4

85.1K 7K 110
                                    

Bagai jatuh ketiban tangga. Kian malang hidup Marsha. Ia memiliki keluarga tapi seolah ia sebatang kara. Ia memiliki suami tapi seperti musuhnya sendiri. Dan ia memiliki teman baik tapi telah tega semakin menghancurkan kehidupannya.

"Marsha.."

Adel. Asisten rumah tangga Andrean. Tergopoh-gopoh keluar dari persembunyiannya menghampiri Marsha begitu mendengar suara kendaraan tuannya meninggalkan perkarangan rumah. Disini memang hanya ia seorang. Datang di pagi dan sore untuk bersih-bersih dan menyalakan lampu. Itu tugasnya sementara karna rumah ini belun di tinggali pemiliknya. Niatnya untuk pulang saat menjelang malam tiba pun gagal waktu ia mendengar teriakan marah Andrean menggelegar di seluruh penjuru rumah. Ditambah suara minta tolong dari Marsha wanita yang baru di kenalinya dua hari yang lalu. Semakin menghalanginya untuk pulang.

Namun, ia tidak bisa melakukan apapun untuk menolong Marsha. Ia tidak berdaya. Wanita tua sepertinya bisa apa. Ia sebatang kara. Siapa yang akan menghidupinya jika ia kehilangan pekerjaan?

Marsha menatap Adel nanar,"Bibi...tolong.." pintanya, sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.

***

Marsha mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang di terima oleh matanya. Ia menatap kesekeliling. Kamar yang tak begitu luas dengan satu lemari sedang dan ranjang berisi kasur kecil yang ia tiduri.

Rasa lega melingkupinya, ini bukan tempat itu. Bukan tempat yang menghancurkan hidupnya.

Perlahan air matanya menetes. Dua kali ia di lecehkan. Harga dirinya di injak-injak tanpa rasa bersalah. Tanpa tahu apa salahnya hingga di perlakukan sedemikian rupa.

"Marsha.."

"Bibi Adel.." lirihnya menjawab panggilan wanita paruh baya itu. "Aku dimana?" tanyanya setelah menghapus air matanya,

"Kau tenang saja. Ini dirumahku"

Berusaha kuat, Marsha mengukir senyum, "terimakasih sudah menolongku bibi"

Adel menggeleng, "Tidak nak. Harusnya aku yang meminta maaf padamu. Aku tidak bisa menolongmu dari tuan Andrean. Aku tidak berdaya, nak. Aku.."

"Sudah, bibi. Aku tidak apa-apa" Marsha bangun dari tidurannya, kemudian mengelus bahu Adel. Menenangkan wanita itu dari tangisnya.

"Perlakuan ini sudah biasa aku terima. Bukan masalah, bibi. Aku bisa menghadapinya" ucap Marsha, ia tengah menguatkan hatinya sendiri. Ia bisa melewati semua ini. Ia bisa, meski sendiri. Walau dalam hatinya menangis.

Adel menangkup sebelah pipi Marsha, "Aku mendengar semuanya" kata Adel, Ambigu. Tapi Marsha mengerti itu tanpa penjelasan lebih jauh lagi.

"Apa bibi percaya?" secepat kilat Adel menggelengkan kepalanya, "aku tidak tahu, Andrean mendapat kebohongan itu dari mana. Dan aku yakin sekali, jika ada orang dibalik semua ini. Orang yang memfitnahku agar aku hancur"

Marsha terisak pelan, ia tak kuasa menahannya. Apalagi didepan orang yang menangis untuknya. Adel membawa Marsha dalam dekapannya.

"Sedari awal aku tidak pernah mengenal dirinya, bibi. Hanya satu kali pertemuan dan itu saat aku bertemu Griya dipusat pembelanjaan. Setelahnya tidak ada pertemuan kedua kembali. Griya pergi sebelum hari pernikahannya lalu kedua orang tua Griya memintaku menggantikan putri mereka karna tak ingin malu dan undangan telah disebar" Marsha mendekap erat tubuh Adel,

"Awalnya aku menolak tapi mereka meminta balas budi atas kebaikan mereka padaku. Aku bingung. Tak ada yang bisa kuperbuat hingga aku mendapat semua perlakuan itu. Di tuduh dan di lecehkan bibi"

Adel mengelus surai Marsha, mencoba menenangkannya, "kau berhak berbahagia, Marsha."

Marsha mengurai pelukannya, "aku tahu bibi. Aku bersyukur tidak jadi menikah dengannya. Hidupku sudah penuh luka, aku tak mau lukaku bertambah hanya karna menikah dengannya. Aku lelah, bibi" ia menghapus air matanya kasar, "sebelum itu, aku ingin menemui seseorang dulu. Meminta kejelasan. Jika Andrean berkata demikian, berarti kemungkinan besar Griya sudah kembali, bibi. Aku harus menemuinya"

Pengganti ( Selesai ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang