29. (tidak) Punya Alasan

1.2K 109 0
                                    

Argan duduk sendirian di meja makan persegi panjang berukuran cukup besar. Tempat dimana keluarganya dulu menghabiskan waktu bersama, berbincang tentang ini-itu. Semuanya sudah kandas. Bangku-bangku kesepian itu kian berdebu seiring berjalannya waktu.

Ukiran kayu nan detail di bagian tepi meja menambah kesan mewah ditambah dengan lampion gantung tepat di atas meja makan yang kontras dengan furnitur di sana menjadi aksen yang menarik.

Argan terus mengolesi roti segiempatnya dengan selai cokelat. Matanya menerawang jauh entah kemana. Seperti raga tak bernyawa.

"Ya ampun, Argan!" Wanita berusia lima puluhan itu menghentikan gerakan tangan Argan yang hendak mencongkel selai dari toples. Argan tersentak lantas menatap pemilik tangan yang mencekalnya. Roti berlumur selai itu jatuh ke piring sementara tangan kanannya masih memegang pisau dengan sisa cokelat.

Argan menatap wanita berambut yang kian memutih itu dengan tatapan sendu, lalu kembali menunduk.

"Kamu kenapa, masih sakit?"

"Gggak, Oma." Argan membalas usapan tangan keriput itu tak kalah hangat. "Oma gak sarapan?" Dalih Argan.

"Kamu mikirin apa?" Oma membalas pertanyaan Argan dengan pertanyaan baru. Ditangkupnya wajah tuan muda itu, "Cerita sama Oma."

Argan mencolek selai cokelat yang bertumpuk di rotinya dengan telunjuk kemudian mengulumnya cepat, "Argan mau jalan-jalan, ah, Oma. Bosen di rumah mulu!"

Oma menggeleng, "Ondeh Mandeh, ibo cucu Oma nan ciek ko lai? Kalau gitu, biar Oma minta Kang Mamet buat nganterin kamu, ya?"

"Eh, gak usah Oma!" Tangannya menahan sang Oma yang hendak berdiri. "Argan males ah sama Kang Mamet, urangnyo gaje, indak kids zaman now. Sering gak nyambung kalau diajak ngobrol, Oma."

"Lalu?"

"Argan mau pergi sendiri, pake motor." Argan berungkap ragu.

Oma tersentak, "Apa Oma gak salah denger? Kamu mau naik motor lagi setelah kecelakaan beberapa hari lalu? Kamu masih dalam tahap pemulihan. Oma gak izinin kamu!"

"Tapi, Omaaaa," Wajahnya memelas. Berbeda 180° dengan sikapnya ketika di luar yang terkenal angker. Argan malah terlihat seperti anak kecil yang minta dibelikan mobil-mobilan.

"Indak ado tapi-tapi, do!" Tegas Oma.

"Ommmaaaaaa," nada yang terdengar menggelikan, seperti dalam Drakor ketika memanggil kata oppa.

"Oma gak mau kamu jatuh dari motor lagi!"

Deg

Maaf Oma, Argan membatin.

*_Flashback on_*

"Gimana keadaan, Lo, Gan?" Decak Andre sambil mengacak rambut kebanggaan Argan.

"Woi, tangan lo dodol!" Argan merapikan mahkotanya. "Udah mendingan, by the way si merah masih sama kalian, kan?" Argan menatap Andre dan Deo.

"Masih di rumah gue," Andre menepuk dada kirinya bangga. "Niatnya sih mau gue pulangin ke rumah Oma,...tapi gak jadi. Gue mager, malah rumah Lo jauh lagi!"

"Alhamdulillah!" Argan mengusap dada.

"Wish, udah bisa bahasa Arab nih!" Ledek Deo.

"Kalian bisa bantu gue gak?"

"Bantu apa?" Deo dan Andre saling melempar tatapan penuh tanda tanya.

"Tapi janji, jangan sampai Oma tau soal ini. Oke?"

Lensa Argan✔[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang