Chapter 20

2K 131 21
                                    

Aku kembali berputar di hadapan cermin. Melihat bayanganku sendiri. Mengenakan jas yang pas di badan dengan warna navy blue, kemeja putih yang dibuka dua kancing di atasnya. Berbicara masalah kancing, aku sempat beradu mulut dengan Stefan. Awalnya aku mengancingkan semua kemejaku, namun Stefan berkomentar bahwa penampilanku buruk sekali. Ia yang membuka dua kancing bajuku dan sekarang dadaku sedikit terlihat.

"Kau belum menggunakan parfume ya. Sini"

Stefan melambaikan tangannya padaku. Aku menghampirinya. Dengan dua kali semprotan tubuhku wangi aroma cokelat.

"Kau tampan sekali"

Stefan menghadapkanku ke cermin lagi. Ia berada di belakangku. Kedua tangannya lalu melingkar di pinggangku. Ia mencium tengkukku dengan lembut dan itu membuatku sedikit bergidik.

"Jangan seperti itu, geli"

Ia menghentikannya, tapi masih tetap memelukku.

"Kau siap? Buat ayah terkesan malam ini"

"Entahlah Stef, aku merasa tak enak. Rasanya akan terjadi sesuatu hal yang buruk padaku"

"Jangan seperti itu, kau bisa. Aku akan membantumu malam ini. Kita akan menjadi pasangan anak kembar yang menakjubkan"

Lalu, terdengar suara ibu memanggil nama kami berdua dari lantai dasar.

"Ibu sudah memanggil, ayo kita kebawah"

Aku meninggalkan bayanganku di cermin.

*****

Selama perjalanan di dalam mobil, hatiku semakin berdegup dengan kencang. Stefan menyadari hal itu. Saat berada di dalam mobil tangannya tak lepas menggenggam tanganku. Kadang ia mengusapnya dengan lembut dan itu sedikit menenangkan diriku. Setibanya di tempat pertemuan ayah bersama koleganya, kami duduk di meja besar yang sudah di sediakan. Aku duduk bersebrangan dengan Stefan dan berdampingan dengan ibu.

"Kau bisa" ujar Stefan tanpa suara padaku.

Kami sudah menunggu selama sepuluh menit, sampai akhirnya orang yang ditunggu datang. Pria paruh baya dengan tubuh tinggi besar. Didampingi dengan wanita cantik di sampingnya. Ayahku berdiri ketika menyambutnya, begitupun denganku dan Stefan. Pria paruh baya itu menjabat tangan ayahku.

"Anda memiliki anak-anak yang sangat tampan tuan Miller" katanya memuji

"Ah terima kasih. Oh iya anak-anak kenalkan ini Tuan John dan nyonya John. Rekan kerja ayah yang baru."

Stefan menyodorkan tangannya pada lelaki paruh baya bernama John itu.

"Stefan, senang bertemu dengan anda malam ini" ucap kakakku.

Beberapa menit kemudian semua memandang ke arahku. Stefan lalu memberikan isyarat bahwa aku harus memperkenalkan diriku pada John. Aku mengikuti apa yang dilakukan Stefan.

"Adrian, senang bertemu dengan anda tuan John"

"Kau manis sekali nak" ujar istri tuan John padaku.

"terima kasih"

"Oh iya, dimana anak perempuan anda tuan John. Apakah dia datang malam ini"

"Tentu saja, anak kami masih menata rambutnya. Perempuan memang selalu lama tentang hal itu." Ujar tuan John sambil memandangi istrinya dan tersenyum.

Setelah pertemuan perdana kami, ayah mulai membicarakan masalah perusahaannya dengan tuan John. Stefan mengikuti arah pembicaraan mereka berdua. Tidak seperti aku yang hanya diam menatap gelas-gelas kosong yang ada di hadapanku. Meskipun sudah bertemu dengan kolega ayah, tetap saja hatiku berdegup dengan kencang. Aku memiliki firasat buruk yang akan ada kaitannya denganku.

Tiba-tiba saja semuanya terdiam ketika tuan John mengangkat ponselnya. Terdengar bahwa anak perempuannya sudah sampai di depan restoran dan sedang mencari meja yang ditempati oleh kami. Hatiku semakin berdebar, hingga membuatku ingin pergi ke kamar mandi.

"Maaf semuanya, aku harus pergi ke kamar mandi dulu sebentar" Aku berpamitan pada yang lainnya dan berlalu menuju kamar mandi.

Pintu kamar mandi tertutup dengan sendirinya ketika aku sudah di dalam. Aku menatap cermin, melihat bayanganku sendiri. Jantungku masih terus berdebar dengan kencang. Suara pintu terbuka dan aku melihat Stefan masuk kedalam. Ia menghampiriku, berdiri di sampingku dan menatap bayanganku dalam cermin.

"Masih merasa takut?"

Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Apa yang sebenarnya kau takutkan?" dia bertanya lagi.

"Apakah anak tuan John sudah tiba?"

"Belum. Tadi saat aku meninggalkan mereka untuk menemuimu, anaknya masih tetap mencari. Hey, aku bertanya padamu. Jawab pertanyaanku"

Aku menghembuskan nafas "Entahlah Stef, aku merasa sesuatu hal akan terjadi. Aku takut sekali"

"Apa yang harus ditakutkan, kau sudah bertemu dengan kolega ayah dan tidak ada hal apapun yang terjadi. Bahkan tuan dan nyonya John tadi memujimu. Jadi jangan takut, tenanglah, ok?"

Aku mengangguk lagi, sebuah kecupan mendarat di pipi kiriku.

"Sekarang kita kembali lagi bersama mereka. Jangan takut"

Aku menghela nafas panjang, kupegang erat tangan Stefan dan menghampiri mereka kembali.

Saat aku keluar dan melihat ke arah meja tadi, ada sosok perempuan duduk membelakangiku. Perempuan itu memiliki bahu yang mulus dengan kulit kuning langsat. Rambutnya tergerai rapi dengan sedikit keriting di ujungnya. Perempuan itu mengenakan dress selutut dengan warna merah muda. Kakinya beralaskan heels berwarna perak yang indah.

"Ah ini dia jagoan kita, ayo duduk dan kenalkan ini putriku"

Aku memasang wajah semanis mungkin ketika perempuan itu berbalik menghadapku. Namun, senyumku pudar ketika aku melihat wajah Carina yang kini menatapku.

*****

Ayah menamparku untuk yang ketiga kalinya. Aku tetap diam dan menerima apa yang ayah perlakukan padaku. Pertemuan ayah dengan tuan John gagal total. Tuan John ternyata ayah dari Carina, dan tadi ketika Carina bertemu denganku ia menceritakan semuanya. Menceritakan bahwa aku telah merebut Evan darinya. Sejak saat itu pertemuan menjadi kacau. Tuan John ikut marah mengetahui hal itu dan ia menggagalkan hubungan kerjanya dengan ayahku.

"Kau memang anak yang menyusahkanku, kenapa kau selalu menjadi masalah dalam kehidupanku"

Ayah mengangkat tangannya ke udara, hendak memukulku kembali. Tetapi aku merasakan seseorang memelukku. Lebih tepatnya melindungiku dari pukulan ayah.

"berhenti memukulnya ayah. Jangan lakukan itu. Adrian ini anakmu, sama sepertiku" Itu suara Stefan, ia melindungiku.

"Pergi kau, jangan ikut campur dengan apa yang sedang aku lakukan atau aku juga akan memukulmu Stefan"

"Pukul saja aku, pukul aku hingga kau puas. Aku sama dengan Adrian, jadi tidak ada bedanya jika kau memukulku. Pukul saja aku ayah, pukul!"

Ayah berteriak kesal, lalu pergi meninggalkan kami berdua dengan menutup pintu kamar secara kasar.

Tangisku kembali terdengar, ah aku kesal mendengar tangis ini lagi. Mengapa aku harus kembali menjadi orang yang cengeng. Aku benci diriku lagi.

Stefan memelukku semakin erat. Aku juga sama mendengar tangisnya. Stefan memposisikanku untuk menatapnya. Stefan lalu memelukku lagi, kali ini semakin erat.

"Maafkan aku yang masih belum bisa melindungimu. Wanita itu benar-benar wanita sialan. Kau tidak salah Adrian, kau tidak salah."

"Aku memang salah Stef, apa yang ayah bicarakan tadi memang benar. Aku adalah anak yang selalu menyusahkan kedua orang tuaku. Lihatlah Stef apa yang kulakukan malam ini. Aku menggagalkan pekerjaan ayah. Aku sudah merugikan banyak pihak. Perusahaan ayah bisa hancur karena diriku malam ini."

Stefan menghapus air mataku.

"Sudah, jangan menyalahkan dirimu sendiri Adrian. Sekarang lebih baik kau pergi ke tempat tidurmu. Aku akan mengambilkan air dingin untuk mengompres lebam di kulitmu."

Stefan memboyongku dengan perlahan menuju tempat tidurku.

Winter SadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang