FOURTEEN

3K 172 4
                                    

Brianna membuka matanya yang terasa berat. Ia menyipitkan matanya ketika melihat cahaya lampu di atas kepala. Brianna memegangi dadanya, rasa sesak itu sudah hilang. Namun oksigen masih terpasang.

Ia melirik kekanan dan kekiri.

Rumah sakit, ya. Batinnya.

Disamping ranjang nya, ada Bian yang sedang duduk di kursi seraya tertidur diatas tangannya. Brianna melirik kearah jam yang ada di depannya. Ternyata sudah pukul 3 dini hari. Pantas saja Bian sudah tertidur.

"Kak." Brianna mengguncangkan tangannya untuk membangunkan Bian. Bian bergumam, belum sadar jika Brianna memanggilnya.

"Kakak."

Bian langsung mengangkat kepalanya. Ia mengerjapkan mata berulang kali. Brianna menatap aneh padanya.
"Kamu udah sadar?"

Brianna mengangguk.

"Pa-

"Kak Ian mau ngapain?"

"Ngasih tau papa sama mama."

"Mereka pasti udah tidur, udah jam 3 kok."

Bian lalu melirik jam yang tergantung di dinding. Ternyata benar sekarang pukul 3.

"Kamu mau apa? Makan? Minum?"

"Gak. Bilang sama dokter, oksigen nya dilepas, aku udah gak sesak napas lagi, kak."

"Belum boleh, Na. Tunggu napas kamu stabil baru dilepas."

"Tapi aku gak suka, Kak."

"Gak usah bawel. Ini juga untuk kesehatan kamu."

Brianna mengalah. Ia mengurucutkan bibirnya karena kesal. Seketika ia teringat akan seseorang yang dicarinya tadi.

"Cakra mana?"

"Hah? Cakra?"

"Iya, Cakra mana, Kak?"

"Dirumahnya lah."

"Kak Ian, aku serius!"

"Cakra tadi kesini, tapi dia udah pulang."

Brianna tersenyum. Tak sia-sia usaha nya. Ia bahkan rela mempertaruhkan nyawa demi mendapat sedikit perhatian dari Cakra.

***

Pagi ini, Cakra bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Ia tidak bisa terlelap semalam, Brianna, gadis itu selalu menghantui pikiran dan perasaannya.

Cakra turun dari kamarnya. Dibawah tangga ada Acha yang sedang menekan tuts-tuts piano secara tidak beraturan. Sehingga menghasilkan nada-nada yang memekikkan telinga.

"ACHAAA."

"APAAN ABAAANG?"

"Sakit telinga gue, woy!"

Acha cengengesan namun setelah itu ia cemberut.
"Acha bosaaan!!!"

"Acha jangan teriak!"

"Ih, abang sensian banget."

"Kamu gak sekolah?"

"Abang sendiri?"

"Kalau orang tanya itu dijawab, bukan malah balik nanya."

"Abang pikun! 'Kan surat pindah aku belum selesai diurus sama Bunda."

"Oh."

"Ih abang ngeselin."

Saat Cakra akan berjalan, bajunya seperti menyangkut pada suatu benda. Ia berbalik. Namun ternyata Acha lah yang menarik lengan bajunya.

"Apa lagi sih?"

BBS (1) : CAKRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang