Chapter 23

2K 128 7
                                    

Thomas memapah Adrian agar ia bisa duduk di gazebo halaman belakang rumah. Gemercik suara air di kolam ikan kecil menyegarkan suasana panas hari ini. Adrian menghembuskan nafasnya lalu memandang Thomas dan tersenyum.

"Terima kasih sudah merawatku"

"Sama-sama, aku senang bisa merawat dan bertemu denganmu kembali"

"Oh iya, semenjak bertemu kita belum pernah berbicara banyak. Bagaimana kedua orang tuamu? Baik-baik saja?"

"Mereka berdua baik-baik saja."

"Kenapa kau bisa memilih menjadi seorang dokter sebagai pekerjaanmu. Padahal dulu ketika kecil kau pernah bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola"

"Ketika SMA aku memutuskan untuk menjadi dokter karena ibuku. Ibuku sempat mengidap Pemfigus Vulgaris. Semacam penyakit kulit, dan itu membuat ibuku menderita sekali. Setiap malam aku harus mendengarnya merintih kesakitan. Dari situlah aku ingin menjadi seorang dokter. Menolong orang yang kesakitan."

Adrian kembali memberikan senyumnya.

"kau masih kuliah?" Tanya Thomas.

Adrian mengangguk, "Jurusan bisnis, ayahku yang menginginkannya"

"Bagaimana dengan kegemaranmu bernyanyi dan musik. Masih kau lanjutkan?"

"Masih, namun tidak sesering dulu. Aku jarang menciptakan lirik lagu baru"

"Aku rasa kau harus meneruskannya. Bakatmu sangatlah bagus Adrian. Menurutku kamu bisa menjadi seorang musisi yang hebat"

"terima kasih"

"Oh iya, aku punya sesuatu untukmu. Tunggu sebentar"

Thomas masuk ke dalam rumah, lalu kembali lagi menghampirinya dengan membawa sebuah kotak. Kotak musik klasik yang indah.

"Aku mendapatkannya kemarin, ketika melihat ini aku teringat padamu. Ini, untukmu"

Ia menyodorkan kotak musik itu pada Adrian. Adrian terlihat senang, matanya berbinar dan senyumnya berkembang. Adrian membuka kotak musik itu, sebuah musik mengalun. Turkish March karya Mozart. Alunan music yang banyak disukai para penikmat klasik.

"Aku suka, terima kasih sekali lagi"

"Oh iya, bisakah kau datang minggu depan? Aku akan mengadakan pesta pernikahanku" ujarnya yang membuat Adrian sedikit terkejut.

"Kau akan menikah?"

"Ya, aku telah menemukan tambatan hatiku. Seorang wanita, asal Swedia. Dia teman kampusku dulu. Aku harap kau bisa datang bersama Stefan atau kau juga boleh mengajak kekasihmu. " katanya sambil tersenyum.

"Akan aku usahakan, jika usdah sembuh"

"Kau pasti akan sembuh dengan cepat. Sepertinya aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa nanti"

Thomas melambaikan tangannya. Meninggalkan Adrian sendiri di gazebo dengan kotak musiknya yang masih mengalun dengan indah.

*****

Evan berhenti sejenak di restoran. Perutnya terasa sangat lapar dan ia memutuskan untuk makan di restoran itu. Hidangan yang disajikan padanya cukup lezat dan ia menikmatinya. Di atas mejanya kali ini hanya tersisa Gelato. Ice cream lembut khas Italia dengan dua rasa, matcha dan pisang.

Evan menyendoki gelatonya sedikit demi sedikit. Sambil membuka ponselnya, menghubungi Adrian. Sejak tadi ia belum mendapatkan balasan apapun. Telfon darinya juga tak terjawab. Cukup merasa kesal, tetapi kekesalannya itu teredam oleh rasa rindu yang berat.

Lalu matanya mengekor pada setiap orang yang berlalu-lalang di hadapannya. Kota begitu ramai hari ini. Mungkin karena cuaca hari ini sangatlah baik untuk berjalan-jalan. Pandangannya tiba-tiba saja berhenti pada satu sosok. Wanita dengan celana pendek di atas lutut dengan kaus putih oblong kini sedang berjalan di hadapannya. Wanita itu membiarkan rambutnya tergerai bebas. Ditangannya ia genggam ponsel. Tanpa memperhatikan jalanan yang ia pijaki, ia asik bermain ponselnya. Itu Carina.

Evan segera memalingkan wajahnya, ia tak mau Carina tahu kalau sekarang ia sedang berada disini. Ia tak ingin berbicara dengan wanita itu lagi. Evan mencoba untuk membalikan tubuhnya. Membelakangi jalan yang dilewati Carina. Sialnya Carina berjalan menuju restoran dimana Evan sedang berada.

"Evan!" Carina memanggil setelah ia melihat Evan sedang duduk di mejanya.

Evan menepuk jidatnya sendiri dan enggan berbalik untuk menatap mantan kekasihnya itu.

"Sedang apa kau disini?"

"Carina, hey. Ah aku hanya sedang ingin menikmati hari yang indah saja. Sedang apa kau disini?"

"Hanya ingin berjalan, boleh aku duduk disini"

Evan mempersilahkan dengan enggan. Carina mengangkat tangan, menyuruh pelayan restoran untuk datang menghampiri. Ia memesan makanannya. Setelah sang pelayan pergi, Carina memfokuskan pandangannya pada Evan kembali.

"Kau sudah lama disini? Sendirian saja?"

"Ya, cukup lama dan sepertinya aku harus pergi sekarang"

"Tungu dulu, temani dulu aku disini. Lagi pula kekasihmu sedang tidak ada kan?"

"Aku akan menemuinya hari ini Carina, dan aku harus buru-buru"

Evan bangun dari duduknya, namun Carina menahan pergelangan tangannya.

"Temanilah aku, sebentar saja"

Evan tak bisa menolak, akhirnya ia kembali duduk bersama Carina.

Dalam pertemuan itu, Evan tak banyak berbicara. Ia hanya merespon obrolan Carina seadanya. Berbeda dengan Carina yang terus banyak tingkah. Ia menceritakan segalanya. Sampai pada akhirnya ia menceritakan tentang kejadian malam itu. Ketika ia bertemu dengan keluarga Adrian.

"Aku bertemu dengannnya malam itu, dan kau tahu? ayahku membatalkan hubungan kerja sama dengan perusahaan ayah kekasihmu itu. Aku melihat pandangan amarah dari ayah Adrian pada anaknya sendiri. Aku puas melihatnya" ujar Carina yang disusul dengan tamparan keras dari Evan.

"Apa yang kamu lakukan, kenapa kamu menamparku Evan?"

"Sudah cukup, aku harus pergi"

Kali ini Evan benar-benar bangkit dari kursinya dan berjalan dengan cepat keluar dari restoran.

Setelah meninggalkan Carina dan memasuki mobilnya, pikiran Evan menjadi tak karuan. Ia membayangkan nasib kekasihnya malam itu. Sebelumnya Adrian memang sudah bercerita bahwa ayahnya sering memperlakukan dirinya dengan kasar. Bahkan sebagian luka yang pernah ia lihat di tubuh kekasihnya itu adalah perbuatan dari ayahnya.

Jantungnya semakin berdebar tatkala ia sadar bahwa sampai saat ini kekasihnya belum juga menghubungi dia. Tak kehabisan akal, ia menghubungi Stefan.

Evan

Bagaimana keadaan adikmu. Apakah ia baik-baik saja?

Ayahmu tak berlaku kasar padanya kan?

12.09 read

Stefan

Darimana kau tahu anak dungu?

12.14 read

Evan

Aku sedang menuju rumahmu.

Tak usah banyak Tanya darimana aku tahu semua ini.

12.16 read

Evan menyimpan ponsel di dashboard lalu memacu mobilnya semakin cepat. Menembus jalanan menuju rumah sang kekasih.

'Tunggu aku Adrian' ucapnya dalam hati.

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang