Chapter 24

2K 131 14
                                    


            Stefan duduk di samping ayahnya yang sedang tertidur pulas. Hari ini ayahnya telah siuman. Menurut dokter, keadaannya semakin membaik. Ditambah lagi dengan kabar bahwa kantor ayahnya mendapatkan kembali rekan bisnis yang siap untuk memajukan perusahaan ayahnya dari keterpurukan. Stefan senang karena tidak harus bersusuah payah untuk menemukan solusi agar perusahaan ayah tidak bangkrut.

Tetapi di sisi lain, ada hal yang membuat hatinya gundah. Rasanya seperti mendapatkan hal yang tidak diinginkan. Hari ini Evan, kekasih adik yang dia cintai akan datang untuk menjenguk. Ada kecemburuan dalam hatinya ketika mendengar kabar bahwa kekasih adiknya itu akan datang.

"Stef, kamu kenapa?"

Ibu tiba-tiba saja menghampirinya. Memgang pundak Stefan dengan lembut.

"Tidak apa-apa bu"

"Jangan berbohong, pasti ada sesuatu hal yang mengganjal di hatimu. Ibu tahu itu nak"

Stefan menghembuskan nafas, kali ini benaknya sedang berpikir keras. Apakah ia harus menceritakannya pada sang ibu.

"Ibu benar, ada sesuatu hal yang mengganjal dalam hatiku bu"

"Apa itu? Kau mau menceritakannya pada ibu?"

Stefan mengangguk.

"Tapi tidak disini bu" Stefan melirik ke ayahnya yang masih tertidur pulas karena efek obat.

"Baiklah"

Ibu menuntun Stefan keluar dari kamar inap.

Sore ini, rumah sakit terlihat lebih sepi dari biasanya. Lorong-lorong rumah sakit tak banyak yang berlalu-lalang. Bahkan kursi-kursi di lorong pun tak ada yang menduduki. Cahaya kuning keemasan mewarnai lorong-lorong ini. Masuk melewati celah-celah jendela yang terbuka. Di luar sana, lembayung sore hari sedang mewarnai langit.

Selama berjalan menuju kafeteria rumah sakit, Stefan menutup mulut. Begitu juga dengan ibunya yang hanya berjalan beriringan dengan anaknya. Sampai pada akhirnya, ibu melontarkan kalimat yang membuat Stefan terkejut setengah mati.

"Sejak kapan kamu mencintai adikmu sendiri?"

Stefan menatap ibunya dengan tatapan terkejut. Ibu hanya tersenyum saja padanya.

"Apa maksudnya bu? Aku tidak.."

Ibu langsung menyanggah pembicaraan Stefan.

"Jangan berbohong pada ibu, ibu bisa melihat dari sorot matamu dan perlakuanmu pada Adrian nak. Kamu juga menyebut nama adikmu saat tertidur. Ibu tahu semuanya. Jadi sejak kapan?"

Stefan sudah tidak bisa mengelak. Akhirnya ia menceritakan semuanya. Mulai dari kisah cintanya bersama Darren. Ia menceritakan kematian Darren dan yag lainnya. Bahkan Stefan juga menceritakan bahwa Adrian memiliki kekasih bernama Evan. Hingga pada akhirnya ia mengutarakan kecemburuannya pada sang ibu. Sambil menyeruput mie instan, ibunya hanya tersenyum mendengarkan cerita dari Stefan.

"Aku merasa seperti kehilangan Adrian ketika pria itu ada bersamanya bu" katanya.

Ibunya hanya diam saja menyimak.

"Bu, apa ibu tidak marah dengan perbuatan kami? Seharunya kami berdua lebih tertarik pada perempuan kan. Maafkan kami jika kami mengecewakan ibu. Aku harap ibu tidak akan membicarakan ini pada ayah"

Stefan lagi-lagi merunduk. Menyembunyikan wajahnya dari tatapan sang ibu.

"Untuk apa ibu marah, itu sudah menjadi keputusan kalian berdua. Bagaimanapun kalian tetap anak ibu. Ibu tidak akan marah. Asalkan jangan sampai ayahmu tau. Ibu akan menyembunyikan hal ini pada ayahmu. Ibu juga berpesan, jangan sampai lelaki bernama Evan itu membuatmu menjadi kesal pada adikmu juga. Jaga adikmu dengan baik, jangan sampai ia merasa sedih."

