ELEVEN

2.8K 171 8
                                    

Cakra dan Bimo menggirang ketika melihat ponsel Cakra berdering. Tertera nama 'Vero' disana. Dengan secepat kilat, Cakra mengangkat telpon tersebut.

"Ver, lo dimana?"

"Ke apartemen gue sekarang, bisa?"

"On the way!" Seru Cakra kemudian menginjak gas dengan kencang. Ia kembali melesat membelah kota Jakarta.

"Vero bilang apaan?"

"Dia nyuruh kita ke apartemen nya."

"Pasti ada yang gak beres sama itu anak."

***

Cakra menghantam meja didepannya dengan kepala tangan. Amarahnya meledak-ledak ketika mendengar penuturan Vero tentang Rissa.

"Gue gak tau gimana dia bisa hamil, sedangkan gue aja gak pernah nyentuh dia. Bahkan tangannya pun gak." Tutur Vero dengan wajah gusar.

"Udah berapa kali gue bilang, gak usah deketin ular betina itu. Lo nya malah batu banget." Amuk Bimo.

"Cakra, bantuin gue. Si Rissa udah ngadu ke Om Faros, lihat wajah gue udah babak belur."

"Anjing si Rissa, motif dia apa dengan ngejebak lo? Dia kaya, apalagi yang cewek ular itu mau." Cibir Bimo.

"Bener bukan lo yang nyentuh Rissa?" Tanya Cakra hati-hati.

Bimo dan Vero lantas menelengkan kepalanya untuk menoleh kearah Cakra. Mereka terkejut luar biasa karena pertanyaan yang terlontar dari mulut Cakra.

"Lo gak percaya sama gue? Apa muka gue udah kayak pecundang diluar sana?"

"Santai, Ro. Gue cuma tanya aja."

"Kalau gue tau lo bakalan ragu, gue gak akan telpon lo buat datang ke sini."

"Anjing ini dua orang. Ngapain lo pada berantem, lagi ada masalah juga. Lo, Cakra. Jangan terlalu dingin lah, sesekali lo juga harus care sama orang orang disekitar lo." Ucap Bimo setengah emosi.

Vero menghela napasnya, mencoba meredamkan emosi yang sudah meledak-ledak, "Nanti malam om Faros datang ke rumah gue, dan pastinya dia udah telepon mama sama papa gue."

"Gue harus gimana sekarang? Apa harus gue tanggung jawab terhadap sesuatu yang sama sekali gak gue lakuin?"

"Bego ya gaklah, ini kita juga lagi mikir." Sahut Bimo dengan cepat.

"Lo telepon aja Papa lo, yakinin dia." Ucap Cakra.
"Gue yakin, om Rio pasti percaya sama lo." Cakra menatap kedua temannya dengan penuh keyakinan.

"Seyakin apa lo, papa akan percaya sama gue?"
"Seyakin apa hah! Lo enteng banget ngomong gitu, gimana kalau papa gue ngasih tau mama gue? Lo mau orangtua gue mati mendadak? Jawab anjing!"

Emosi Vero sudah tidak bisa dibendung lagi, sahabtnya itu terlalu mengganggap remeh masalahnya. Jika Mama dan Papa nya tau, maka matilah dia beserta kedua orangtuanya.

Bimo secepat kilat mencegah pergerakan yang mencurigakan dari keduanya. Takut akan terjadi adu fisik antara Cakra dan Vero.

"Mendingan sekarang lo tenangin pikiran lo dulu, Ro. Gue sama Cakra balik dulu, nanti kita bakalan kasih tau rencananya."

Bimo menyeret Cakra keluar dari apartemen Vero sebelum terjadinya adu fisik antara mereka berdua. Cakra hanya diam, otaknya belum bisa bekerja dengan sempurna untuk memikirkan solusi dari masalah Vero.

***

Kini Cakra, Bimo dan Vero sedang menuju kerumah Vero. Cakra berubah pikiran tadi, ia menjelaskan secara rinci solusi untuk mengatasi permasalahan sahabatnya itu. Sekarang sudah pukul 20.00, ini sudah lewat waktu makan malam. Artinya keluarga Rissa sudah berada di rumahnya.

Cakra menerobos pintu gerbang rumah Vero yang sedikit terbuka itu. Di pelataran rumah, sudah ada mobil putih yang diketahui Vero itu adalah milik Om Faros, papa Rissa.

"Kita telat, gue pasti dipaksa nikah sama ular betina itu." Eluh Vero.

"Santai, Ver. Lo masih bisa jelasin yang sebenarnya ke bokap nyokap lo." Ucap Bimo menenangkan.

Dari depan pintu, terlihat Mbok Ati, asisten rumah tangga keluarga Vero berjalan menuju kearah mereka bertiga.

"Maaf, den Vero. Nyonya sama Tuan sudah nunggu di dalam. Katanya ada hal penting yang mau dibicarakan." Tutur Mbok Ati pada Vero.

"Di dalam ada tamu, mbok?"

"Iya, den. Kalau gak salah Rissa deh namanya, teman sekolah den Vero mungkin."

Vero hanya menganggukan kepala dan mengajak teman-temannya masuk. Di ruang tamu, sudah ada Rio yang menatapnya penuh amarah. Disampingnya Filda yang menangis penuh kekecewaan.

Vero tau apa yang terjadi, sudah dipastikan bahwa Rissa telah mengatakan hal yang tidak dilakukannya pada Mama dan Papa nya.

"Pa, ini gak seperti apa yang papa deng-

"DUA HARI LAGI, KAMU HARUS MENIKAHI RISSA!"
Bentak Rio penuh amarah.

"Papa, tolong dengar Vero dulu, Rissa bohong. Bahkan Vero gak pernah nyentuh tangannya sekalipun."

"Iya pa. Vera liat sendiri, dia gak pernah sentuh tangannya Rissa." Bela Vera yang sedang memeluk Mama nya.

"Cukup! Jangan bicara, saya tidak mau dengar apa apa lagi dari mulut kalian. Pak Faros, pintu keluar nya ada disana. Saya mohon anda pergi dari sini."

Rissa beserta keluarga hengkang dari ruangan tersebut. Ia tersenyum licik pada Vera. Cakra melihat hal itu, dengan sigap mencekal lengan Rissa.

"Gue tau apa yang lo rencanain!"

Rissa hanya diam. Tidak ada rasa takut didalam dirinya terhadap Cakra. Ia akan tetap melancarkan rencananya guna melindungi dirinya.

***

Malam para pembaca,
Semoga kalian menikmati bagian yang aku publish kali ini. Kritik dan saran sangat dibutuhkan, kalau kalian ada yang kurang sreg dengan cerita ku.

BBS (1) : CAKRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang