Chapter 31

1.7K 110 10
                                    

Author P.O.V

Sudah dua minggu rasa bersalah terus menghampiri Adrian. Ia kalangkabut, seperti induk ayam yang resah ketika anak-anaknya dikejar manusia. Ia takut Evan marah dan meninggalkannya. Ia berharap hal itu tidak akan terjadi, namun kemungkinan besar hal itu memang akan terjadi. Ia sudah berkali-kali mencoba untuk menghubungi Evan. Namun hasilnya selalu sama, tak berhasil. Bebebrapa kali ia mengunjungi kediamannya, tak ada respon sama sekali. Ruangannya selalu dikunci dan tak ada satupun pegawai hotel yang mau membantunya untuk membukakan pintu.

Ia sudah mencoba meminta bantuan Harold untuk mempertemukannya dengan Evan. Tetapi Harold bersikeras tidak bisa membantunya dengan alasan Evan yang menginginkannya dan ia tak bisa menolak. Akhirnya beberapa hari terakhir ini ia pasrah. Adrian sudah menyerah dan berencana menunggu bagaimana respon yang akan diberikan Evan untuk dirinya nanti.

Melihat adiknya yang selalu murung, Stefan berusaha melakukan apapun agar adiknya riang kembali. Tapi setelah kejadian itu, Arian seolah menjauh darinya. Adrian tak pernah menyapa Stefan lagi. Bahkan menatapnya pun bisa dihitung oleh hitungan detik. Ia mengerti, Adrian pasti akan merasa sedikit kesal padanya karena telah membawa dirinya dalam keadaan yang sesulit ini.

Meskipun sikap Adrian seperti itu, ia tak pernah menyerah. Ia terus berusaha agar adiknya bersikap seperti biasa kembali. Seperti saat ini, ia sedang duduk berhadapan dengan adiknya. Menyantap pizza yang mereka pesan. Adrian sedang asik dengan lamunannya. Menghiraukan noda saus di sudut bibirnya. Stefan mencoba menyeka saus itu dari sudut bibirnya tapi Adrian tersadar dan dia menjauhkan wajahnya dari tangan Stefan yang sedang mengarah kepadanya.

"Aku hanya ingin membersihkan sudut bibirmu"

"Aku bisa sendiri"

Stefan menghela nafas. Adrian kembali megunyah pizza nya.

"Sampai kapan kau akan seperti ini padaku?"

Adrian terus mengunyah dengan tatapan mata yang kosong.

"Aku tak bisa kau diamkan terus seperti ini. Baiklah, malam ini aku akan mengaku salah padamu. Aku yang sudah membuat hubunganmu dengannya menjadi berantakan. Maafkan aku"

"Tidak, kau tidak perlu meminta maaf karena kau tidak salah sama sekali. Aku yang salah"

Adrian menyimpan potongan pizza yang ia enggam. Lalu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Stefan.

"Mau kemana?"

"Aku mengantuk dan ingin tidur, selamat malam Stef" katanya tanpa menoleh dan terus berjalan menaiki tangga.

Di dalam kamarnya, Adrian kembali menangis sambil menatap langit di balik jendelanya. Angin musim gugur yang dingin terus membelai tubuhnya. Ia kedinginan namun tak memperdulikannya. Rasa gundah dan resah terus menghantui.

Sebuah suara menghentikan tangisnya. Dering telfon dari ponsel miliknya menggema di dalam kamar. Dengan cepat Adrian mengambil ponselnya dari atas nakas.

"Halo"

"Ini aku Evan" sejenak, ia tak percaya. Namun setelah beberap detik kemudia ia segera bertanya bagaimana keadaannya dan meminta maaf entah berapa belas kali.

"Sudah, tak perlu meminta maaf terlalu banyak. Aku hanya ingin bertanya kepadamu, apa besok kau sibuk?"

"Tidak Evan, aku tak memiliki jadwal apapun untuk esok hari"

"Kalau begitu, temui aku di caffee tempat kita biasa menghabiskan waktu. Aku ingin bertemu denganmu"

"Baiklah Evan, besok aku akan menemuimu"

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang