepuk tangan menggema ke setiap sudut aula. Setelah acara penutupan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau disingkat dengan MPLS, seluruh calon siswa dipersilakan untuk bersalaman dengan senior. Hal ini bertujuan untuk menjalin keakraban serta memperbaiki hubungan antara senior dan junior yang sempat renggang selama kegiatan berlangsung. Pasalnya, para peserta MPLS kerap menjadi bulan-bulanan senior. Mulai dari disuruh berjoget di lapangan sampai ditantang meminta nomor telepon kakak kelas.

Para senior berdiri di halaman depan aula, sedangkan junior berbaris layaknya pasukan semut. Berjalan mengendap-endap menuju pintu keluar. Senyum bahagia serta candaan terlontar antara senior-junior tatkala mereka saling berjabat tangan.

"Selamat bergabung dengan keluarga besar SMA Cendikia!" Sambut sang ketua OSIS dengan nada penuh wibawa. Lesung pipi di sisi kanan menambah kesan manis di wajahnya.

"Rajin belajar ya, Dek!" Nasihat salah seorang kakak kelas dengan kacamata yang terus melorot. Biasanya tipe seperti ini merupakan seorang kutu buku dengan IQ di atas rata-rata.

"Dek, jangan lupa join ekskul basket ya!" Seru sang ketua basket SMA Cendikia yang kabarnya sudah menyabet belasan penghargaan, baik di tingkat sekolah, kota, provinsi, bahkan nasional.

"Gabung Sispala yok!" Para siswa pecinta alam ikut promosi, tak mau kalah.

"Yang punya hati nurani, gabung di PMR ya!" Ujar ketua PMR yang tidak kalah tampan dengan sang ketua OSIS. Usut punya usut, PMR menjadi ekskul dengan peminat paling banyak setiap tahunnya semenjak laki-laki berparas tampan itu menjadi ketua selama 2 tahun berturut-turut.

"Jangan lupa follow ig Abang ya, Dek!"

"Follow ya, pasti entar di follback!"

"Kalo ada perlu, chat aja ya dek!"

Beberapa orang tanpa jas OSIS ikut berbaris. Mereka bukanlah pengurus OSIS, melainkan senior alay kurang kerjaan yang ikut-ikutan berdiri bersama jajaran OSIS. Apalagi kalau bukan untuk numpang tenar di depan junior.

Tidak lama kemudian, rintik hujan mulai mengguyur tubuh lautan manusia yang bertebaran di lapangan basket. Semua peserta MPLS berlari secepat mungkin, berlindung dari hujan yang makin deras. Senyuman manis yang tercetak di wajah setiap calon siswa hari ini tidak mampu meredakan hujan yang terlanjur runtuh membanjiri bumi.

Demi terhindar dari jatuhan butiran air yang makin ganas, Rafa Callista, salah seorang siswi peserta MPLS, memutuskan untuk berteduh di depan gerbang sekolah yang beratap seperti Rumah Gadang. Sama seperti murid lainnya, ia berdiri sembari berharap agar sang hujan berhenti menangis. Namun harapan itu sia-sia. Hujan semakin terisak bahkan angin pun ikut berlomba-lomba menyemarakkan suasana petang itu.

"Nih hujan kapan berhentinya sih?" Rutuk Rafa sambil mengibaskan lengan baju olahraganya yang basah. Ia menggesekkan kedua telapak tangannya, bermaksud agar kehangatan menjalar ke seluruh tubuh.

Gadis itu melirik arloji branded yang melingkar di pergelangan kiri. Jarum pendek menunjuk ke angka 5, sedangkan jarum yang satunya lagi mengarah ke angka 12. Itu berarti senja mulai menyelimuti langit. Ia melihat beberapa orang nekat menerobos guyuran hujan. Berlari sembari melindungi kepala dengan apa saja yang mereka punya lalu menaiki angkutan umum menuju ke rumah.

Sempat keinginan untuk melakukan hal yang sama terlintas di benak gadis itu. Namun, ia mengubur niatnya dalam-dalam. Mama pasti akan murka jika Rafa pulang dalam kondisi basah kuyup.

Lensa Argan✔[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang