"Gue nggak akan pernah mau berurusan sama dia lagi!"
•---------------•
"RAFAAA!"
Teriakan dari arah teras rumah membuat dua anak manusia itu terkejut lantas berbalik badan menuju sosok pemilik suara. Didapati seorang wanita berbalut daster batik mendelik horor ke arah mereka. Kobaran api dari mata wanita itu seperti dalam film anime Jepang, membuat siapa saja yang melihatnya akan ketakutan setengah mati.
Cowok yang berdiri di samping Rafa hanya bisa mematung dengan tatapan masih terjurus kepada wanita itu.
"Itu... siapa?" Tanya Argan terbata kepada Rafa. Gigi-giginya menyatu. Dahinya mengerut serta memicingkan mata. Cowok yang terlihat pemberani itu tiba-tiba ciut.
Rafa melirik tipis ke arah lawan bicaranya, "Dia nyokap gue." Sahutnya dengan penuh penyesalan.
Kenapa Mama harus muncul di saat seperti ini? Timing yang salah! Gadis itu memukul dahinya.
Wanita yang sedaritadi berdiri di teras akhirnya beranjak. Mendekat. Langkahnya begitu mantap bak prajurit siap tempur, "Rafa, jawab pertanyaan Mama! Siapa dia?" Tanya wanita itu menunjuk dengan dagu. Tidak lupa tangannya berkacak.
Rafa memutar bola matanya malas. Bingung. Apa yang harus ia jawab? Bahkan hingga detik ini ia sendiri belum mengetahui siapa orang asing yang berdiri di sampingnya.
Kilatan di mata Mama kian menyambar-nyambar. Wanita itu menyorot Argan, menghakimi.
"Dia..." Rafa menyikut cowok di sebelahnya seolah ia meminta agar cowok itu segera memperkenalkan diri.
Langsung saja tanpa basa-basi cowok itu meraih tangan Mama lalu mengecup lembut punggung tangannya, "Argan Mahesa, Tante." Sesi jabat tangan itu tidak berlangsung lama. Dua detik kemudian situasi kembali menegang.
"Kamu siapa sok nganterin anak saya segala?!" Mama melempar tatapan elang yang mencabik-cabik cowok bernama Argan itu. Ditelitinya Argan dari atas hingga bawah, "Apa hubungan kamu sama anak saya?" Interogasi itu membuat Argan kebingungan. Kenapa situasi semakin rumit begini?
Dengan tangkas, Argan menangkis tuduhan tersebut. "Saya nggak ada hubungan apa-apa sama anak Tante, kok." Ujarnya sambil menyeka peluh yang mengucur dari pelipis. Udara sekitar terasa sesak dan panas padahal matahari sudah berada di penghujung senja.
"Apa benar itu, Rafa?" Mama beralih dunia, menatap anak semata wayangnya tidak kalah seram.
Rafa mengangguk cepat membuat beberapa helai rambutnya menutupi wajah. Ia menyangkutkan rambut itu ke belakang telinga, "Dia temen satu sekolah, Ma. Dia kebetulan lewat aja. " Terang Rafa.
"Oh." wanita itu membulatkan bibirnya. "Kamu masuk!" Titah Mama tak terbantahkan.
Obsidian Argan mengikuti gerak-gerik gadis yang mulai menjauh. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan tembakan selanjutnya, "Lalu kamu mau apa lagi? Sudah sana pulang!" Argan bergeming mendengar ucapan yang bernada pengusiran itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lensa Argan✔[END]
Fiksi Remaja[Book1] "Lo payung biru kan, eh maksud gue lo yang minjemin payung waktu itu kan?" Orang itu menyunggingkan sebelah senyum. "Lo hafal wajah gue tapi gak hafal suara ya? Kalo boleh gue kasih saran, mending lo pergi ke dokter THT deh." Start: maret 2...