Stefan mengangkat kepalanya, kini ia berani menatap ibunya. Dengan senyum sumringah, ia lalu mengecup tangan ibunya.

Pukul tujuh malam, Stefan berpamitan pada ibu dan ayahnya untuk pulang dengan alasan ingin menjaga Adrian yang sedang sendirian di rumah. Akhirnya ia pulang dengan kendaraan umum karena lupa membawa mobil pribadi.

Sesampainya di rumah, ia melihat sebuah mobil terparkir di depan halaman. Ia mengenali mobil itu, Evan ternyata sudah tiba. Ketika memasuki rumah, Stefan tak melihat ada tanda-tanda kedatangannya. Isi rumah masih sama seperti sebelum ia meninggalkannya. Suasana pun terihat sangat hening.

"Adrian.." Stefan memanggil. Namun tak ada jawaban sama sekali.

Ia bergegas menuju kamarnya, khawatir dengan keadaan Adrian yang sedang sendirian di rumah. Setibanya di lantai dua, ia melihat pintu kamarnya terbuka sedikit dan ada bunyi disana. Dengan perlahan ia berjalan. Ketika sampai di ambang pintu, kedua bola matanya menangkap Evan sedang berada di atas ranjangnya. Menindih tubuh ringkih Adrian yang terlihat masih lemas.

Evan sudah berada dalam keadaan setengah telanjang, begitu juga dengan adiknya. Rasa sesak di dalam dada membuatnya terdiam, dan tiba-tiba saja amarah datang. Stefan berjalan dengan cepat ke arah sepasang kekasih itu, tanpa banyak bicara ia melayangkan tinju di pipi Evan.

Evan terperanjat kaget, begitu juga dengan Adrian. Mata Stefan terlihat memerah, amarah telah menguasainya. Ia menyeret Evan keluar dari kamarnya. Ketika sudah menjauh dari Adrian, ia kembali menghajar Evan. Kali ini Evan tak hanya diam. Ia menangkis pukulan dan melayangkan kembali pukulan yang mengenai perut Stefan.

Adrian keluar dari kamarnya, dan memisahkan mereka berdua. Dengan nafas tersengal-sengal Stefan menjauh. Wajahnya penuh lebam. Evan duduk di lantai, meringis kesakitan. Bibirnya robek dan berdarah.

"Apa yang kau lakukan Stef?" Adrian sedikit membentak.

"Kau bertanya itu padaku? Harusnya aku yang bertanya pada pria itu, apa yang dia lakukan padamu" Stefan menjawabnya tak kalah keras.

"Apa salahku?" masih dengan meringis, Evan bertanya.

"Adikku sedang sakit lalu kau datang hanya untuk menyetubuhinya. Apa kau gila? Keadaan adikku sedang tibak baik"

Mata Stefan berapi-api. Adrian merasa takut melihat amarah kakaknya seperti ini.

"Aku yang memintanya" jawab Adrian lirih.

Stefan menatap adiknya yang merunduk. Amarah yang ada dalam dirinya kini luluh, tergantikan oleh rasa kecewa dan sedih.

"Kau yang memintanya?" Stefan bertanya untuk meyakinkan.

Adrian mengangguk dan berkata, "Aku sangat merindukan kekasihku Stef. Aku yang memintanya"

Saat itu juga hati Stefan bergemuruh. Lemas terasa di sekujur tubuhnya. Stefan sadar, wajar adiknya melakukan hal itu karena Evan memang kekasihnya. Tak terasa air mata jatuh ke pipinya. Ia melangkah pergi meninggalkan adiknya bersama Evan yang masih tersungkur di bawah berkat pukulannya tadi.

.

.

.

HALO GUYS! MAAF ATAS KETERLAMBATAN POSTINGANNYA KARENA SAYA SEDANG SIBUK DENGAN PROPOSAL SKRIPSI. CUKUP MENGURAS WAKTU DAN TENAGA SEHINGGA CERITA DI WATTPAD DIABAIKAN. MAAFKAN SAYA SEKALI LAGI. SEMOGA CHAPTER BARUNYA MENGHIBUR. OH IYA, SAYA MAU MINTA KALIAN UNTUK VOTE DAN BACA CERITA BARU YANG SAYA POSTING JUGA DISINI. CERITANYA INSYAALLAH AKAN SANGAT MENGHIBUR. LET'S CHECK IT OUT ON THIS LINK  https://www.wattpad.com/472877198-bunga-cinta-bagian-1

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang