2

100K 7.1K 97
                                    

Marsha mengerjapkan matanya. Ia melihat jam dinding dibelakang tubuhnya. Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari dan suara ketukan pintu yang terdengar seperti gedoran secara brutal itu mengusik gendang telinganya. Marsha bangkit dan menuju pintu utama.

"Whoaa, calon istriku.. Kau masih disini? Menungguku hmm?"

Kerutan tercetak didahi Marsha. Andrean calon suaminya, berdiri sempoyongan dihadapannya. Ternyata ia ketiduran di rumah ini. Rumah yang Andrean siapkan untuk wanita spesial dalam hidupnya. Pastinya, bukan dirinya. Pria itu mabuk. Jelas sekali bau alkohol tercium sangat kuat.

"Hahaha,, calon istri?" Andrean tertawa, tapi Marsha tau, dibalik tawa itu ada luka disana. Mata tidak bisa bohong, "kau bukan calon istriku? Bukan kau yang seharusnya jadi istriku, brengsekk!"

Andrean membentak Marsha tepat didepan wajah. Wanita itu menutup kedua matanya. Dibentak merupakan salah satu kelemahannya.

"Kau menginginkannya bukan? Wanita tidak laku sepertimu menginginkan ini, iyakan? Katakan!"

Marsha berjalan mundur, ia sungguh sangat ketakutan, "ti-tidak"

Andrean dengan mata dan wajah memerah tersenyum miring, "munafik" ia mendekati Marsha yang berjalan mundur menghindari dirinya, "sebagai calon istri seorang Andrean, aku butuh bukti, kau pantas atau tidak menjadi calon istriku, dengan cara.."

Mata Marsha membola atas ucapan Andrean selanjutnya,"..melayaniku, calon suamimu karna aku menginginkan gadis bukan wanita jalang"

"Ap..mppphht"

Andrean memutus ucapan Marsha, mencium perempuan itu paksa. Memberdayanya dalam kungkungan, ia tak gentar meski penolakan terus Marsha lakukan sampai ia benar-benar mendapatkannya. Tujuan Andrean saat ini hanya satu, menghancurkan hidup Marsha perlahan. Perempuan yang dengan mudahnya mau menggantikan posisi perempuan yang dicintainya. Cih, tidak semudah itu.

Bukan salahnya jika ia melampiaskan rasa sakitnya. Salahnya, perempuan itu ada disini terperangkap bersamanya. Dasarnya orang jahat adalah orang baik yang tersakiti. Bukankah begitu?

***

Matahari mulai meninggi. Mengusik tidur sang putri. Perlahan bangun tapi tidak bisa. Tubuhnya seolah mati rasa. Ia mengingat, bagaimana brutalnya Andrean menggagahi dirinya.

Marsha menekuk kedua kakinya, menumpukan kepala diatas lutut. Ia menangis dalam diam. Hatinya hancur berkeping-keping mengingat perlakuan Andrean padanya. Ia bahkan tidak memperdulikan tubuhnya yang jelas masih telanjang.

Awalnya dirinya Iba pada Andrean, walau ia tidak merasakannya tetapi yang jelas pasti hati pria itu hancur berkeping-keping karena ditinggal pergi si calon pengantin. Orang yang dicintai, yang dipikir akan menghabiskan waktu sampai akhir. Rasa Iba terhadap pria itu kini menghilang tergantikan oleh benci dan sakit hati.

"Dasar jalang!"

Suara itu mengejutkan bagi Marsha, awalnya ia mengira seorang diri diruangan ini nyatanya tidak. Andrean ada disana, didepan pintu dengan setelan lengkap baju kantor.

"Kau ingin menggodaku dengan tubuh telanjangmu itu, heh!"

Marsha bungkam, ia segera mengambil selimut yang berantakan dilantai kemudian melilitkan pada tubuhnya. Ia juga sempat melihat noda darah diatas seprai kasur tempatnya kini. Tidak ada yang bisa dilakukan selain merutuki dirinya dalam hati. Terlalu lemah.

"Aku hanya ingin bilang padamu. Apa yang terjadi antara kita tadi malam adalah sebuah kesalahan. Kesalahan besar dalam hidupku. Jadi kuharap kau tak besar kepala dan lupakan semua yang sudah terjadi" Hati Marsha berdenyut sakit,

Pengganti ( Selesai ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang