Chapter 13

2.4K 149 1
                                    

Kecupan itu masih membekas di bibir Adrian, rasanya bibir Stefan masih menempel disana dan susah untuk dilepaskan. Setelah pulang ke rumah, keadaan semakin canggung. Adrian jadi malu jika berpapasan dengan kakaknya. Entah itu di dapur ataupun di ruang keluarga. Stefan juga menyadari kecanggungan itu, tapi dia berlagak tidak perduli saja. Padahal dalam hatinya ia ingin tertawa sekeras mungkin. Bagaimana Adrian bisa sepolos itu, bagaimana jika dia berhadapan dengan Evan? Apakah lebih canggung dari ini? Begitulah yang dipikirkan Stefan.

Ketika Adrian bermasalah dengan kecanggungannya itu, berbeda lagi dengan Evan. Ia sedang berada di sebuah restoran bersama Harold dan Carina. Membicarakan masalah yang terjadi tadi siang. Malam ini Carina terlihat lebih santai dengan kaus berbalutkan jaket berwarna khaki dan celana jeans abu-abunya yang slim.

"Apa kau sadar Evan, dia itu laki-laki. Mana mungkin dia bisa menjadi pasanganmu. Ayolah, jangan menjadi gila seperti ini" katanya dengan nada sedikit kesal.

"Aku tidak gila Carina, kau yang gila. Sudah jelas aku tidak ingin berhubungan lagi denganmu. Tapi kau selalu memaksa."

"Aku sebagai kakanya juga menyarankan kepadamu Carina. Tolong jangan ganggu lagi hubungan adikku dengan Adrian"

Karena amarah yang memuncak, Carina berdiri dari duduknya sambil menggebrak meja kasar. Untung saja restoran sedang sepi, hanya seorang pelayan saja yang kini tengah memperhatikan perdebatan itu.

"Jangan halangi aku, lihat saja Evan. Aku akan merebutmu kembali kepadaku bagaimanapun caranya. Bahkan jika itu harus melakukan kekerasan terhadap kekasihmu yang lemah itu, aku akan melakukannya. Ingat itu"

Carina berlalu meninggalkan kedua kaka beradik itu. Harold menatap adiknya yang kini tengah menundukkan kepala sambil memijit pelipisnya.

"Sudah ku katakan kepadamu kan? Pembicaraan ini hanya akan membuat amarahnya memuncak."

"Tapi setidaknya sekarang Carina tahu bahwa kau benar-benar mencintai Adrian. Aku hanya bisa menyarankan kau untuk menjaga kekasihmu"

Harold merangkul punggung adiknya. Malam itu menjadi malam yang suram baginya.

*****

Stefan P.O.V

Aku terbangun ketika angin dini hari menyelusup kebalik selimutku. Untuk beberapa saat aku kembali menutup mataku dan mengeratkan pelukanku pada guling. Mencari lagi titik kenyamanan.

Hari ini aku telah menyiapkan beberapa jadwal. Jam delapan nanti aku akan pergi ke pusat kebugaran. Rasanya sudah lama aku tidak meregangkan otot-ototku, dan sepertinya otot di perutku sudah mulai tidak terbentuk. Aku ingin mengembalikannya seperti semula

Setelah pergi ke pusat kebugaran, aku akan pergi berkencan dengan Darren. Inilah kencan pertamaku mengajaknya pergi keluar. Rencananya kami akan menghabiskan malam hari nanti dengan berjalan-jalan di kota. Menikmati kelap-kelip lampu jalanan yang indah. Aku jadi tidak sabar menunggunya.

Karena semangat yang menggebu itu, mataku jadi tidak bisa terpejam kembali. Akhirnya setelah mengumpulkan kembali nyawa, aku berdiri dan pergi keluar kamar. Wangi bunga-bunga dari taman tercium di hidungku. Wanginya memikat penciumanku. Namun ada wangi yang lebih memikat, mengalahkan wangi bunga itu dengan seketika di indra penciumanku. Wangi masakan dari arah dapur. Aku mendengar dentangan wajan dan juga desisian api.

Setibanya di dapur, aku melihat tubuh adikku sedang berdiri tepat di depan kompor. Tangan-tangannya yang kecil bergerak dengan lincah. Pagi ini adikku mengenakan kausnya yang kebesaran. Membuat bahunya yang putih mulus terlihat dengan mata telanjang. Ia mengenakan celana training hitam yang juga longgar untuk ukuran pahanya yang kecil. Suara gesekan pisau dan tatakan terdengar menggema. Ia sedang memotong-motong bawang bombay disana.

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang